3 Tingkatan Mempelajari Ilmu Al-Qur'an
loading...
A
A
A
Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia,
Lulusan Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Suud LIPIA,
Jurusan Perbandingan Mazhab
Ilmu Al-Qur'an itu ada banyak jenisnya. Ada ilmu yang sekadar untuk bisa baca saja, tanpa hafal apalagi tahu isinya. Istilahnya ilmu tilawah atau ilmu belajar baca Qur'an.
Ada juga kalau sudah bisa baca, naik ke ilmu menghafal atau sering disebut program tahfizh. Namun kalau ingin tahu apa isi Al-Qur'an dan kandungannya, detail hukum-hukumnya, pasti bukan tilawah atau tahfiz, melainkan ilmu tafsir.
1. Tilawah
Tilawah inilah yang akan paling banyak dipakai dalam keseharian, setidaknya untuk sholat. Tidak bisa tilawah, shalat bisa tidak diterima. Sebab salah satu rukun shalat adalah baca Al-Fatihah.
Pokoknya semua orang Islam kudu musti wajib bisa tilawah. Tilawah itu dasarnya. Keislaman kita bisa bermasalah kalau tilawah tidak mampu.
Untungnya mendirikan lembaga pendidikan yang terkait dengan Al-Qur'an itu yang paling mudah buat pemula adalah tilawah. Soalnya banyak sekali tenaga pengajar yang bisa mengajarkan tilawah. Setidaknya sekedar mengajarkan baca Qur'an secara mendasar.
Pelatihan metode IQRO' bisa menyiapkan tenaga pengajar cukup dengan pelatihan 2-3 hari saja. Kalau Qiroati memang agak lebih ketat, sehingga tidak semua bisa ikut kursus jadi pengajar.
Teman saya malah bikin metode Aku Bisa. Belajar baca Qur'an dan langsung bisa saat ini juga.
2. Tahfizh
Level berikutnya adalah tahfizh. Meski tidak terlalu penting, karena bukan kewajiban, namun program tahfizh adalah program paling mudah. Tenaga SDM Tahfizh itu amat berlimpah. Mengkader guru Tahfizh pun tidak butuh waktu terlalu lama. Dua tiga tahun pun sudah pada bisa jadi guru Tahfizh.
Malah sebagian ada yang nekat juga. Belum hafal 30 juz pun sudah ngajar tahfizh. Walaupun bukan syarat mutlak, tapi tetap saja agak menjatuhkan gengsi gurunya bahkan lembaganya.
Ibaratnya karate, baru ban ijo tapi sok udah jadi pelatih. Ibarat Pramuka, baru penggalang tapi sudah ingin jadi pembina. Ibarat sekolah, SMP pun belum lulus tapi sudah mau ngajar SD.
Sah-sah saja kalau sekolahannya bikin sendiri dan tidak ikut diknas. Manfaat Tahfizh akan terasa lebih nyata ketika ada banyak permintaan jadi imam masjid. Apalagi di beberapa negara Timur Tengah, tawaran jadi imam masjid, atau setidaknya jadi muazzin cukup menggiurkan gajinya.
Yang sering orang salah duga ketika ada seorang sudah Hafizh 30 juz, dianggap otomatis paham isi kandungan Al-Qur'an. Padahal sama sekali tidak ada hubungannya.
3. Tafsir
Untuk memahami Al-Qur'an, ilmu yang dibutuhkan bukan ilmu tilawah, juga bukan tahfizh. Tetapi ilmu tafsir. Sayangnya, yang paling sulit dididirikan justri lembaga pendidikan di bidang tafsir. Soalnya kita tidak punya banyak stok ahli tafsir untuk bisa mengajar.
Kalau pun ada, jumlahnya amat sangat terbatas. Tidak sebanyak tenaga untuk mengajar tilawah atau tahfizh. Maka wajar sekali di negeri kita yang lebih tumbuh subur menjamur justru kelas tilawah dan tahfizh.
Sedangkan kelas tafsir nyaris belum saya temukan, kecuali hanya berupa kajian majelis taklim umum. Sedangkan dalam bentuk pondok pesantren selevel SMP-SMA yang khusus tafsir belum pernah lihat langsung.
Bahkan di level kuliahan pun nyaris tidak ada yang bisa menyelesaikan hingga 30 juz tafsir. Kuliah di LIPIA jenjang S-1 kita hanya berhasil menyelesaikan tafsir sebanyak 8 juz. Karena logikanya setiap satu semester ditargetkan menyelesaikan 1 juz tafsir. Jadi kuliah 8 semester bisa selesaikan 8 juz.
Kalau pakai hitungan yang sama, untuk selesai 30 juz berarti butuh 15 tahun kuliah. Padahal kami bisa selesaikan tafsir 1 juz dalam 1 smester karena semua mahasiswanya sudah lancar bahasa Arab. Dimana mata kuliah tafsir disampaikan seminggu tiga kali.
Mungkin kalau seminggu enam kali pertemuan, bisa saja dalam 1 semester dapat 2 juz. Sehingga untuk menyelesaikan 30 juz butuh 15 semester, setara dengan kuliah 7,5 tahun.
Seandainya kita bikin kajian tafsir intensif setiap hari, Senin sampai Sabtu tiap bakda Shubuh, kira-kira 7,5 tahun baru selesai 30 juz.
Sebab tafsir beda jauh dengan tilawah atau tahfizh. Tahfizh di beberapa pondok bisa selesai hanya dalam hitungan 3 tahunan. Ada yang lebih cepat dan ada yang lebih lambat.
Baca Juga: 4 Tingkatan Membaca Al-Qur'an, Kamu yang Mana?
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia,
Lulusan Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Suud LIPIA,
Jurusan Perbandingan Mazhab
Ilmu Al-Qur'an itu ada banyak jenisnya. Ada ilmu yang sekadar untuk bisa baca saja, tanpa hafal apalagi tahu isinya. Istilahnya ilmu tilawah atau ilmu belajar baca Qur'an.
Ada juga kalau sudah bisa baca, naik ke ilmu menghafal atau sering disebut program tahfizh. Namun kalau ingin tahu apa isi Al-Qur'an dan kandungannya, detail hukum-hukumnya, pasti bukan tilawah atau tahfiz, melainkan ilmu tafsir.
1. Tilawah
Tilawah inilah yang akan paling banyak dipakai dalam keseharian, setidaknya untuk sholat. Tidak bisa tilawah, shalat bisa tidak diterima. Sebab salah satu rukun shalat adalah baca Al-Fatihah.
Pokoknya semua orang Islam kudu musti wajib bisa tilawah. Tilawah itu dasarnya. Keislaman kita bisa bermasalah kalau tilawah tidak mampu.
Untungnya mendirikan lembaga pendidikan yang terkait dengan Al-Qur'an itu yang paling mudah buat pemula adalah tilawah. Soalnya banyak sekali tenaga pengajar yang bisa mengajarkan tilawah. Setidaknya sekedar mengajarkan baca Qur'an secara mendasar.
Pelatihan metode IQRO' bisa menyiapkan tenaga pengajar cukup dengan pelatihan 2-3 hari saja. Kalau Qiroati memang agak lebih ketat, sehingga tidak semua bisa ikut kursus jadi pengajar.
Teman saya malah bikin metode Aku Bisa. Belajar baca Qur'an dan langsung bisa saat ini juga.
2. Tahfizh
Level berikutnya adalah tahfizh. Meski tidak terlalu penting, karena bukan kewajiban, namun program tahfizh adalah program paling mudah. Tenaga SDM Tahfizh itu amat berlimpah. Mengkader guru Tahfizh pun tidak butuh waktu terlalu lama. Dua tiga tahun pun sudah pada bisa jadi guru Tahfizh.
Malah sebagian ada yang nekat juga. Belum hafal 30 juz pun sudah ngajar tahfizh. Walaupun bukan syarat mutlak, tapi tetap saja agak menjatuhkan gengsi gurunya bahkan lembaganya.
Ibaratnya karate, baru ban ijo tapi sok udah jadi pelatih. Ibarat Pramuka, baru penggalang tapi sudah ingin jadi pembina. Ibarat sekolah, SMP pun belum lulus tapi sudah mau ngajar SD.
Sah-sah saja kalau sekolahannya bikin sendiri dan tidak ikut diknas. Manfaat Tahfizh akan terasa lebih nyata ketika ada banyak permintaan jadi imam masjid. Apalagi di beberapa negara Timur Tengah, tawaran jadi imam masjid, atau setidaknya jadi muazzin cukup menggiurkan gajinya.
Yang sering orang salah duga ketika ada seorang sudah Hafizh 30 juz, dianggap otomatis paham isi kandungan Al-Qur'an. Padahal sama sekali tidak ada hubungannya.
3. Tafsir
Untuk memahami Al-Qur'an, ilmu yang dibutuhkan bukan ilmu tilawah, juga bukan tahfizh. Tetapi ilmu tafsir. Sayangnya, yang paling sulit dididirikan justri lembaga pendidikan di bidang tafsir. Soalnya kita tidak punya banyak stok ahli tafsir untuk bisa mengajar.
Kalau pun ada, jumlahnya amat sangat terbatas. Tidak sebanyak tenaga untuk mengajar tilawah atau tahfizh. Maka wajar sekali di negeri kita yang lebih tumbuh subur menjamur justru kelas tilawah dan tahfizh.
Sedangkan kelas tafsir nyaris belum saya temukan, kecuali hanya berupa kajian majelis taklim umum. Sedangkan dalam bentuk pondok pesantren selevel SMP-SMA yang khusus tafsir belum pernah lihat langsung.
Bahkan di level kuliahan pun nyaris tidak ada yang bisa menyelesaikan hingga 30 juz tafsir. Kuliah di LIPIA jenjang S-1 kita hanya berhasil menyelesaikan tafsir sebanyak 8 juz. Karena logikanya setiap satu semester ditargetkan menyelesaikan 1 juz tafsir. Jadi kuliah 8 semester bisa selesaikan 8 juz.
Kalau pakai hitungan yang sama, untuk selesai 30 juz berarti butuh 15 tahun kuliah. Padahal kami bisa selesaikan tafsir 1 juz dalam 1 smester karena semua mahasiswanya sudah lancar bahasa Arab. Dimana mata kuliah tafsir disampaikan seminggu tiga kali.
Mungkin kalau seminggu enam kali pertemuan, bisa saja dalam 1 semester dapat 2 juz. Sehingga untuk menyelesaikan 30 juz butuh 15 semester, setara dengan kuliah 7,5 tahun.
Seandainya kita bikin kajian tafsir intensif setiap hari, Senin sampai Sabtu tiap bakda Shubuh, kira-kira 7,5 tahun baru selesai 30 juz.
Sebab tafsir beda jauh dengan tilawah atau tahfizh. Tahfizh di beberapa pondok bisa selesai hanya dalam hitungan 3 tahunan. Ada yang lebih cepat dan ada yang lebih lambat.
Baca Juga: 4 Tingkatan Membaca Al-Qur'an, Kamu yang Mana?
(rhs)