Isra Mikraj Nabi Muhammad Itu Ilmiah, Begini Penjelasannya

Kamis, 11 Maret 2021 - 19:49 WIB
loading...
Isra Mikraj Nabi Muhammad Itu Ilmiah, Begini Penjelasannya
Ilustrasi/SINDOnews
A A A
PARA ahli ilmu kalam berbeda pendapat mengenai isra mikraj . Perbedaan pendapat terutama mengenai apakah isra dan mikraj itu keduanya dengan jasad, ataukah mikraj dengan ruh dan isra dengan jasad, ataukah isra dan mikraj itu semuanya dengan ruh.

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang berjudul “ Sejarah Hidup Muhammad ” memaparkan isra dan mikraj ini dalam hidup kerohanian Nabi Muhammad mempunyai arti yang tinggi dan agung sekali, suatu arti yang lebih besar dari yang biasa mereka lukiskan itu, yang kadang tidak sedikit dikacau dan dirusak oleh imajinasi ahli-ahli ilmu kalam yang subur itu.

Jiwa yang sungguh kuat itu, tatkala terjadi isra dan mikraj, telah dipersatukan oleh kesatuan wujud ini, yang sudah sampai pada puncak kesempurnaannya.

Pada saat itu tak ada sesuatu tabir ruang dan waktu atau sesuatu yang dapat menghalangi intelek dan jiwa Nabi Muhammad, yang akan membuat penilaian kita tentang hidup ini menjadi nisbi, terbatas oleh kekuatan-kekuatan kita yang sensasional, yang dapat diarahkan menurut akal pikiran.

Haekal mengatakan pada saat itu semua batas jadi hanyut di depan hati nurani Muhammad. Seluruh alam semesta ini sudah bersatu ke dalam jiwanya, yang lalu disadarinya, sejak dari awal yang azali sampai pada akhir yang abadi -sejak dunia mulai berkembang sampai ke akhir zaman.

Digambarkannya dalam perkembangan kesunyian dirinya dalam mencapai kesempurnaan itu, dengan jalan kebaikan dan keindahan dan kebenaran, dalam mengatasi dan mengalahkan segala kejahatan, kekurangan, keburukan dan kebatilan, dengan karunia dan ampunan Tuhan juga.

Orang tidak akan mencapai keluhuran demikian itu, kalau tidak dengan suatu kekuatan yang berada di atas kodrat manusia yang pernah dikenalnya.

Apabila sesudah itu kemudian datang orang-orang yang menjadi pengikut Rasulullah SAW yang tidak sanggup mengikuti jejak pikirannya yang begitu tinggi, dengan kesadaran yang begitu kuat tentang kesatuan alam, kesempurnaan serta perjuangannya mencapai kesempurnaan itu, maka hal ini tidak mengherankan dan bukan pula aib tentunya.

Orang-orang yang piawai dan jenial memang bertingkat-tingkat. Dalam kita mencapai kebenaran inipun selalu terbentur pada batas-batas ini; tenaga kita sudah tidak mampu mengatasinya.

Haekal mengurai apabila kita mau menyebutkan sebagai contoh -dengan sedikit perbedaan tentunya, sehubungan dengan apa yang kita hadapi sekarang ini- cerita orang-orang buta yang ingin mengetahui gajah itu apa, maka salah seorang dari mereka itu akan berkata, bahwa gajah itu ialah seutas tali yang panjang, sebab kebetulan yang terpegang adalah buntutnya; yang seorang lagi berkata, bahwa gajah itu sebatang pohon, sebab kebetulan yang dijumpainya adalah kakinya; yang ketiga berkata, bahwa gajah itu runcing seperti anak panah, sebab kebetulan yang dijumpainya adalah taringnya; yang keempat berkata, bahwa gajah itu bulat panjang dan bengkok, banyak bergerak-gerak, sebab kebetulan yang dipegangnya adalah belalainya.

Contoh ini sebenarnya masih sejalan dengan gambaran yang terbayang ketika orang yang tidak buta itu melihat gajah untuk pertama kalinya.

Selanjutnya Haekal mengatakan boleh juga kiranya kita mengambil perbandingan antara persepsi (kesadaran) Muhammad menangkap esensi kesatuan alam ini serta penggambarannya ke dalam isra dan mikraj yang berhubungan dengan waktu pertama sejak sebelum Adam sampai pada akhir hari kebangkitan dan yang akan menghilangkan pula kesudahan ruang ini, ketika ia melihat dengan mata batin dari Sidrat'l Muntaha ke alam semesta ini, yang ada sekarang di hadapannya dan sudah seperti kabut -dengan persepsi (kesadaran) kebanyakan orang yang dapat menangkap arti isra-mikraj itu.

Tatkala itu ia berhadapan dengan bagian-bagian yang tidak termasuk kesatuan alam, sedang hidupnya hanya seperti partikel-partikel tubuh, bahkan seperti partikel-partikel yang melekat pada tubuh itu dengan susunannya yang tidak terpengaruh karenanya.

Dari mana pula partikel-partikel daripada hidup tubuh itu, dari denyutan jantungnya, pancaran jiwanya, pikirannya yang penuh dengan energi yang tak kenal batas; sebab, dari wujud hidup itulah ia berhubungan dengan segala kehidupan alam ini.

Isra dengan ruh dalam pengertiannya adalah seperti isra dan mikraj juga yang semuanya dengan ruh. Ini adalah begitu luhur, begitu indah dan agung. Ia merupakan suatu gambaran yang kuat sekali dalam arti kesatuan rohani sejak dari awal yang azali sampai pada akhir yang abadi. Ini adalah suatu pendakian ke atas Gunung Sinai, tatkala Tuhan berbicara dengan Musa, dan ke Bethlehem, tempat Isa dilahirkan.

Pertemuan rohani demikian ini sudah mengandung selawat bagi Muhammad, Isa, Musa dan Ibrahim, suatu manifestasi yang kuat sekali dalam arti kesatuan hidup agama sebagai suatu sendi kesatuan alam dalam pedarannya yang terus-menerus menuju kepada kesempurnaan.

Dengan Ruh
Ilmu pengetahuan pada masa kita sekarang ini mengakui isra dengan ruh dan mengakui pula mikraj dengan ruh. Apabila tenaga-tenaga yang bersih itu bertemu, maka sinar yang benarpun akan memancar.

Dalam bentuk tertentu sama pula halnya dengan tenaga-tenaga alam ini, yang telah membukakan jalan kepada Marconi ketika ia menemukan suatu arus listrik tertentu dari kapalnya yang sedang berlabuh di Venesia. Dengan suatu kekuatan gelombang ether arus listrik itu telah dapat menerangi kota Sydney di Australia.

IImu pengetahuan zaman kita sekarang ini membenarkan pula teori telepati serta pengetahuan lain yang bersangkutan dengan itu. Demikian juga transmisi suara di atas gelombang ether dengan radio, telephotography (facsimile transmisi) dan teleprinter lainnya, suatu hal yang tadinya masih dianggap suatu pekerjaan khayal belaka.

Tenaga-tenaga yang masih tersimpan dalam alam semesta ini setiap hari masih selalu memperlihatkan yang baru kepada alam kita. Apabila jiwa sudah mencapai kekuatan dan kemampuan yang begitu tinggi seperti yang sudah dicapai oleh jiwa Muhammad itu, lalu Allah memperjalankan dia pada suatu malam dari Masjid'l-Haram ke al-Masjid'l-Aqsha, yang di sekelilingnya sudah diberi berkah guna memperlihatkan tanda-tanda kebesaranNya, maka itupun oleh ilmu pengetahuan dapat pula dibenarkan.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3732 seconds (0.1#10.140)