Syaban Bulan Terakhir Qadha Puasa, Yuk Segerakan!

Kamis, 17 Maret 2022 - 10:40 WIB
loading...
Syaban Bulan Terakhir Qadha Puasa, Yuk Segerakan!
Bulan Syaban merupakan bulan terakhir untuk menqadha (mengganti) puasa Ramadhan, karena itu, menyegerakan qadha puasa itu lebih utama. Foto ilustrasi/ist
A A A
Bulan Syaban merupakan bulan terakhir untuk menqadha (mengganti) puasa Ramadhan. Karena itu, menyegerakan qadha puasa itu lebih utama, apalagi ketika telah tiba saat-saat terakhir dibolehkan mengqadhanya, sebelum datang kembali Bulan Ramadhan.

Dalam Islam, bersegera mengerjakan amal kebaikan dan tidak menundanya, termasuk di dalamnya adalah meng- qadha puasa , merupakan perkara yang sangat ditekankan. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِي


"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (Qs. Ali Imran : 133)


Allah Subhanahu wa ta'ala pun memuji mereka orang-orang yang bersegera dalam melakukan kebaikan-kebaikan yang disyariatkan. Seperti dalam firman-Nya:

أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ


"Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dulu memperolehnya." (QS. al-Mukminun : 61)

Namun demikian, ketika akan menqadha puasa Ramadhan, tidaklah wajib bagi kita untuk melakukannya secara berurutan dan berkesinambungan. Karena, Allah Ta'ala berfirman,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ


"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. ALLAH menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.(QS.al-Baqarah : 185)

"Jadi, tidak masalah jika mengqadha puasa dilakukan secara terpisah, tidak berurutan dan tidak berkesinambungan,"ungkap Ustadz Amar Abdullah bin Syakir yang aktif di Yayasan Hisbah ini.

Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata, “Jika mau, dia boleh mengqadha secara berselang-selang.”

Demikian pula yang dikemukakan oleh imam Ahlus Sunnah, Ahmad bin Hanbal. Abu Dawud di dalam Masaa-ilnya (hal.95) berkata : “Aku pernah mendengar Ahmad (bin Hanbal) ditanya tentang qadha’ puasa Ramadhan, maka dia menjawab, ‘Jika mau, boleh diqadha secara terpisah; jika mau, dia boleh diqadha berurutan.”

Tentunya, pilihan ini dilakukan selama waktu mengqadha puasa Ramadhan masih lapang. Namun, jika waktu yang tersedia untuk mengqadhanya mengharuskan kita melakukan puasa qadha secara berurutan dan berkesinambungan maka kita harus melakukannya secara berurutan dan berkesinambungan.

Misalnya, di bulan Ramadhan tahun lalu Anda mempunyai hutang puasa 6 hari, misalnya, sementara waktu yang tersedia untuk mengqadhanya di bulan Syaban ini tinggal 6 hari saja, maka Anda harus melakukan qadha puasa Anda secara berurutan dan berkesinambungan.

"Karena, jika Anda tidak melakukannya dengan cara demikian itu, niscaya Anda akan menyisakan sebagian dari kewajiban Anda. Anda masih menanggung hutang puasa. Berbeda ketika Anda melakukan qadha dengan cara berurutan dan berkesinambungan. Niscaya, begitu Anda memasuki bulan Ramadhan berikutnya, Anda tidak lagi memikul hutang puasa Ramadhan sebelumnya,"ujarnya.



Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2718 seconds (0.1#10.140)