Muslim Wajib Kaya (4): Harta Terbaik Adalah yang Dimiliki Orang Saleh
loading...
A
A
A
Pertama, yang dimaksud orang yang saleh adalah orang yang memperhatikan dan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama. (Lihat Syarh Shahih Adabil Mufrod, 1/390)
Kedua: Harta yang baik adalah harta yang dimanfaatkan untuk maslahat dunia dan akhirat (Lihat Syarh Shahih Adabil Mufrod, 1/390).
Muhammad Abduh Tuasikal dalam tulisannya di rumaysho.com menjelaskan ini tentu saja yang pintar mengolahnya adalah hamba Allah yang saleh yang mengerti kedua maslahat ini. Maka tepatlah maksud di atas bahwa sebaik-baik harta adalah harta yang dikelola orang yang saleh," ujarnya.
Oleh karena itu, Muhammad Abduh Tuasikal mengatakan, bagi kita yang punya kewajiban zakat atau gemar berinfak pandai-pandailah untuk memilih tempat yang baik untuk menyalurkan harta tersebut. "Sungguh tidak tepat jika harta tersebut disalurkan pada peminta-minta di jalan yang kesehariannya meninggalkan salat. Yang ini tentu saja jauh dari kesalehan," ucapnya.
Ketiga: Harta yang tidak digunakan di jalan kebaikan dan melupakan kewajiban, harta seperti ini bisa jadi hilang barokah dan kebaikan di dalamnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ عَلَيْكِ ، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ
“Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.” (HR Bukhari no. 1433 dan Muslim no. 1029, 88)
Oleh karena itu, harta tersebut sudah sepantasnya disalurkan pada hal-hal yang wajib, mulai dari menafkahi keluarga serta menunaikan zakat jika telah mencapai nishab dan haul. Setelah itu barulah disalurkan pada hal-hal lain yang bermanfaat.
Keempat: Hadis ini merupakan pertanda bolehnya seseorang mengumpulkan harta yang halal yang nantinya akan ia gunakan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan pada dirinya.
Ibnu Hibban membawakan hadis ini dalam kitab Shahihnya pada Bab “Mengumpulkan harta yang halal.”
Kelima: Tidak apa-apa seseorang itu kaya, asalkan bertakwa dan memiliki sifat qona’ah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
“Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4/69. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kaya harta tidaklah tercela. Namun yang tercela adalah tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa yang Allah beri. Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)
Pujian
Nabi SAW memberi pujian kepada seorang Muslim yang dermawan dan membelanjakan hartanya dalam kebaikan.
Dalam sebuah hadis dari Abdullâh bin Umar Radhiyallahu anhuma, Nabi SAW bersabda:
Kedua: Harta yang baik adalah harta yang dimanfaatkan untuk maslahat dunia dan akhirat (Lihat Syarh Shahih Adabil Mufrod, 1/390).
Muhammad Abduh Tuasikal dalam tulisannya di rumaysho.com menjelaskan ini tentu saja yang pintar mengolahnya adalah hamba Allah yang saleh yang mengerti kedua maslahat ini. Maka tepatlah maksud di atas bahwa sebaik-baik harta adalah harta yang dikelola orang yang saleh," ujarnya.
Oleh karena itu, Muhammad Abduh Tuasikal mengatakan, bagi kita yang punya kewajiban zakat atau gemar berinfak pandai-pandailah untuk memilih tempat yang baik untuk menyalurkan harta tersebut. "Sungguh tidak tepat jika harta tersebut disalurkan pada peminta-minta di jalan yang kesehariannya meninggalkan salat. Yang ini tentu saja jauh dari kesalehan," ucapnya.
Ketiga: Harta yang tidak digunakan di jalan kebaikan dan melupakan kewajiban, harta seperti ini bisa jadi hilang barokah dan kebaikan di dalamnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ عَلَيْكِ ، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ
“Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.” (HR Bukhari no. 1433 dan Muslim no. 1029, 88)
Oleh karena itu, harta tersebut sudah sepantasnya disalurkan pada hal-hal yang wajib, mulai dari menafkahi keluarga serta menunaikan zakat jika telah mencapai nishab dan haul. Setelah itu barulah disalurkan pada hal-hal lain yang bermanfaat.
Keempat: Hadis ini merupakan pertanda bolehnya seseorang mengumpulkan harta yang halal yang nantinya akan ia gunakan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan pada dirinya.
Ibnu Hibban membawakan hadis ini dalam kitab Shahihnya pada Bab “Mengumpulkan harta yang halal.”
Kelima: Tidak apa-apa seseorang itu kaya, asalkan bertakwa dan memiliki sifat qona’ah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
“Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4/69. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kaya harta tidaklah tercela. Namun yang tercela adalah tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa yang Allah beri. Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)
Pujian
Nabi SAW memberi pujian kepada seorang Muslim yang dermawan dan membelanjakan hartanya dalam kebaikan.
Dalam sebuah hadis dari Abdullâh bin Umar Radhiyallahu anhuma, Nabi SAW bersabda: