Perjalanan Isra Mikraj Nabi Berkecepatan 4.320.000.000 Km/Jam?

Sabtu, 10 Februari 2024 - 06:08 WIB
loading...
Perjalanan Isra Mikraj Nabi Berkecepatan 4.320.000.000 Km/Jam?
Ilustrasi/SINDOnews
A A A
Prof Agus Purwanto menjelaskan, peristiwa Isra Mikraj tidak bisa dijelaskan dengan Teori Relativitas Khusus yaitu dengan teori Kecepatan Cahaya, karena jika memakai teori tersebut, Rasulullah SAW belum keluar dari sistem tata surya.

"Sehingga, untuk menjelaskan peristiwa tersebut bisa mengunakan Teori Relativitas Umum . Berarti mengisyaratkan adanya ruang dengan dimensi tinggi, immaterial atau gaib di sekitar kita," ungkap Guru Besar Teori Fisika ITS ini dalam Pengajian Online Memperingati Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, pada Kamis (11/3).

Cahaya ini diketahui oleh ilmuan dan diidentifikasi bahwa kecepatan cahaya itu 300.000 km/detik. "Sehingga jika cahaya ini melingkar mengelilingi bumi, maka satu detik ini bisa mengelilingi bumi sekitar 6 sampai 7 kali,” jelasnya.

Ia meneruskan, Isra sebagai perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho dan Mikraj yang artinya bergerak ke langit ke tujuh (sidratul muntaha). Jika disimplikasi, maka isra adalah perjalanan horizontal dan mikraj adalah perjalanan vertikal.

“Kita asumsikan kejadian mulai bakda salat isya atau jam 20.00 sampai jam 4.00 pagi menjelang subuh. Jadi membutuhkan waktu 8 jam, karena perjalannya bolak-balik, maka antara pulang pergi memerlukan waktu yang sama 4 jam,” urai anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini seperti dilansir laman resmi Muhammadiyah .



Agus menjelaskan, karena perjalanan dilakukan bersama Buraq, maka dapat diasumsikan bahwa Rasulullah dalam peristiwa itu bergerak dengan kecepatan tertinggi di alamnya, yaitu kecepatan cahaya. Maka dalam satu jam Rasulullah bisa menempuh jarak sampai 4.320.000.000 km.

Sementara, terkait dengan tata surya, ilmuan mengidentifikasi jarak antara Matahari dengan Bumi adalah 149.600.00 km. Sehingga waktu yang diperlukan cahaya dari Matahari ke Bumi itu hanya 8 menit.

Prof Agus menerangkan, jika demikian, cahaya yang dirasakan oleh manusia di bumi adalah bukan cahaya yang dipancarkan seketika oleh matahari, melainkan cahaya yang dipancarkan 8 menit sebelumnya.

“Kemudian planet terluar, Neptunus itu diketahui jaraknya 4.335.000.000 km. Jadi ini masih lebih besar dari jarak yang ditempuh oleh cahaya selama 4 jam, artinya Baginda Rasulullah dalam waktu 4 jam belum sampai di Neptunus. Ternyata belum sampai keluar dari Tata Surya kita,” ungkapnya.

Jadi menghitung perjalanan Rasulullah dengan teori relativitas khusus tidak memadahi. Selain itu, jika suatu objek bergerak dengan kecepatan cahaya, maka massanya itu akan meledak. Dengan demikian penjelasan ini tidak memadahi, karena itu harus kita tinggalkan.



Prof Agus menyarankan untuk merujuk kepada QS Al Isra’ ayat 1.

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

“Memperjalankan itu berarti memindah suatu objek dalam hal ini Rasulullah dari satu titik ke titik lain, dari satu dimensi ke dimensi yang lain, ini berarti dimensi ruang. Dan kemudian peristiwa ini terjadi pada malam hari, ini adalah masalah waktu. Ayat tersebut memberi isyarat bahwa, inilah kosmologi Islam, bahwa realitas itu terdiri dari ruang, waktu, materi, dan ruh,” terangnya.

Prof Agus menambahkan, dalam QS Az Zumar ayat 46, dapat diindikasikan bahwa langit ke 7 adalah ghaib atau di luar jagad raya, artinya langit ke tujuh posisinya di luar ruang material.

Jadi Mikraj yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah masuk ke dimensi yang lebih tinggi ke luar material atau langit ke tujuh untuk menerima perintah salat.

“Ini susah memang kalau mau mengambarkan alam di luar ruang material, tapi kita yakin dan menerima hadis-hadis sahih. Bahwa di sekitar majelis takliim kita ini kan ada banyak malaikat lalu lalang, tapi malaikat yang banyak ini berada di luar dimensi kita. Sehingga kita tidak pernah bertabrakan, karena malaikat berada di dimensi yang lebih tinggi dari pada kita. Jadi Rasulullah menghilang masuk ke langit ke tujuh,” urainya.

“Jadi Mikraj itu menembus dimensi ruang menuju ke dimensi yang lebih tinggi, immaterial atau gaib” ujarnya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1707 seconds (0.1#10.140)