Begini Sanksi Suami yang Menyetubuhi Dubur Istrinya

Senin, 15 November 2021 - 16:05 WIB
loading...
Begini Sanksi Suami...
Suami yang menyetubuhi isteri pada duburnya, dan istrinya mentaatinya, maka keduanya diberi sanksi ta’zir. (Foto/Ilustrasi : Ist)
A A A
Islam melarang keras menyetubuhi istri pada duburnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan suami yang menyetubuhi isteri pada duburnya, dan istrinya mentaatinya, maka keduanya diberi sanksi ta’zir. Jika keduanya terus melakukan itu maka keduanya diceraikan, sebagaimana dipisahkan antara pria yang nista dengan wanita yang dinistainya.



Pernyataan Ibnu Taimiyah ini disampaikan dalam kitabnya "Majmuu’ Fataawaa" setelah mendapat pertanyaan: “Hukuman apakah yang harus ditimpakan kepada orang yang menyetubuhi isterinya pada duburnya?"

Ibnu Taimiyah menjelaskan menyetubuhi pada dubur (lubang anus) adalah haram menurut Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, demikian pula pendapat para imam kaum muslimin dari kalangan sahabat, tabi’in, dan selain mereka.

Disebutkan dalam hadits shahih bahwa kaum Yahudi pernah mengatakan: “Jika seseorang menyetubuhi isterinya pada kemaluannya lewat belakangnya, maka anaknya akan bermata juling.”

Mendengar hal itu kaum muslimin bertanya tentang perkara tersebut kepada Nabi SAW, lalu turunlah ayat:

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ


Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki…” [ QS Al-Baqarah/2: 223 ].

Mengutip Ibnu Taimiyah, Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq dalam Kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa menjelaskan arti al-harts (di dalam ayat di atas) adalah tempat menanam, dan anak hanyalah ditanam pada kemaluan, bukan pada dubur.

(فَأْتُوْا حَـرْثَكُـمْ ) “Maka datangailah tanah tempat bercocok tanammu,” yaitu tempat anak ditanam dan dilahirkan. (أَنَى شِئْتُمْ ) “Bagaimana saja kamu kehendaki,” yakni dari mana saja; dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kirinya.

Allah Ta’ala telah menamakan wanita dengan al-harts (tempat bercocok tanam), karena yang diberi keringanan hanyalah mendatangi tempat-tempat bercocok tanam, dan tempat bercocok tanam hanyalah di kemaluan.

Disebutkan dalam beberapa atsar bahwa menyetubuhi pada dubur adalah luuthiyah shughraa (homoseksual kecil).

Diriwayatkan secara sah dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يَسْـتَحْيِيْ مِنَ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْتُوا النِّسَـاءَ فِيْ حُشُوْشِهِنَّ.

“Sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran, janganlah kalian mendatangi wanita (isteri) pada selain kemaluannya.”



Lalu bagaimana halnya dengan tempat yang di dalamnya terdapat najis berat? Di samping itu, ini juga termasuk jenis liwath ( homoseksual ).

Abu Hanifah , para sahabat asy-Syafi’i , Ahmad dan para sahabatnya berpendapat bahwa semua itu haram, dan tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka. (Pendapat) ini adalah pendapat yang populer dari madzhab Maliki dan sahabatnya.

Ibnu Taimiyah mengatakan barangsiapa yang mencampuri isterinya pada duburnya, ia wajib dihukum atas perbuatannya itu dengan sanksi yang membuat keduanya jera. Jika diketahui bahwa keduanya tidak jera, maka keduanya harus dipisahkan, wallaahu a’lam.

Sementara Ibnu Qudamah, dalam kitab Al-Mughnii bisy Syarhil Kabiir, ketika ditanya: “Jika suami melakukan perbuatan yang dilarang dan dia mencampuri isterinya pada duburnya karena kebodohan mengenai hukum ini, maka apakah ada hadd (hukuman yang ada ketentuannya dalam syari’at) untuk itu?”

Beliau menjawab: "Jika dia mencampuri isterinya pada duburnya, maka tidak ada hadd atasnya; karena dalam perbuatan yang dilakukannya terkandung syubhat, tapi dia diberi sanksi ta’zir karena perbuatan haram yang dilakukannya.

Wanita diwajibkan mandi, karena masuknya kemaluan ke dalam lubang (dubur). Hukumnya sama dengan hukum menyetubuhi kemaluan dalam hal membatalkan berbagai peribadahan. Jika persetubuhan tersebut dilakukan terhadap wanita asing (bukan isterinya), maka wajib dikenakan sanksi yang diberlakukan untuk pelaku sodomi atau homoseks.

Sebagai catatan hukum ta'zir merupakan hukuman yang diberikan kepada orang yang melakukan kejahatan, di mana ancaman kejahatan tersebut tidak disebutkan hukumannya secara pasti dalam Al Qur'an maupun dalam Hadits. Hukuman tersebut diserahkan kepada hakim atau penguasa untuk menentukannya.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2538 seconds (0.1#10.140)