Kisah Keturunan Nabi Ismail Terusir dari Mekkah dan Rusaknya Aqidah Pengelola Kakbah
loading...
A
A
A
Perawatan Kakbah dan Kota Mekkah pada mulanya ditangani Nabi Ibrahim AS . Selepas beliau wafat, tugas ini diambil alih Nabi Ismail AS dan keluarganya. Namun sepeninggal Nabi Ismail, terjadi kudeta kaum Jurhum. Putra-putra Nabi Ismail terusir.
Imam ath Thabari dalam kitabnya "Tarikh al Umam wa al Muluk" (2011) menceritakan, pernikahan Nabi Ismail dengan anak dari elite Jurhum dikaruniai 12 anak. Mereka adalah Nabit, Qidar, Adbil, Mubsim, Musymi', Dauma, Dawam, Masa, Haddad, Tsitsa, Yathur, dan Nafisy.
Pada usia 137 tahun, Nabi Ismail berpulang. Estafet kepemimpinan dan tanggung jawab pemeliharaan Ka'bah dan Mekkah diserahkan kepada putra pertamanya, Nabit. Sayangnya, kondisi itu tak diharapkan sebagian petinggi Jurhum, hingga kekuasaannya direbut tanpa perlawanan.
Kebesaran hati putra-putra Ismail ini digambarkan Ibn Hisyam dalam as Sirah an Nabawiyah (2014):
"Allah SWT menyebarkan anak-anak Ismail di Mekkah. Tapi, saudara mereka dari suku Jurhumlah yang menguasai Baitullah. Anak-anak Nabi Ismail tidak ingin menentang saudara-saudaranya yang sudah pasti akan meretakkan kekerabatan mereka. Selain itu, mereka juga menghormati kemerdekaan dan sikap penolakan terhadap peperangan."
Meski begitu, rasa tak nyaman tetap menjalar di benak putra-putra Nabi Ismail. Mereka memutuskan untuk pindah dan berpencar ke daerah lain. Beruntung, tidak ada satu pun kaum yang menolak. Semua tempat menerima dan tunduk pada keagungan nama Ibrahim.
Dua belas anak Nabi Ismail inilah yang menjadi cikal-bakal Arab al-Musta'-riba, yakni orang-orang Arab yang bertemu dari pihak ibu pada Jurhum dengan Arab al-'Ariba keturunan Ya'rub ibn Qahtan.
Sedang ayah mereka, Ismail anak Ibrahim, dari pihak ibunya erat sekali bertalian dengan Mesir, dan dari pihak bapak dengan Irak (Mesopotamia) dan Palestina, atau ke mana saja Nabi Ibrahim menginjakkan kaki.
Hanya saja, Dr Jawwad Ali dalam buku berjudul al-Mufashshal fi Tarikh al-Arab Qabla al-Islam atau "Sejarah Arab Sebelum Islam" menyebut Ismail berkomunikasi dengan bahasa suku Jurhum, setelah menikah dengan perempuan suku tersebut. Sedangkan Jurhum pada dasarnya berasal dari Yaman yang berbahasa asli Arab.
Menurut Jawwad Ali, Ismail menikahi istri Nabi Ismail bernama Hara binti Sa'ad bin Auf bin Hani bin Nabt bin Jurhum. Kemudian, Nabi Ismail menceraikannya berdasarkan wasiat bapaknya, Ibrahim. Selanjutnya, Ismail menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Sayyidah binti al-Harits bin Madhadh bin Amr bin Jurhum.
Seterusnya, keturunan Ismail hidup di tengah-tengah suku Jurhum. Suku inilah yang merawat Baitul Haram hingga kelak dikalahkan oleh Bani Haritsah bin Tsa'labah bin Amr bin Amir. Mereka adalah Bani Khuza'ah, menurut sebagian ahli sejarah.
Paganisme yang Mengakar
Dalam perjalanannya, mereka yang hidup di pusat penyembahan Allah yang Esa ini pelan tapi pasti meninggalkan agama tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim. Mengapa ini bisa terjadi?
Muhammad Husain Haekal dalam "Sejarah Hidup Muhammad" menulis penjelasan soal itu masih merupakan dugaan-dugaan yang sudah dianggap sebagai suatu kenyataan.
Menurutnya, kaum Sabian yang menyembah bintang mempunyai pengaruh besar di tanah Arab. Pada mulanya mereka - menurut beberapa keterangan - tidak menyembah bintang itu sendiri, melainkan hanya menyembah Allah dan mereka mengagungkan bintang-bintang itu sebagai ciptaan dan manifestasi kebesaranNya.
Oleh karena lebih banyak yang tidak dapat memahami arti ketuhanan yang lebih tinggi, maka diartikannya bintang-bintang itu sebagai tuhan.
Beberapa macam batu gunung dikhayalkan sebagai benda yang jatuh dan langit, berasal dan beberapa macam bintang. Dari situ mula-mula manifestasi tuhan itu diartikan dan dikuduskan.
Kemudian batu-batu itu yang disembah. Penyembahan itu dianggap begitu agung, sehingga tidak cukup bagi orang Arab hanya menyembah hajar aswad (batu hitam) yang di dalam Kakbah.
Bahkan dalam setiap perjalanan ia mengambil batu apa saja dan Kakbah untuk disembah dan dimintai persetujuannya akan tinggal ataukah akan melakukan perjalanan.
Mereka melakukan cara-cara peribadatan yang berlaku bagi bintang-bintang atau bagi pencipta bintang-bintang itu. Dengan cara-cara demikian menjadi kuatlah kepercayaan paganisma itu.
Patung-patung dikuduskan dan dibawanya sesajen-sesajen untuk itu sebagai kurban.
Haekal menjelaskan ini adalah suatu gambaran tentang perkembangan agama itu di tanah Arab sejak Nabi Ibrahim membangun Kakbah sebagai tempat beribadat kepada Tuhan, sebagaimana dilukiskan oleh beberapa ahli sejarah dan bagaimana pula hal itu kemudian berbalik dan menjadi pusat berhala.
Herodotus, sejarawan Yunani Kuno yang hidup pada abad ke-5 SM (sekitar 484 SM - 425 SM), menerangkan tentang penyembahan Lat itu di negeri Arab. Demikian juga Diodorus Siculus, sejarawan Yunani kuno yang hidup pada abad ke-1 SM, juga menyebutkan tentang rumah di Mekkah yang diagungkan itu.
Ini menunjukkan tentang paganisme yang sudah begitu tua di jazirah Arab dan bahwa agama yang dibawa Nabi Ibrahim di sana bertahan tidak begitu lama.
Dalam abad-abad itu sudah datang pula para nabi yang mengajak kabilah-kabilah jazirah itu supaya menyembah Allah semata-mata. Tetapi mereka menolak dan tetap bertahan pada paganisma.
Datang Nabi Hud mengajak kaum 'Ad yang tinggal di sebelah utara Hadzramaut supaya menyembah hanya kepada Allah; tapi hanya sebagian kecil saja yang ikut. Sedang yang sebagian besar malah menyombongkan diri dan berkata: "O Hud, kau datang tidak membawa keterangan yang jelas, dan kami tidak akan meninggalkan tuhan-tuhan kami hanya karena perkataanmu itu. Kami tidak percaya kepadamu." ( QS Hud : 53).
Bertahun-tahun lamanya Nabi Hud mengajak mereka. Hasilnya malah mereka bertambah buas dan congkak.
Demikian juga Nabi Saleh datang mengajak kaum Tsamud supaya beriman. Mereka ini tinggal di Hijr yang terletak antara Hijaz dengan Syam di Wadi'l-Qura ke arah timur daya dari Mad-yan (Midian) dekat Teluk 'Aqaba.
Sama saja, hasil ajakan Nabi Saleh itu tidak lebih seperti ajakan Nabi Hud juga. Kemudian datang Nabi Syu'aib kepada bangsa Madyan yang terletak di Hijaz, mengajak supaya mereka menyembah Allah. Juga tidak didengar. Merekapun mengalami kehancuran seperti yang terjadi terhadap golongan 'Ad dan Tsamud.
Selain para nabi itu juga al-Qur'an telah menceritakan tentang ajakan mereka supaya menyembah Allah yang Esa. Sikap golongan itu begitu sombong. Mereka tetap bersikeras hendak menyembah berhala dan bermohon kepada berhala-berhala dalam Kakbah itu.
Mereka berziarah ke tempat itu setiap tahun. Mereka datang dari segenap pelosok jazirah Arab. Dalam hal ini turun firman Tuhan: "Dan Kami tidak akan mengadakan siksaan sebelum Kami mengutus seorang rasul."( QS Al-Isra : 15)
Imam ath Thabari dalam kitabnya "Tarikh al Umam wa al Muluk" (2011) menceritakan, pernikahan Nabi Ismail dengan anak dari elite Jurhum dikaruniai 12 anak. Mereka adalah Nabit, Qidar, Adbil, Mubsim, Musymi', Dauma, Dawam, Masa, Haddad, Tsitsa, Yathur, dan Nafisy.
Pada usia 137 tahun, Nabi Ismail berpulang. Estafet kepemimpinan dan tanggung jawab pemeliharaan Ka'bah dan Mekkah diserahkan kepada putra pertamanya, Nabit. Sayangnya, kondisi itu tak diharapkan sebagian petinggi Jurhum, hingga kekuasaannya direbut tanpa perlawanan.
Kebesaran hati putra-putra Ismail ini digambarkan Ibn Hisyam dalam as Sirah an Nabawiyah (2014):
"Allah SWT menyebarkan anak-anak Ismail di Mekkah. Tapi, saudara mereka dari suku Jurhumlah yang menguasai Baitullah. Anak-anak Nabi Ismail tidak ingin menentang saudara-saudaranya yang sudah pasti akan meretakkan kekerabatan mereka. Selain itu, mereka juga menghormati kemerdekaan dan sikap penolakan terhadap peperangan."
Meski begitu, rasa tak nyaman tetap menjalar di benak putra-putra Nabi Ismail. Mereka memutuskan untuk pindah dan berpencar ke daerah lain. Beruntung, tidak ada satu pun kaum yang menolak. Semua tempat menerima dan tunduk pada keagungan nama Ibrahim.
Dua belas anak Nabi Ismail inilah yang menjadi cikal-bakal Arab al-Musta'-riba, yakni orang-orang Arab yang bertemu dari pihak ibu pada Jurhum dengan Arab al-'Ariba keturunan Ya'rub ibn Qahtan.
Sedang ayah mereka, Ismail anak Ibrahim, dari pihak ibunya erat sekali bertalian dengan Mesir, dan dari pihak bapak dengan Irak (Mesopotamia) dan Palestina, atau ke mana saja Nabi Ibrahim menginjakkan kaki.
Hanya saja, Dr Jawwad Ali dalam buku berjudul al-Mufashshal fi Tarikh al-Arab Qabla al-Islam atau "Sejarah Arab Sebelum Islam" menyebut Ismail berkomunikasi dengan bahasa suku Jurhum, setelah menikah dengan perempuan suku tersebut. Sedangkan Jurhum pada dasarnya berasal dari Yaman yang berbahasa asli Arab.
Menurut Jawwad Ali, Ismail menikahi istri Nabi Ismail bernama Hara binti Sa'ad bin Auf bin Hani bin Nabt bin Jurhum. Kemudian, Nabi Ismail menceraikannya berdasarkan wasiat bapaknya, Ibrahim. Selanjutnya, Ismail menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Sayyidah binti al-Harits bin Madhadh bin Amr bin Jurhum.
Seterusnya, keturunan Ismail hidup di tengah-tengah suku Jurhum. Suku inilah yang merawat Baitul Haram hingga kelak dikalahkan oleh Bani Haritsah bin Tsa'labah bin Amr bin Amir. Mereka adalah Bani Khuza'ah, menurut sebagian ahli sejarah.
Paganisme yang Mengakar
Dalam perjalanannya, mereka yang hidup di pusat penyembahan Allah yang Esa ini pelan tapi pasti meninggalkan agama tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim. Mengapa ini bisa terjadi?
Muhammad Husain Haekal dalam "Sejarah Hidup Muhammad" menulis penjelasan soal itu masih merupakan dugaan-dugaan yang sudah dianggap sebagai suatu kenyataan.
Menurutnya, kaum Sabian yang menyembah bintang mempunyai pengaruh besar di tanah Arab. Pada mulanya mereka - menurut beberapa keterangan - tidak menyembah bintang itu sendiri, melainkan hanya menyembah Allah dan mereka mengagungkan bintang-bintang itu sebagai ciptaan dan manifestasi kebesaranNya.
Oleh karena lebih banyak yang tidak dapat memahami arti ketuhanan yang lebih tinggi, maka diartikannya bintang-bintang itu sebagai tuhan.
Beberapa macam batu gunung dikhayalkan sebagai benda yang jatuh dan langit, berasal dan beberapa macam bintang. Dari situ mula-mula manifestasi tuhan itu diartikan dan dikuduskan.
Kemudian batu-batu itu yang disembah. Penyembahan itu dianggap begitu agung, sehingga tidak cukup bagi orang Arab hanya menyembah hajar aswad (batu hitam) yang di dalam Kakbah.
Bahkan dalam setiap perjalanan ia mengambil batu apa saja dan Kakbah untuk disembah dan dimintai persetujuannya akan tinggal ataukah akan melakukan perjalanan.
Mereka melakukan cara-cara peribadatan yang berlaku bagi bintang-bintang atau bagi pencipta bintang-bintang itu. Dengan cara-cara demikian menjadi kuatlah kepercayaan paganisma itu.
Patung-patung dikuduskan dan dibawanya sesajen-sesajen untuk itu sebagai kurban.
Haekal menjelaskan ini adalah suatu gambaran tentang perkembangan agama itu di tanah Arab sejak Nabi Ibrahim membangun Kakbah sebagai tempat beribadat kepada Tuhan, sebagaimana dilukiskan oleh beberapa ahli sejarah dan bagaimana pula hal itu kemudian berbalik dan menjadi pusat berhala.
Herodotus, sejarawan Yunani Kuno yang hidup pada abad ke-5 SM (sekitar 484 SM - 425 SM), menerangkan tentang penyembahan Lat itu di negeri Arab. Demikian juga Diodorus Siculus, sejarawan Yunani kuno yang hidup pada abad ke-1 SM, juga menyebutkan tentang rumah di Mekkah yang diagungkan itu.
Ini menunjukkan tentang paganisme yang sudah begitu tua di jazirah Arab dan bahwa agama yang dibawa Nabi Ibrahim di sana bertahan tidak begitu lama.
Dalam abad-abad itu sudah datang pula para nabi yang mengajak kabilah-kabilah jazirah itu supaya menyembah Allah semata-mata. Tetapi mereka menolak dan tetap bertahan pada paganisma.
Datang Nabi Hud mengajak kaum 'Ad yang tinggal di sebelah utara Hadzramaut supaya menyembah hanya kepada Allah; tapi hanya sebagian kecil saja yang ikut. Sedang yang sebagian besar malah menyombongkan diri dan berkata: "O Hud, kau datang tidak membawa keterangan yang jelas, dan kami tidak akan meninggalkan tuhan-tuhan kami hanya karena perkataanmu itu. Kami tidak percaya kepadamu." ( QS Hud : 53).
Bertahun-tahun lamanya Nabi Hud mengajak mereka. Hasilnya malah mereka bertambah buas dan congkak.
Demikian juga Nabi Saleh datang mengajak kaum Tsamud supaya beriman. Mereka ini tinggal di Hijr yang terletak antara Hijaz dengan Syam di Wadi'l-Qura ke arah timur daya dari Mad-yan (Midian) dekat Teluk 'Aqaba.
Sama saja, hasil ajakan Nabi Saleh itu tidak lebih seperti ajakan Nabi Hud juga. Kemudian datang Nabi Syu'aib kepada bangsa Madyan yang terletak di Hijaz, mengajak supaya mereka menyembah Allah. Juga tidak didengar. Merekapun mengalami kehancuran seperti yang terjadi terhadap golongan 'Ad dan Tsamud.
Selain para nabi itu juga al-Qur'an telah menceritakan tentang ajakan mereka supaya menyembah Allah yang Esa. Sikap golongan itu begitu sombong. Mereka tetap bersikeras hendak menyembah berhala dan bermohon kepada berhala-berhala dalam Kakbah itu.
Mereka berziarah ke tempat itu setiap tahun. Mereka datang dari segenap pelosok jazirah Arab. Dalam hal ini turun firman Tuhan: "Dan Kami tidak akan mengadakan siksaan sebelum Kami mengutus seorang rasul."( QS Al-Isra : 15)
(mhy)