Gus Baha: Orang yang Ingkar Mikraj adalah Siti Aisyah
loading...
A
A
A
KH Ahmad Bahaudin Nursalim atau yang akrab disapa dengan Gus Baha’ mengatakan ulama ahlusunnah meyakini bahwa Rasulullah SAW bertemu dan melihat Allah Ta'ala ketika Mikraj .
Hanya saja, Aisyah memiliki pandangan yang berbeda dalam masalah itu. "Orang yang Ingkar Mikraj adalah Siti Aisyah," ujarnya, sebagaimana yang disiarkan kanal Kalam di laman YouTube belum lama ini.
Menurut Gus Baha, Siti Aisyah adalah istri Nabi dan pendokumentasi hadis. "Beliau adalah ulama besar," tegasnya Hanya saja, ada satu fatwa beliau yang tidak diikuti ulama seluruh dunia. Beliau menyakini tidak terjadi mikraj. "Mikraj itu bahasa mubaligh. Yang ada adalah isra saja," kata Gus Baha.
Menurut keyakinan Aisyah, Nabi itu hanya isra. Sedangkan keyakinan ulama sedunia, Nabi juga mengalami mikraj dan berdialog langsung dengan Allah SWT. Nabi sempat melihat Allah di Sidratul Munaha.
Muslim meriwayatkan bahwa Aisyah berkata pada murid kesayangannya:
من زعم أن محمدًا رأى ربه فقد أعظم الفرية على الله
“Siapa yang meyakini bahwa Muhammad pernah melihat Tuhannya, berarti dia telah membuat kedustaan yang besar atas nama Allah.” (HR Bukhari 4855, Muslim no. 428, Turmudzi 3068, dan yang lainnya).
Gus Baha mengaku sempat i stikharah untuk menelaah mazhab Aisyiah ini. "Aisyah, mengatakan hal itu," katanya. "Karena punya kepentingan khas ulama, yaitu menjaga konstitusi agama."
"Jika kita meyakini bahwa Nabi Muhammad melihat Tuhannya, desain imajinasi kita pasti Tuhan bertahta, bertempat. Itu yang tidak dimaui Aisyah. Lalu, imajinasi desain kita Nabi ngobrol dengan Allah. Di sana ada meja, ada kursi. Ini menabrak kaidah keyakinan kita bahwa Allah tidak bertempat. Dari pada begitu, Aisyah berkata: tidak ada itu dialog antara Nabi dengan Allah," jelas Gus Baha.
Jadi, menurut Gus Baha, niat Aisyah baik. Menjaga konstitusi agama.
Ada dua ayat yang digunakan Aisyah untuk menguatkan pendapatnya, pertama firman Allah di surat Al-An’am: 103,
لا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَار
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan.
Namun sebagian ulama tafsir menilai bahwa mengingkari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah dengan ayat ini adalah pendalilan yang kurang tepat. Karena yang ditiadakan dalam ayat di atas adalah al-idrak (meliputi), sementara yang dibahas dalam masalah ini adalah ar-rukyah (melihat), dan melihat beda dengan meliputi.
Kedua, ayat yang digunakan Aisyah untuk menguatkan pendapatnya, firman Allah di surat As-Syura,
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلاَّ وَحْياً أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
Tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
Abu Dzar
Bukan hanya Aisyah, sahabat Nabi yang berpendapat demikian. Abu Dzar juga begitu. Dalam hadis dari Abu Dzar, beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah Nabi melihat Allah ketika isra mi’raj? Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Hanya saja, Aisyah memiliki pandangan yang berbeda dalam masalah itu. "Orang yang Ingkar Mikraj adalah Siti Aisyah," ujarnya, sebagaimana yang disiarkan kanal Kalam di laman YouTube belum lama ini.
Menurut Gus Baha, Siti Aisyah adalah istri Nabi dan pendokumentasi hadis. "Beliau adalah ulama besar," tegasnya Hanya saja, ada satu fatwa beliau yang tidak diikuti ulama seluruh dunia. Beliau menyakini tidak terjadi mikraj. "Mikraj itu bahasa mubaligh. Yang ada adalah isra saja," kata Gus Baha.
Menurut keyakinan Aisyah, Nabi itu hanya isra. Sedangkan keyakinan ulama sedunia, Nabi juga mengalami mikraj dan berdialog langsung dengan Allah SWT. Nabi sempat melihat Allah di Sidratul Munaha.
Muslim meriwayatkan bahwa Aisyah berkata pada murid kesayangannya:
من زعم أن محمدًا رأى ربه فقد أعظم الفرية على الله
“Siapa yang meyakini bahwa Muhammad pernah melihat Tuhannya, berarti dia telah membuat kedustaan yang besar atas nama Allah.” (HR Bukhari 4855, Muslim no. 428, Turmudzi 3068, dan yang lainnya).
Gus Baha mengaku sempat i stikharah untuk menelaah mazhab Aisyiah ini. "Aisyah, mengatakan hal itu," katanya. "Karena punya kepentingan khas ulama, yaitu menjaga konstitusi agama."
"Jika kita meyakini bahwa Nabi Muhammad melihat Tuhannya, desain imajinasi kita pasti Tuhan bertahta, bertempat. Itu yang tidak dimaui Aisyah. Lalu, imajinasi desain kita Nabi ngobrol dengan Allah. Di sana ada meja, ada kursi. Ini menabrak kaidah keyakinan kita bahwa Allah tidak bertempat. Dari pada begitu, Aisyah berkata: tidak ada itu dialog antara Nabi dengan Allah," jelas Gus Baha.
Jadi, menurut Gus Baha, niat Aisyah baik. Menjaga konstitusi agama.
Ada dua ayat yang digunakan Aisyah untuk menguatkan pendapatnya, pertama firman Allah di surat Al-An’am: 103,
لا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَار
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan.
Namun sebagian ulama tafsir menilai bahwa mengingkari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah dengan ayat ini adalah pendalilan yang kurang tepat. Karena yang ditiadakan dalam ayat di atas adalah al-idrak (meliputi), sementara yang dibahas dalam masalah ini adalah ar-rukyah (melihat), dan melihat beda dengan meliputi.
Kedua, ayat yang digunakan Aisyah untuk menguatkan pendapatnya, firman Allah di surat As-Syura,
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلاَّ وَحْياً أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
Tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
Abu Dzar
Bukan hanya Aisyah, sahabat Nabi yang berpendapat demikian. Abu Dzar juga begitu. Dalam hadis dari Abu Dzar, beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah Nabi melihat Allah ketika isra mi’raj? Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,