Inilah Terapi Penyakit Dimabuk Cinta

Selasa, 14 Desember 2021 - 08:21 WIB
loading...
Inilah Terapi Penyakit...
Penyakit al-isyq (penyakit cinta) akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa mahabbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Ibnu Qayyim mengatakan penyakit al-isyq (penyakit cinta) akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa mahabbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Namun, sebagai salah satu jenis penyakit, penyakit cinta ini dapat disembuhkan dengan terapi-terapi tertentu.

Dalam kitabnya 'Zadul Ma’ad' Ibnu Qayyim menyebut ada enam terapi penyakit cinta atau al-isyq, yakni sebagai berikut:

1. Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan takdirnya, maka inilah terapi yang paling utama.



Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Hai sekalian pemuda, barang siapa yang mampu untuk menikah maka hendaklah dia menikah, barang siap yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina)”.

Hadis ini memberikan dua solusi, solusi utama, dan solusi pengganti. Solusi petama adalah menikah, maka jika solusi ini dapat dilakukan maka tidak boleh mencari solusi lain.

Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan”.

Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firman-Nya:
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”.[ QS An-Nisa/4 : 28 ]

Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikannya terhadap hambaNya dan kelemahan manusia untuk menahan syahwatnya dengan membolehkan mereka menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat, sebagaimana Allah membolehkan bagi mereka mendatangi budak-budak wanita mereka.

Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita jika mereka butuh sebagai peredam syahwat, keringanan dan rahmati-Nya terhadap makhluk yang lemah ini.

2. Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan karena tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan takdir, penyakit ini bisa semangkin ganas.

Adapun terapinya harus dengan meyakinkan dirinya bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi, lebih baik baginya untuk segera melupakannya. Jiwa yang berputus asa untuk mendapatkan sesuatu, niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya.

Jika ternyata belum terlupakan, akan berpengaruh terhadap jiwanya sehingga semakin menyimpang jauh. Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain yaitu dengan mengajak akalnya berpikir bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang mustahil dapat dijangkau adalah perbuatan gila, ibarat pungguk merindukan bulan.

Bukankah orang-orang akan menganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras? Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya tertutup karena larangan syariat, terapinya adalah dengan menganggap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya.

Jalan keselamatan adalah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu ke arah yang diinginkannya tertutup, dan mustahil tercapai.

3. Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal, pertama karena takut (kepada Allah) yaitu dengan menumbuhkan perasaan bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih kekal.



Seseorang yang berakal jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu yang cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, akan memilih yang lebih tinggi derajatnya. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, ataupun menghayal terbang melayang jauh, ketika tersadar ternyata hanyalah mimpi dan khayalan, akhirnya sirnalah segala keindahan semu, tinggal keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan menunggu.

4. Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak terima dengan terapi tadi, maka hendaklah berpikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya segera, dan kemaslahatan yang akan gagal diraihnya. Sebab, mengikuti hawa nafsunya akan menimbulkan kerusakan dunia dan menepis kebaikan yang datang, lebih parah lagi dengan memperturutkan hawa nafsu ini akan menghalanginya untuk mendapat petunjuk yang merupakan kunci keberhasilannya dan kemaslahatannya.

5. Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu mengingat sisi-sisi kejelekan kekasihnya, dan hal-hal yang membuatnya dampat menjauh darinya. Jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya niscaya dia akan mendapatkannya lebih dominan dari keindahannya. Hendaklah dia banyak bertanya kepada orang-orang yang berada di sekeliling kekasihnya tentang berbagai kejelekannya yang tersembunyi baginya.

Sebab, sebagaimana kecantikan adalah faktor pendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya demikian pula kejelekan adalah pendorong kuat agar dia dapat membencinya dan menjauhinya.

Hendaklah dia mempertimbangkan dua sisi ini dan memilih yang terbaik baginya. Jangan sampai terperdaya dengan kecantikan kulit dengan membandingkannya dengan orang yang terkena penyakit sopak dan kusta, tetapi hendaklah dia memalingkan pandangannnya kepada kejelekan sikap dan perilakunya, hendaklah dia menutup matanya dari kecantikan fisik dan melihat kepada kejekan yang diceritakan mengenainya dan kejelekan hatinya.

6. Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir adalah mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah yang senantiasa menolong orang-orang yang ditimpa musibah jika memohon kepadaNya. Hendaklah dia menyerahkan jiwa sepenuhnya di hadapan kebesaranNya, sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri.

Jika dia dapat melaksanakan terapi akhir ini, maka sesunguhnya dia telah membuka pintu taufik (pertolongan Allah).



Wallahu A'lam
(wid)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2276 seconds (0.1#10.140)