Surat Yasin Ayat 74-75: Kaum Musyrik dan Ketika Berhala Jadi Bahan Bakar Neraka
loading...
A
A
A
Surat Yasin ayat 74-75 berisi celaan kepada mereka yang menuhankan selain Allah Taala. Pada ayat 74, Allah SWT mengecam orang-orang musyrik yang tidak hanya abai terhadap ajaran Islam, tetapi mereka malah menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan dan sesembahan.
Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, kaum musyrik ini berharap berhala itu dapat menolong mereka dari bencana dan azab. Pada redaksi surat Yasin ayat 75, Allah SWT menegaskan bahwa berhala-berhala itu tidak mampu untuk menolong mereka.
Allah SWT berfirman:
Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapatkan pertolongan.
Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka. ( QS Yasin : 74-75)
Menurut Ath-Thabari, terdapat perbedaan penafsiran pada kalimat wahum lahum jundun muhdharuun. Berdasarkan riwayat dari Muhammad bin ‘Amr dari Abu ‘Ashim dari ‘Isa dari al-Harits dari al-Hasan dari Waraqa dari Abu Najih dari Mujahid, yang dimaksud dengan dihadirkan (muhdharuun) pada kalimat tersebut adalah pada Hari Perhitungan (‘inda al-hisab).
Adapun berdasarkan riwayat dari Basyar dari Yazid dari Sa’id dari Qatadah, ayat 75 ini berkaitan dengan kekecewaan orang-orang musyrik terhadap berhala-berhala mereka.
Orang-orang ini marah kepada berhala ketika di dunia karena tidak dapat mendatangkan kebaikan maupun tidak bisa menolak kesialan atau bencana yang menimpa mereka. Karena berhala ini hanyalah patung-patung yang tidak bisa berbuat apa pun.
Wahbah Az-Zuhaili berkomentar, berbagai kenikmatan yang diberikan Allah pada manusia sebagaimana yang disinggung pada ayat-ayat sebelumnya hendaknya disyukuri dengan cara hanya menyembah dan menaati Allah SWT. Namun orang-orang kafir dan musyrik mengingkari kewajiban ini. Mereka kufur nikmat, tetap bertahan dalam kesesatan dan enggan menyembah Allah. Mereka justru menyembah sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat maupun mudharat.
Hamka menjelaskan, sesembahan selain Allah ini tidak hanya terbatas pada patung-patung berhala, apalagi di masa sekarang di mana banyak orang yang menuhankan beragam hal. Antara lain batu, kayu, pohon atau gunung tertentu, termasuk kuburan orang yang telah mati. Mereka yang memuja dan meminta pertolongan pada tuhan-tuhan buatan inilah yang dituju oleh ayat di atas.
Alasan mereka menyekutukan Allah SWT, menurut at-Tabataba’i karena mereka meyakini bahwa Allah SWT telah menyerahkan pengaturan alam semesta kepada sesembahan-sesembahan tersebut; yang baik maupun yang buruk. Mereka menyembah sesembahan itu supaya mendapatkan kerelaannya, sehingga tidak dimurkai atau dihambat rizkinya.
Bahan Bakar
Dalam tafsir al-Wajiz, al-Wahidi menerangkan bahwa yang dimaksud dengan muhdharuun pada ayat 75 adalah berhala-berhala yang disembah orang musyrik ini akan menjadi bahan bakar para penghuni neraka. Artinya berhala-berhala ini akan dihadirkan pula di dalam neraka.
Sedangkan al-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf menjelaskan, orang-orang musyrik mengharapkan agar berhala-berhala yang mereka sembah dapat menolong mereka dari segala bentuk marabahaya, tetapi sebaliknya, berhala itu tidak mampu berbuat apa apa. Bahkan berhala-berhala ini akan menjadi bahan baku api di dalam neraka bagi orang-orang musyrik.
Berbeda dengan mufassir-mufassir sebelumnya, Fakhruddin al-Razi menerangkan ayat 74 surat Yasin ini adalah isyarat dan keterangan tentang puncak kesesatan orang-orang musyrik.
Mereka diwajibkan untuk beribadah kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat yang telah Allah SWT anugerahkan, akan tetapi malah meninggalkan kewajiban itu dan beribadah kepada selain-Nya, yang bahkan tidak memberikan dampak apa pun.
Orang-orang musyrik ini malah meminta pertolongan kepada berhala itu, padahal berhala ini tidak mampu menolong. Al-Razi mengutip QS al-Anbiya ayat 68, bahwa berhala ini pada akhirnya akan menjadi bahan bakar bagi para penghuni neraka.
Menurut al-Razi, ayat 75 ini mengisyaratkan bahwa pasca ditetapkannya hukuman bagi orang-orang musyrik, berhala-berhala ini akan dihadirkan di dalam api neraka menyertai para penyembahnya ketika di dunia. Hal ini sesuai dengan keterangan dalam QS al-Anbiya ayat 98.
Al-Razi menambahkan, ketika Hari Perhitungan, sesuai dengan QS al-Shaffat ayat 22-23, berhala-berhala ini akan dihadirkan bersama dengan orang-orang yang zalim terhadap diri mereka sendiri.
Sedangkan Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah berpendapat bahwa kalimat wahum lahum jundun muhdharuun pada ayat 75, dapat dipahami dalam arti ‘padahal mereka’ para penyembah itu menjadi ‘pembela mereka’, berhala-berhala ini. Maksudnya adalah kaum musyrik itu selalu menemani, membantu, dan melindungi tuhan-tuhan berhala itu. Padahal yang mereka sembah itu akan dihadirkan pada Hari Kiamat untuk memeroleh balasan amal-amal mereka.
Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, kaum musyrik ini berharap berhala itu dapat menolong mereka dari bencana dan azab. Pada redaksi surat Yasin ayat 75, Allah SWT menegaskan bahwa berhala-berhala itu tidak mampu untuk menolong mereka.
Allah SWT berfirman:
وَاتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنصَرُونَ
لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ وَهُمْ لَهُمْ جُندٌ مُّحْضَرُونَ
لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ وَهُمْ لَهُمْ جُندٌ مُّحْضَرُونَ
Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapatkan pertolongan.
Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka. ( QS Yasin : 74-75)
Menurut Ath-Thabari, terdapat perbedaan penafsiran pada kalimat wahum lahum jundun muhdharuun. Berdasarkan riwayat dari Muhammad bin ‘Amr dari Abu ‘Ashim dari ‘Isa dari al-Harits dari al-Hasan dari Waraqa dari Abu Najih dari Mujahid, yang dimaksud dengan dihadirkan (muhdharuun) pada kalimat tersebut adalah pada Hari Perhitungan (‘inda al-hisab).
Adapun berdasarkan riwayat dari Basyar dari Yazid dari Sa’id dari Qatadah, ayat 75 ini berkaitan dengan kekecewaan orang-orang musyrik terhadap berhala-berhala mereka.
Orang-orang ini marah kepada berhala ketika di dunia karena tidak dapat mendatangkan kebaikan maupun tidak bisa menolak kesialan atau bencana yang menimpa mereka. Karena berhala ini hanyalah patung-patung yang tidak bisa berbuat apa pun.
Wahbah Az-Zuhaili berkomentar, berbagai kenikmatan yang diberikan Allah pada manusia sebagaimana yang disinggung pada ayat-ayat sebelumnya hendaknya disyukuri dengan cara hanya menyembah dan menaati Allah SWT. Namun orang-orang kafir dan musyrik mengingkari kewajiban ini. Mereka kufur nikmat, tetap bertahan dalam kesesatan dan enggan menyembah Allah. Mereka justru menyembah sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat maupun mudharat.
Hamka menjelaskan, sesembahan selain Allah ini tidak hanya terbatas pada patung-patung berhala, apalagi di masa sekarang di mana banyak orang yang menuhankan beragam hal. Antara lain batu, kayu, pohon atau gunung tertentu, termasuk kuburan orang yang telah mati. Mereka yang memuja dan meminta pertolongan pada tuhan-tuhan buatan inilah yang dituju oleh ayat di atas.
Alasan mereka menyekutukan Allah SWT, menurut at-Tabataba’i karena mereka meyakini bahwa Allah SWT telah menyerahkan pengaturan alam semesta kepada sesembahan-sesembahan tersebut; yang baik maupun yang buruk. Mereka menyembah sesembahan itu supaya mendapatkan kerelaannya, sehingga tidak dimurkai atau dihambat rizkinya.
Bahan Bakar
Dalam tafsir al-Wajiz, al-Wahidi menerangkan bahwa yang dimaksud dengan muhdharuun pada ayat 75 adalah berhala-berhala yang disembah orang musyrik ini akan menjadi bahan bakar para penghuni neraka. Artinya berhala-berhala ini akan dihadirkan pula di dalam neraka.
Sedangkan al-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf menjelaskan, orang-orang musyrik mengharapkan agar berhala-berhala yang mereka sembah dapat menolong mereka dari segala bentuk marabahaya, tetapi sebaliknya, berhala itu tidak mampu berbuat apa apa. Bahkan berhala-berhala ini akan menjadi bahan baku api di dalam neraka bagi orang-orang musyrik.
Berbeda dengan mufassir-mufassir sebelumnya, Fakhruddin al-Razi menerangkan ayat 74 surat Yasin ini adalah isyarat dan keterangan tentang puncak kesesatan orang-orang musyrik.
Mereka diwajibkan untuk beribadah kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat yang telah Allah SWT anugerahkan, akan tetapi malah meninggalkan kewajiban itu dan beribadah kepada selain-Nya, yang bahkan tidak memberikan dampak apa pun.
Orang-orang musyrik ini malah meminta pertolongan kepada berhala itu, padahal berhala ini tidak mampu menolong. Al-Razi mengutip QS al-Anbiya ayat 68, bahwa berhala ini pada akhirnya akan menjadi bahan bakar bagi para penghuni neraka.
Menurut al-Razi, ayat 75 ini mengisyaratkan bahwa pasca ditetapkannya hukuman bagi orang-orang musyrik, berhala-berhala ini akan dihadirkan di dalam api neraka menyertai para penyembahnya ketika di dunia. Hal ini sesuai dengan keterangan dalam QS al-Anbiya ayat 98.
Al-Razi menambahkan, ketika Hari Perhitungan, sesuai dengan QS al-Shaffat ayat 22-23, berhala-berhala ini akan dihadirkan bersama dengan orang-orang yang zalim terhadap diri mereka sendiri.
Sedangkan Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah berpendapat bahwa kalimat wahum lahum jundun muhdharuun pada ayat 75, dapat dipahami dalam arti ‘padahal mereka’ para penyembah itu menjadi ‘pembela mereka’, berhala-berhala ini. Maksudnya adalah kaum musyrik itu selalu menemani, membantu, dan melindungi tuhan-tuhan berhala itu. Padahal yang mereka sembah itu akan dihadirkan pada Hari Kiamat untuk memeroleh balasan amal-amal mereka.