Kisah Quraish Shihab dan Gus Mus Saat Kuliah di Mesir

Kamis, 12 Agustus 2021 - 15:20 WIB
loading...
Kisah Quraish Shihab dan Gus Mus Saat Kuliah di Mesir
Quraish Shihab dan Gus Mus. Foto/Ist
A A A
Kisah Quraish Shihab dan Gus Mus saat kuliah di Mesir cukup mengesankan. Bagaimana tidak, di Al-Azhar Mesirinilah persahabatan kedua tokoh berpengaruh mulai terjalin sejak 53 tahun yang lalu itu.



Quraish Shihab yang bernama lengkap Prof Dr AG H Muhammad Quraish Shihab, Lc, MA adalah cendekiawan muslim dalam ilmu-ilmu Al Qur'an. Sedangkan Gus Mus yang bernama lengkap Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri lebih dikenal sebagai kiai dan budayawan.

Kedua tokoh ini memiliki nostalgia yang menyenangkan tatkala sama-sama kuliah di Mesir. Gus Mus memanggil Om kepada Quraish Shihab. Sedangkan Quraish memanggil Akhi kepada Gus Mus.

Ini memang terasa aneh. Soalnya, Quraish Shihab dan Gus Mus adalah sebaya. Quraish kelahiran 16 Februari 1944 sedangkan Gus Mus lahir 10 Agustus 1944. Quraish lahir di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan sedangkan Gus Mus lahir di Rembang, Jawa Tengah.

“Gus Mus ini tidak suka dipanggil 'Om',” ungkap Quraish suatu ketika saat keduanya tampil bersama dalam acara "Mata Najwa".

"Kami berjumpa pertama kali dengan Gus Mus di bawah lindungan Al-Azhar,” kata Quraish berkisah.



Gus Mus mengaku, dirinya kuliah di Al-Azhar Mesir hanya mencari teman. Sedangkan Quraish disebutnya mencari ilmu. "Saya di Al-Azhar mencari kawan,” ujar Gus Mus. "Om Quraish lebih digandrungi banyak wanita semasa kuliah di Al-Azhar," canda Gus Mus.

Persahabatan, bagi keduanya, memiliki makna yang dalam. Bagi Gus Mus, persahabatan mereka adalah upaya untuk memanusiakan satu sama lain.

Sedangkan bagi Quraish, sahabat adalah perwujudan atas diri sendiri kepada orang lain. “Kami bersahabat, tapi saling menjaga. Kalau saya gembira, Gus Mus ikut gembira. Kalau saya gundah, Gus Mus ikut gundah,” kata Quraish.

Hubungan persahabatan model beginilah yang membuat keduanya tetap akrab meski seringkali mempunyai perbedaan-perbedaan pandangan.

Quraish sangat mempertimbangkan pendapat Gus Mus tentang suatu hal, begitupun sebaliknya.

Hal yang mengesankan lainnya, keduanya sama-sama menggemari sepakbola. Keduanya pun penggemar Madridtista atau fans klub Spanyol, Real Madrid.

Terlebih tentang klub bola bernama Bu’uts yang dibentuk keduanya semasa mahasiswa di Al-Azhar. “Dia jago, tapi sering saya gagalkan mencetak gol,” kata Quraish yang lebih sering menjadi penjaga gawang, tidak seperti Gus Mus yang lebih sering menjadi penyerang.

Gus Mus menilai olahraga yang paling digemari sejagat itu ialah perwujudan kehidupan yang main-main atau laibun wa lahwun dalam bahasa Al-Quran. “Coba Anda lihat orang di sepakbola. Itu, kan, aneh. Kenapa bolanya hanya satu? Habis ditendang ke luar, lalu dimasukkan lagi. Di tendang ke luar lagi, dimasukkan lagi," kata Gus Mus.

"Itu sama halnya dengan hidup. Kita mengejar sesuatu, memperebutkan sesuatu dalam sebuah permainan. Jadi, jangan serius-serius dalam hidup,” katanya.



Sementara menurut Quraish, sepakbola adalah tuntunan dalam mencapai tujuan kehidupan. Menurutnya, antar satu manusia dan manusia lain mesti saling bekerjasama dan berusaha bersama-sama, seperti halnya sebelas pemain dalam satu klub bola yang berusaha mencetak gol ke gawang lawan. “Tidak selalu yang mencetak gol yang hebat, tapi yang mengoper bola,” kata Qurasih.

Sepakbola mengajarkan manusia untuk siap menerima kekalahan dalam kehidupan, bersabar, dan bersemangat, tambah Quraish. “Tidak ada yang dicurangi dalam sepakbola.”
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1841 seconds (0.1#10.140)