Kisah Jimat Sulaiman dan Jin Mencumbui Semua Istri Sang Nabi

Senin, 18 Oktober 2021 - 05:15 WIB
loading...
A A A
Ibn Katsîr (w. 774 H), misalnya, dalam tafsirnya menyatakan “Allah SWT tidak menerangkan hakikat jasad yang Dia letakkan di atas kursinya. Kita mengimani bahwa Allah menguji beliau dengan meletakkan sebuah jasad di atas kursinya, dan kita tidak mengetahui tentang jasad itu?

Semua perkataan yang membicarakan tentang hal itu berasal dari cerita Israiliyyat; kita tidak mengetahui benar dan dustanya, wallahu a’lam.”

Sebagian ahli tafsir ada mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ujian ini ialah kehilangan kerajaan Sulaiman disebabkan aib yang biasa terjadi pada manusia sehingga orang lain duduk di atas singgasananya. Yakni setelah ujian itu, beliau kembali kepada Allah Ta'ala, berdoa dan meminta ampunan-Nya, serta meminta kerajaan yang tidak patut dimiliki seorang pun setelahnya.

Ibnu Hazm (w. 456 H) menegaskan, “Ini semua khurafat kisah palsu dan dusta. Isnâdnya sama sekali tidak shahîh”. Ibn al-Jauzî (w. 597 H) juga menyebutkan kisah di atas “tidak absah dan tidak disebutkan oleh orang yang terpercaya”.

Al-Qurthubî (w. 671 H) dalam tafsirnya mengomentari pendapat orang yang menafsirkan “ujian” dengan kisah di atas, “Pendapat ini dilemahkan (para ulama)”.

Sedangkan Abu Hayyân (w. 745 H) dalam Tafsîr al-Bahr al-Muhîth bertutur, “Kisah ini tidak halal untuk dinukil dan termasuk karangan orang-orang Yahudi serta kaum zindiq”.

Al-Îjî (w. 894 H) dalam Jâmi’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân juga menjelaskan, “Ketahuilah, tidak ada satupun hadits shahîh yang menyebutkan perincian kisah tersebut. Adapun apa yang dinukil dari salaf, kemungkinan besar termasuk isrâîliyyât,” ujarnya.

“Ini kedustaan yang besar dan perkara yang serius. Keabsahan penisbatan cerita ini kepada Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu tidak kita terima,” tambah Al-Alûsî Abu ats-Tsanâ dalam kitabnya Rûh al-Ma’ânî.

Sebagian ulama yang menyebutkan bahwa sanad (jalur periwayatan) kisah tersebut hingga Ibnu Abbâs kuat, sebagaimana yang dikatakan Ibnu Katsîr, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, dan as-Suyûthî, hal tersebut tidaklah menafikan kebatilan kisah ini. Sebab andaikan sanad tersebut memang shahîh sampai ke Ibnu Abbâs ra, beliau hanyalah menukil kisah batil tersebut dari Ahlul Kitab yang masuk Islam. [Ibnu Abbâs menukil kisah tersebut dari Ka’ab al-Ahbâr, sebagaimana dalam ad-Durr al-Mantsûr (XII/573)].

Kisah tersebut diyakini tidak diambil Ibnu Abbas ra dari Rasulullah SAW. Buktinya pada kesempatan lain, Ibnu Katsir dan as-Suyuthî menegaskan bahwa kisah tersebut termasuk khurafat israîliyyât.

Selain kisah tersebut diragukan keabsahan sanadnya, alur ceritanya juga mengandung kebatilan-kebatilan yang berkonsekuensi menodai kesucian kenabian dan keyakinan-keyakinan batil lainnya.

Jika kita telah mengetahui bahwa kisah Nabi Sulaiman Alaihissallam dengan cincinnya batil, maka kisah tersebut tidak layak untuk dijadikan sebagai tafsir dari ayat al-Qur’an. Namun timbul pertanyaan, “Tafsir seperti apakah yang benar dari ayat tersebut?”.

Para ulama pakar menyebutkan, tafsir yang paling pas untuk “ujian” yang disebut ayat tersebut di atas, adalah hadits shahîh yang diriwayatkan oleh Bukhâri dan Muslim:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قَالَ سُلَيْمَانُ: َلأََطُوْفَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى تِسْعِينَ امْرَأَةً كُلُّهُنَّ تَأْتِي بِفَارِسٍ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ: قُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، فَلَمْ يَقُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، فَطَافَ عَلَيْهِنَّ جَمِيعًا فَلَمْ يَحْمِلْ مِنْهُنَّ إِلاَّ امْرَأَةٌ وَاحِدَةٌ جَاءَتْ بِشِقِّ رَجُلٍ، وَايْمُ الَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَوْ قَالَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فُرْسَانًا أَجْمَعُونَ”
.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullâh SAW bersabda, “(Pada suatu hari) Nabi Sulaiman as berkata, “Malam ini aku akan berhubungan badan dengan sembilan puluh istriku. Masing-masing (pasti) akan melahirkan lelaki penunggang kuda yang kelak berjihad di jalan Allah Azza wa Jalla.

Malaikat berkata padanya, “Katakan insyaAllah!”.

Tetapi Nabi Sulaiman tidak mengucapkan insyaAllah. Lalu beliau berhubungan badan dengan seluruh istrinya tersebut, namun tidak seorangpun dari mereka yang mengandung, kecuali hanya satu. Itupun tatkala bersalin, melahirkan bayi hanya setengah badan [HR Bukhâri dan Muslim]

Demi Allah, andaikan Nabi Sulaiman as mengucapkan insyaAllah; niscaya (akan lahir sembilan puluh anak laki-laki) seluruhnya menjadi penunggang kuda yang berjihad di jalan Allah”[Lihat HR. Bukhâri (XI/524 no. 6639 –al-Fath) dan Muslim (III/1276 no. 1654).

Tafsir Al-Muyassar yakni Kementerian Agama Saudi Arabia Surat Shad ayat 34-36: "Dan sungguh Kami telah menguji Sulaiman dan Kami meletakan separuh tubuh anaknya di atas singgasananya. Anak ini lahir Setelah sulaiman bersumpah akan menggilir istri-istrinya, sehingga masing-masing dari mereka akan melahirkan seorang penunggang kuda yang handal yang berjihad di jalan Allah, namun ia tidak mengucapkan ‘insyaAllah’. Lalu Sulaiman melakukan sumpahnya, tetapi tidak seorangpun dari mereka yang mengandung kecuali seorang istri yang akhirnya melahirkan separuh jasad bayi.

Kemudian Sulaiman kembali kepada tuhannya dan bertaubat dia berkata: ”Wahai tuhanku ampunilah dosaku, dan berikanlah kepadaku kerajaan yang besar yang tidak akan dimiliki oleh seorang pun sesudahku, sesungguhnya Engkau maha banyak berderma dan memberi” maka Kami mengabulkan permintaannya. Kami menundukan angin untuknya sehingga ia berhembus sesuai dengan keinginannya, ia taat kepada Sulaiman sekalipun ia keras lagi kuat."
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2450 seconds (0.1#10.140)