Wahai Pejabat! Jaga Mulut dan Jangan Asal Ngomong

Jum'at, 25 Februari 2022 - 21:11 WIB
loading...
Wahai Pejabat! Jaga Mulut dan Jangan Asal Ngomong
Imam Shamsi Ali, Direktur/Imam Jamaica Muslim Center. Foto/Ist
A A A
Imam Shamsi Ali Al-Kajangi
Presiden Nusantara Foundation,
Imam/Direktur Jamaica Muslim Center

Sambil menikmati pergerakan kereta api bawah tanah (Subway) di Kota New York, saya mencoba membaca beberapa highlights (breaking news) baik domestik maupun di dunia global.

Pada tataran global, Rusia saat ini secara membabi buta menyerang Ukraina secara masif. India terus melakukan ragam kezholiman kepada Umat Islam. Uighur dan Rohingya masih dalam penderitaan panjang. Kashmir apalagi Palestina menuju masa depan yang nampak semakin kelam.

Di dalam negeri tercinta Indonesia juga mengalami berbagai kekisruhan, tidak secara fisik. Tapi secara lisan, tulisan yang melibatkan emosi massa. Terjadi peperangan dahsyat di dunia maya tentang banyak hal. Dari tuduhan membenarkan KDRT oleh seorang penceramah, pengharaman wayang juga oleh seorang Da'i dan kounter wayang yang menghina Da'i, hingga ke masalah pengeras suara dari masjid-masjid yang ingin diatur oleh Kementerian Agama RI.

Semua itu terjadi di saat masyarakat mengalami tingkatan emosi dan sensitifitas yang kritis. Semuanya dipicu juga oleh banyak hal. Dari pandemi yang belum juga berakhir, tergantung tendensi (kecenderungan) menempatkannnya (kadang naik, tiba-tiba biasa saja, lalu mendadak naik lagi).

Hingga ke berbagai kebijakan publik yang dianggap semena-mana dari para pengambil kebijakan. Dari Mas'udi Omnibus law, UU IKN, hingga ke meningginya harga minyak yang menghilang dari pasar secara mendadak.

Dan runyamnya lagi karena di tengah situasi yang tidak menentu dengan suasana emosional itu, seorang pejabat tinggi negara memberikan komentar yang bagaikan menyiram bensin ke tengah kobaran api.

Di sinilah ironisnya, tidak jarang yang juga sering menjadi pemicu ragam kekisruhan dan kemarahan itu karena pemegang otoritas negeri (pejabat) yang seharusnya menjadi tauladan justeru tidak mampu mengontrol pernyataan-pernyataannya yang insensitif.

Benarlah kata sebagian orang bijak: "Kata-kata itu bisa jadi air yang menyejukkan. Tapi juga bisa jadi api yang membakar."

Hakikat inilah diingatkan secara tersirat tapi tegas oleh beberapa ayat Al-Qur'an. Dua ayat yang ingin saya kutip di bawah ini saya kira mewakili urgensi seseorang menjaga kata atau pernyataan.

Ketika Allah bersumpah dengan lisan dan bibir: وَلِسَانًا وَّشَفَتَيۡنِۙ (dan demi lidah dan dua bibir). Para Ulama mengungkapkan bahwa salah satu maksud terpenting dari ayat itu adalah Urgensi menjaga kata-kata atau pembicaraan.

Demikian juga ketika Allah menggandengkan beberapa hal pokok kehidupan manusia di awal Surah Ar-Rahman. Satu yang terpenting di antaranya adalah urgensi membangun komunikasi yang tidak saja benar. Tapi juga berkesesuaian (proporsional), termasuk di dalamnya menjaga sensitifitas objek pembicaraan.

Allah nengajarkan Al-Bayaan (علمه البيان) oleh sebagian ulama dimaknai sebagai ekspresi sosial menusia dengan alam sekitarnya. Termasuk di antaranya urgensi menjaga kata dan pembicaraan.

Rasulullah SAW sendiri bahkan menjamin surga bagi siapa yang mampu menjaga lisanya. Ini sekaligus menandakan urgensi berhati-hati dalam berkata atau berbicara. Karena benar juga kata orang bijak: sebuah kata dapat menembus apa yang tidak dapat ditembus oleh sebuah jarum (ينفذ ما لا ينفذ الابرة).

Dan pastinya akan sensitif dan sangat disayangkan ketika kata atau pernyataan itu keluar dari mulut seseorang yang terlanjur menjadi figur publik (public figur). Apalagi jika figuritas itu karena sebuah posisi publik, khususnya para pemimpin negeri.

Pemimpin itu katanya didengar. Baik dalam makna positif (diikuti) atau dalam makna negatif (ditolak). Tapi Intinya kata-kata Pemimpin itu didengar oleh publik dan karenanya kerap menimbulkan kekisruhan dan kemarahan.

Contoh terdekat yang sering saya sampaikan selama ini adalah Donald Trump. Sebelum menjadi Presiden Amerika Donald Trump sering memberikan statemen atau pernyataan-pernyataan yang kontroversial. Tapi ketika itu tidak terlalu menimbulkan “pubic damage” (kerusakan umum) yang terasa. Bahkan saya sendiri pernah berkesempatan menemuinya ketika memberikan statemen yang sangat tidak bersahabat dengan Islam. Tapi semua itu terasa biasa saja. Berlalu tanpa ada dampak yang terlalu berarti.

Berbeda ketika Trump telah terpilih jadi presiden. Kata-katanya walaupun itu nampak kecil ternyata memiliki dampak besar di benak banyak rakyat Amerika. Pernyataan Trump misalnya bahwa "Islam hates us" atau "Islam membenci kita" membawa dampak destruktif yang luar biasa.

Akibat statemen-statemen Donald Trump yang ugal-ugalan begitu banyak warga Amerika yang mengambilnya secara hitam putih sehingga terbangun ketakutan, kecurigaan, bahkan ketakutan dan kebencian kepada agama ini.

Di sinilah saya ingin mengingatkan kepada semua jajaran kepemimpinan di tanah air, baik di tingkat nasional maupun daerah, dan pada skala apapun untuk menjaga mulut (pernyataan-pernyataan). Karena begitu kata atau pernyataan itu keluar ke publik menimbulkan kegelisahan, keresahan, kekisruhan, kemarahan dan perdebatan yang membawa kepada permusuhan dan perpecahan di antara sesama.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5772 seconds (0.1#10.140)