Baginda Meminta Abu Nawas Mengajari Keledai Membaca
loading...
A
A
A
Baginda Raja Harun Ar-Rasyid kagum atas kecerdikan Abu Nawas . Itu sebabnya tak segan-segan Baginda mengujinya dengan hal-hal yang mustahil bagi kebanyakan orang.
Suatu kali Baginda memberi hadiah seekor keledai kepada Abu Nawas. Sudah barang tentu, Abu Nawas senang bukan kepalang. Ia menerima dengan senang hati.
Asal tahu saja, keledai adalah hewan domestik dari keluarga kuda. Hewan ini telah digunakan sebagai hewan pekerja selama ribuan tahun yang lampau.
Keledai pertama kali didomestikasi sekitar 3000 SM, mungkin di Mesir atau Irak (Mesopotamia). Keledai digunakan untuk bertransportasi dan kerja lain, seperti menarik kereta kuda maupun membajak ladang. Abu Nawas butuh keledai untuk tunggangan. Dengan memiliki keledai, jika hendak ke mana-mana tak perlu jalan kaki.
Maka wajar, jika Abu Nawas senang dengan hadiah itu. Apalagi hadiah itu dari Baginda Raja. Tapi tunggu dulu, ada udang di balik batu tentang hadiah itu. "Ajari keledai itu membaca. Dalam dua pekan, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya," titah Baginda dengan wajah serius.
Mendengar titah itu, wajah Abu Nawas mendadak pucat. Wajah ceria pun mendadak hilang. Abu Nawas sadar ini adalah ujian yang mesti diselesaikan dengan baik dan benar. Jika gagal, habislah dia.
Abu Nawas pun berlalu, dan dua pekan kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Baginda menunjuk ke sebuah buku besar. Abu Nawas pun menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya.
Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Abu Nawas.
"Demikianlah," kata Abu Nawas, "Keledaiku sudah bisa membaca," lanjutnya, dengan wajah berhas senyum simpul.
Baginda mulai menginterogasi, "Bagaimana caramu mengajari dia membaca?"
Abu Nawas berkisah, "Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar."
"Tapi," tukas Baginda tidak puas, "Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?"
Abu Nawas menjawab, "Memang demikianlah cara keledai membaca: hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan?"
Baginda mengangguk-angguk sembari menatap wajah keledai dan Abu Nawas secara bergantian. "Dasar ..." gumam Baginda, lalu mengusir Abu Nawas bersama keledainya itu.
Suatu kali Baginda memberi hadiah seekor keledai kepada Abu Nawas. Sudah barang tentu, Abu Nawas senang bukan kepalang. Ia menerima dengan senang hati.
Asal tahu saja, keledai adalah hewan domestik dari keluarga kuda. Hewan ini telah digunakan sebagai hewan pekerja selama ribuan tahun yang lampau.
Keledai pertama kali didomestikasi sekitar 3000 SM, mungkin di Mesir atau Irak (Mesopotamia). Keledai digunakan untuk bertransportasi dan kerja lain, seperti menarik kereta kuda maupun membajak ladang. Abu Nawas butuh keledai untuk tunggangan. Dengan memiliki keledai, jika hendak ke mana-mana tak perlu jalan kaki.
Maka wajar, jika Abu Nawas senang dengan hadiah itu. Apalagi hadiah itu dari Baginda Raja. Tapi tunggu dulu, ada udang di balik batu tentang hadiah itu. "Ajari keledai itu membaca. Dalam dua pekan, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya," titah Baginda dengan wajah serius.
Mendengar titah itu, wajah Abu Nawas mendadak pucat. Wajah ceria pun mendadak hilang. Abu Nawas sadar ini adalah ujian yang mesti diselesaikan dengan baik dan benar. Jika gagal, habislah dia.
Abu Nawas pun berlalu, dan dua pekan kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Baginda menunjuk ke sebuah buku besar. Abu Nawas pun menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya.
Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Abu Nawas.
"Demikianlah," kata Abu Nawas, "Keledaiku sudah bisa membaca," lanjutnya, dengan wajah berhas senyum simpul.
Baginda mulai menginterogasi, "Bagaimana caramu mengajari dia membaca?"
Abu Nawas berkisah, "Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar."
"Tapi," tukas Baginda tidak puas, "Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?"
Abu Nawas menjawab, "Memang demikianlah cara keledai membaca: hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan?"
Baginda mengangguk-angguk sembari menatap wajah keledai dan Abu Nawas secara bergantian. "Dasar ..." gumam Baginda, lalu mengusir Abu Nawas bersama keledainya itu.
(mhy)