Kiamat Mendekat: Sungai Efrat Kian Surut, Tinggal Tunggu Munculnya Gunung Emas

Kamis, 06 Januari 2022 - 14:42 WIB
loading...
Kiamat Mendekat: Sungai...
Sungai Efrat mengering akan diikuti munculnya gunung emas sebagai tanda kiamat kian mendekat. (Foto/Ilustrasi: AFP)
A A A
Bulan-bulan terakhir tahun 2021 sampai membuka tahun 2022 kini, Sungai Efrat kian mengering. Debit airnya menurun drastis. Para ahli memperingatkan bencana krisis kemanusiaan yang akan datang di Suriah, khususnya di wilayah timur laut. Di sini berkurangnya aliran sungai terjadi paling cepat dibanding wilayah lain.



Persoalannya boleh jadi tak sesederhana itu. Jika sungai ini mengering, maka kita tinggal menunggu apa yang disabdakan Rasulullah SAW:

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَحْسِرَ الْفُرَاتُ عَنْ جَبَلٍ مِنْ ذَهَبٍ، يَقْتَتِلُ النَّاسُ عَلَيْهِ، فَيُقْتَلُ مِنْ كُلِّ مِائَةٍ، تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ، وَيَقُولُ كُلُّ رَجُلٍ مِنْهُمْ: لَعَلِّي أَكُونُ أَنَا الَّذِي أَنْجُو


Kiamat tidak akan terjadi sampai al-furat mengering sehingga muncullah gunung emas. Manusia pun saling bunuh untuk memperebutkannya. Dari setiap seratus orang (yang memperebutkannya), terbunuhlah sembilan puluh sembilan orang. Setiap orang dari mereka mengatakan, ‘Mudah-mudahan aku-lah orang yang selamat.” (HR Muslim).

Faktanya, belum lagi gunung emas itu muncul, konflik dan saling bunuh sudah mewabah di sepanjang Sungai Efrat, terutama di Irak dan Suriah. Para ahli menyebut, perubahan iklim, perang, dan ekspansi pertanian mengakibatkan keringnya sungai ini.

Sungai Terpanjang
Sungai Efrat merupakan sungai terpanjang di Asia Barat. Sungai ada di tiga negara Asia, yaitu Turki, Suriah dan Irak. Dari sumbernya di kawasan timur Turki, Sungai Efrat mengalir melintasi Suriah dan Irak. Sampai akhirnya bersatu dengan Sungai Tigris sebelum berakhir di Sungai Syattul Arab yang bermuara di Teluk Persia.

Sungai Efrat telah menjadi pemasok air terbesar di kawasan Asia Barat, khususnya Suriah. Banyak warga Suriah memanfaatkan air Sungai Efrat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Misal, para petani menggunakannya untuk mengairi lahan. Sementara di utara Suriah, aliran sungai Eufrat digunakan untuk pembangkit listrik dan memasok kebutuhan listrik jutaan penduduk.

Salah satu petani di Suriah, Khaled al-Khamees (50) menceritakan, ia selalu mengandalkan air dari Sungai Eufrat untuk mengairi lahan pertanian zaitunnya. Namun, sejak sungai tersebut mulai surut, ia kesulitan mendapatkan air. Pohon-pohon zaitunnya layu. Khaled bahkan juga tak mampu menyediakan air untuk keluarganya.

“Seolah-olah kita berada di padang pasir. Kami berpikir untuk pergi karena tidak ada air yang tersisa untuk diminum atau mengairi pepohonan.” ujar Khaled, seperti dilaporkan ACTNews.

Ayah 12 anak ini mengatakan, dia belum pernah melihat sungai yang begitu jauh dari desa selama beberapa dekade. “Para wanita harus berjalan 7 km hanya untuk mendapatkan seember air untuk minum anak-anak mereka,” kata Khaled.



Pada 2013, NASA dan Universitas California sudah merilis sebuah hasil penelitian. Kedua lembaga itu melaporkan Sungai Efrat dan Tigris sudah mulai mengering. "Para ilmuwan menemukan selama tujuh tahun dari 2003, cekungan sungai Tigris dan Eufrat di bagian Turki , Suriah , Irak , dan Iran kehilangan 117 juta kaki acre (144 kilometer kubik) air tawar," tulis laporan itu seperti dikutip Press TV.

Bukan hanya itu saja. Bendungan yang terintegrasi dengan Sungai Eufrat disebut sejumlah ahli juga menyusut sehingga mengancam pemadaman listrik bagi jutaan warga Suriah. Di Bendungan Tishrin, misalnya. Terjadi penurunan debit air parah yang belum pernah terjadi sejak bendungan tersebut dibangun pada 1999. “Ini bencana kemanusiaan,” kata Hammoud al-Hadiyyeen, operator utama Bendungan Tishrin

Saban musim semi, air Sungai Eufrat biasanya melimpah hingga ke kebun zaitun milik Khaled al-Khamees, warga desa Rumaylah di Provinsi Aleppo, Suriah. Tapi hari-hari ini, sungai kuno itu hanya meliuk di kejauhan. Pohon-pohonnya meranggas. Air minum kian langka.

Sejak Januari 2021, level air menyusut sebanyak lima meter. Level air kini hanya berkisar beberapa sentimeter di atas "zona mati,” di mana turbin bendungan akan terhenti secara otomatis akibat kekurangan air.

"Kapasitas bendungan hidroelektrik di timur laut Suriah sejak tahun lalu dilaporkan anjlok sebanyak 70 persen," kata Kepala Otoritas Energi, Welat Darwish.

Sepertiga stasiun pompa yang bertebaran di sepanjang bantaran sungai kini juga mulai kekurangan air, atau bahkan mengering sama sekali.

Organisasi bantuan dan kelompok lingkungan sudah mewanti-wanti petaka kelangkaan air yang menghantui timur laut Suriah. Aliran air menyusut oleh kerusakan infrastruktur akibat perang berkepanjangan.

Dirayakan sebagai sungai yang mengalir melalui Surga Eden dalam kisah Alkitab, Sungai Eufrat bergerak sejauh 2.800 kilometer dari Turki, melalui Suriah sebelum bermuara di Irak.

Di sepanjang pesisirnya, bertebaran kebun-kebun zaitun, gandum atau kacang-kacangan yang menghidupi warga di kedua negara hilir untuk melalui masa perang.



Gunung Emas
Mengeringnya Sungai Eufrat ditengarai akan munculnya gunung emas. Namun, sebelum munculnya gunung emas, banyak orang yang mengartikan gunung emas yang disebutkan dalam hadits Nabi sebagai minyak bumi. Maklum, minyak bumi juga sering disebut sebagai “emas hitam”.

Pada Februari lalu juga sudah muncul gunung emas di Kongo. Hal inilah yang mengundang sebagian umat Islam untuk mengasosiasikan kedua peristiwa tersebut sebagai tanda bahwa dunia akan segera fana.

عَنْ أَبِي هُرَيرَةَ قالَ: قالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: "يُوشِكُ الفُرَاتُ يَحْسِرُ عن كَنْزِ مِنْ ذّهَبِ، فَمَنْ حَضَرَهُ فَلاَ يَأْخُذْ مِنْهُ شَيْئاً"


Artinya, “Hampir terbuka al-furat dengan (beirisi) simpanan emas. Siapa yang mendatanginya jangan sekali-kali mengambilnya.” (HR At-Tirmidzi)

Dalam hadits tersebut dijelaskan tentang sebuah peristiwa yang terjadi di Sungai Efrat pada satu masa yang akan membuat geger manusia. Diketahui sejumlah peristiwa besar pernah terjadi di sungai itu.

Di dekat Sungai Efrat terjadi peristiwa pembantaian keturunan Rasulullah SAW. Hingga saat ini peperangan dan tragedi terus berlangsung di daerah-daerah sepanjang Efrat. Jika membuka lembaran sejarah ke belakang, perang antara Irak dan Iran pun terjadi di dekat Sungai Eufrat.

Cendekiawan Muslim asal Turki, Muhammad Fethullah Gulen dalam bukunya berjudul "Cahaya Abadi Muhammad SAW Kebanggaan Umat Manusia" menjelaskan bahwa hadits tersebut menggunakan kalimat metafora. Dimana terdapat kemungkinan-kemungkinan yang membuktikan wilayah itu akan menjadi sangat nyata.

Fethullah mencontohkan misalnya pada suatu saat air Sungai Eufrat akan menjadi sangat mahal hingga nilainya menyamai harga emas. Atau kemungkinan suatu saat nilai sumber daya yang dihasilkan sungai Eufrat setelah dieksplorasi akan menyamai nilai emas. "Atau mungkin pula yang terjadi adalah di suatu saat nanti di Sungai Efrat akan ditemukan sumur minyak atau tambang emas," ujarnya.

Tapi satu yang pasti, katanya lagi, yaitu bahwa penyebutan Sngai Eufrat oleh Rasulullah ini sebenarnya menunjuk bahaya yang terkandung pada potensinya sehingga menyerupai bom waktu yang mengancam dunia Islam, karena Rasulullah bersabda di ujung hadits; siapa saja yang mengalaminya, maka jangan mengambil sedikit pun darinya," jelasnya.

Menurut Fethullah Gulen, semua yang dijelaskan memang belum terjadi hingga saat ini, karena semuanya merupakan prediksi masa depan. Kendati demikian ketika menjadi kenyataan, manusia akan mengetahui kebenaran hadits Rasulullah tersebut.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1851 seconds (0.1#10.140)