Ustaz Adi Hidayat: Rajin Tahajud Tapi Masuk Neraka, Ini Penyebabnya
loading...
A
A
A
Kedua, selalu waspada agar jangan sampai (kebanyakan) melakukan kesalahan dan dosa pada sesama baik berupa ucapan, sikap maupun perbuatan.
Ketiga, selesaikanlah di dunia jika kita memiliki kesalahan pada sesama dengan jalan menyesali dan meminta maaf kesalahan itu serta kalau perlu gantilah kerugian itu agar mendapat pengampunan dan kerelaan orang yang kita rugikan.
Keempat, usahakan bahwa timbangan amal kebaikan kita tetap lebih banyak dan berat dibanding timbangan dosa dan kesalahan kita baik kesalahan pada Allah SWT maupun terhadap manusia.
Lakukan Secara Benar
Pada dasarnya, orang yang telah beramal saleh tidak akan menjadi orang yang bangkrut bila ia melakukannya secara benar. Karena, amal saleh yang dilakukan secara benar bisa mencegah dirinya dari melakukan perbuatan dosa, baik dosa kepada Allah ataupun dosa kepada manusia.
Orang yang salat secara benar tentu ia akan selalu berupaya untuk tidak berbuat dosa kepada orang lain. Bukankah salat sebenarnya untuk mencegah dari berbuat keji dan munkar (Al-Ankabut: 45)?
Sebaliknya, orang yang tidak benar salatnya, yaitu mereka yang lalai tentang makna salat, mereka akan tetap tergolong sebagai orang yang celaka (Al-Ma'uun:4-5). Karena, orang seperti itu setelah salat pun tetap suka berbuat dosa, misalnya menyakiti atau membuat susah orang lain.
Berikutnya adalah puasa. Puasa yang dilakukan dengan benar akan menjadikan yang bersangkutan sebagai yang bertakwa. (Al-Baqarah: 183). Yaitu, mereka yang selalu melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Antara lain, tidak menyakiti atau menyusahkan orang lain.
Sebaliknya, puasa yang tak benar, misalnya yang hanya mampu menahan perut dan faraj-nya, tidak akan berhasil mengendalikan diri dari perbuatan dosa, terutama kepada manusia.
Begitu juga dengan zakat dan sedekah. Zakat atau sedekah yang dikeluarkan secara benar bisa menyucikan dan membersihkan jiwa yang bersangkutan (At-Taubah: 103).
Benar yang dimaksud adalah sedekah atau zakat dikeluarkan dengan ikhlas, tanpa ada unsur pamer, serta tanpa menyakiti perasaan si penerima (Al-Baqarah: 264).
Ketiga, selesaikanlah di dunia jika kita memiliki kesalahan pada sesama dengan jalan menyesali dan meminta maaf kesalahan itu serta kalau perlu gantilah kerugian itu agar mendapat pengampunan dan kerelaan orang yang kita rugikan.
Keempat, usahakan bahwa timbangan amal kebaikan kita tetap lebih banyak dan berat dibanding timbangan dosa dan kesalahan kita baik kesalahan pada Allah SWT maupun terhadap manusia.
Lakukan Secara Benar
Pada dasarnya, orang yang telah beramal saleh tidak akan menjadi orang yang bangkrut bila ia melakukannya secara benar. Karena, amal saleh yang dilakukan secara benar bisa mencegah dirinya dari melakukan perbuatan dosa, baik dosa kepada Allah ataupun dosa kepada manusia.
Orang yang salat secara benar tentu ia akan selalu berupaya untuk tidak berbuat dosa kepada orang lain. Bukankah salat sebenarnya untuk mencegah dari berbuat keji dan munkar (Al-Ankabut: 45)?
Sebaliknya, orang yang tidak benar salatnya, yaitu mereka yang lalai tentang makna salat, mereka akan tetap tergolong sebagai orang yang celaka (Al-Ma'uun:4-5). Karena, orang seperti itu setelah salat pun tetap suka berbuat dosa, misalnya menyakiti atau membuat susah orang lain.
Berikutnya adalah puasa. Puasa yang dilakukan dengan benar akan menjadikan yang bersangkutan sebagai yang bertakwa. (Al-Baqarah: 183). Yaitu, mereka yang selalu melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Antara lain, tidak menyakiti atau menyusahkan orang lain.
Sebaliknya, puasa yang tak benar, misalnya yang hanya mampu menahan perut dan faraj-nya, tidak akan berhasil mengendalikan diri dari perbuatan dosa, terutama kepada manusia.
Begitu juga dengan zakat dan sedekah. Zakat atau sedekah yang dikeluarkan secara benar bisa menyucikan dan membersihkan jiwa yang bersangkutan (At-Taubah: 103).
Benar yang dimaksud adalah sedekah atau zakat dikeluarkan dengan ikhlas, tanpa ada unsur pamer, serta tanpa menyakiti perasaan si penerima (Al-Baqarah: 264).
(mhy)