Asal Usul Sunnah Rasul di Hari Jumat dan Hari-Hari Ketika Jimak Menjadi Makruh

Jum'at, 21 Januari 2022 - 10:34 WIB
loading...
Asal Usul Sunnah Rasul di Hari Jumat dan Hari-Hari Ketika Jimak Menjadi Makruh
Jika malam Jumat hubungan intim suami istri sebagai Sunnah Rasul, bagaimana malam-malam yang lain? (Foto/Ilustrasi: Ist)
A A A
Hubungan intim suami istri di Kamis malam Jumat dan pada hari Jumat dipahami banyak umat Islam sebagai sunnah Rasul . Imam Ghazali bahkan membuat daftar hari-hari dimakruhkannya making love, hubungan intim, atau jimak. Lalu, bagaimana sejatinya asal usul sunah Rasul dan pada hari apa saja hubungan intim suami istri dimakruhkan?



Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani dalam As-Sab‘iyyat fi Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah mengutip riwayat yang menyebut perkawinan para nabi di hari Jumat: Sahabat Anas bin Malik RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya perihal Hari Jumat. Rasulullah menjawab, "(Jumat) adalah hari hubungan dan perkawinan."

Sahabat bertanya, "Bagaimana demikian, ya Rasulullah?"

Nabi Muhammad SAW menjawab, "Para nabi dahulu menikah di hari ini,’”

Abu Nashar melanjutkan bahwa Hari Jumat merupakan hari perkawinan beberapa rasul dan orang saleh.

Menurut Abu Nashar, seperti dikutip laman resmi Nahdhatul Ulama, Jumat merupakan hari perkawinan Nabi Adam AS dan Siti Hawa, Nabi Yusuf AS dan Zulaikha, Nabi Musa AS dan Shafura (Zipora) binti Nabi Syu’aib AS , Nabi Sulaiman AS dan Bilqis, Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW dan Siti Aisyah, dan Sayyidina Ali RA dan Siti Fathimah Az-Zahra.

Imam Baihaqi juga meriwayatkan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan keutamaan hubungan intim pada hari Jumat. Namun demikian, ulama-ulama hadits menilai riwayat hadits ini sebagai riwayat yang lemah sehingga tidak dapat menjadi dasar hukum.

Teks hadits riwayat Imam Baihaqi berbunyi sebagai berikut:

أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته


Artinya, "Apakah kalian tidak sanggup berhubungan badan dengan istri kalian pada setiap hari Jumat. Hubungan badan dengan istri di hari Jumat mengandung dua pahala: pahala mandinya sendiri dan pahala mandi istrinya," (HR Baihaqi).



Sebagian ulama memandang awal kesunahan hubungan badan pada hari Jumat dari interpretasi atas hadits riwayat Aus bin Abi Aus RA berikut ini yang menyebut kata 'ghassala' atau 'membuat orang lain mandi':

من اغتسل يوم الجمعة وغسّل وغدا وابتكر ومشى ولم يركب ودنا من الإمام وأنصت ولم يلغ كان له بكل خطوة عمل سنة


Artinya, "Barang siapa yang mandi pada hari Jumat dan membuat orang lain mandi, lalu berangkat pagi-pagi dan mendapatkan awal khutbah, dia berjalan dan tidak berkendaraan, dia mendekat ke imam, diam, lalu berkonsentrasi mendengarkan khutbah, maka setiap langkah kakinya dinilai sebagaimana pahala amalnya setahun," (HR Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Tetapi, hubungan badan dengan istri pada malam Jumat sebagai sunah Rasul ditolak oleh sebagian ulama, salah satunya adalah Syekh Wahbah Az-Zuhayli.

Menurutnya, "Di dalam sunnah tidak ada anjuran berhubungan seksual suami-istri di malam-malam tertentu, antara lain malam Senin atau malam Jumat. Tetapi ada segelintir ulama menyatakan anjuran hubungan seksual di malam Jumat," (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3 halaman 556).

Keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli ini dengan terang menyebutkan bahwa sunnah Rasulullah tidak menganjurkan hubungan suami-istri secara khusus di malam Jumat. Kalau pun ada anjuran, itu datang dari segelintir ulama yang didasarkan pada hadits Rasulullah SAW dengan redaksi, "Siapa saja yang mandi di hari Jumat, maka..."

Kalau pun anjuran dari hadits, riwayat hadits tersebut cenderung lemah. Tetapi dari banyak keterangan ini, hubungan badan suami dan istri sebagai sunah Rasul malam Jumat menjadi cukup populer.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1814 seconds (0.1#10.140)