Memahami 5 Fungsi Puasa Ramadhan yang Memerdekakan dan Mempersatukan

Rabu, 06 April 2022 - 05:07 WIB
loading...
Memahami 5 Fungsi Puasa Ramadhan yang Memerdekakan dan Mempersatukan
Dosen Pasca Sarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta, Muhammad Suaib Tahir menyebutkan setidaknya ada lima fungsi berpuasa yang perlu dipahami umat. Foto/Ist
A A A
BOGOR - Umat Islam di seluruh dunia saat ini tengah melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan dengan rangkaian ibadah yang mempersatukan dan memerdekan. Merdeka dari nafsu, egoisme, fanatisme, adu domba dan perpecahan.

Semangat Ramadhan yang memerdekan dan mempersatukan ini sejatinya hanya bisa dicapai jika umat Islam mampu memahami fungsi dan makna dibalik ibadah berpuasa tersebut.



Dosen Pasca Sarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta Dr H Muhammad Suaib Tahir Lc, MA, menyebutkan setidaknya ada lima fungsi berpuasa yang perlu dipahami umat. Hal ini agar mampu memerdekakan diri dari dorongan-dorongan hawa nafsu yang justru dapat menimbulkan perpecahan dan merusak esensi bulan Ramadhan sebagai bulan yang suci.

“Saya melihat bahwa puasa merupakan membentuk karakter seseorang. Artinya puasa ini memiliki beberapa fungsi terhadap seseorang dalam menjalankan puasa. Pertama, puasa memiliki fungsi konfirmatif,” ujarnya di Sentul, Bogor, Selasa (5/4/2022).

Fungsi konfirmatif, jelas Suaib, adalah dengan berpuasa, mengkonfirmasi bahwa seseorang adalah hamba Tuhan yang beriman. Dengan menyelenggarakan puasa, berarti menyatakan diri sebagai hamba yang tunduk pada perintah Allah SWT.

“Yang kedua, fungsi puasa adalah lebih bersifat kepada purifikatif, artinya membersihkan jiwa. Sehingga di bulan Ramadhan ini adalah sebuah kesempatan untuk membersihkan diri dari hal-hal dan kebiasaan buruk,” lanjut alumni Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir ini.



Fungsi purifikatif, menurutnya bermakna bahwa puasa sebagai cara dan kesempatan untuk bagaimana umat dapat mengembalikan diri sebagai orang yang bersih atau orang yang fitrah dengan meninggalkan sifat-sifat yang tidak terpuji, yang tentunya harus dihindari dalam beribadah.

“Ketiga. fungsi iluminatif, yaitu untuk memperbaiki sesuatu. Sebagaimana puasa mendorong kita untuk memenuhi target, untuk berpindah dari derajat ke derajat lain dalam hal karakter dan ketaqwaan,” ungkapnya.

Fungsi keempat adalah preservatif yaitu puasa dalam konteksnya adalah ibadah serta urusan antara manusia dan Tuhannya yang mampu juga memberikan kebermanfaatan misalnya dalam segi kesehatan.

“Puasa menjaga keadaan tubuh kita, seperti yang sering kita dengar ada seorang dokter dan para ahli-ahli mengatakan bahwa berpuasa itu memberikan kesehatan. Dan terbukti banyak yang merasakan manfaat bagaimana mengatur makanan dengan baik,” ujar Suaib.

Fungsi kelima puasa yaitu transformatif, di mana berpuasa seharusnya mendorong seseorang agar dapat bertransformasi menjadi umat yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

“Dengan kita memahami fungsi-fungsi dari puasa itu. Tentunya kita akan bebas dari kungkungan hawa nafsu yang selalu akan mengarahkan kita kepada hal-hal yang negatif yang tidak bermanfaat bagi seseorang,” tuturnya.

Suaib mengungkapkan, makna bulan Ramadhan sebagai bulan yang memerdekakan adalah bagaimana seseorang mengontontrol hawa nafsu. Artinya manusia yang berpuasa dan beriman serta bertaqwa pada Allah SWT, maka dia akan terbebas dari pengaruh hawa nafsu atau dorongan dorongan hawa nafsu.

“Ketika orang-orang sudah bebas dari dorongan-dorongan hawa nafsu itu, tentunya manusia akan kembali ke naturalnya bahwa kita semua ini adalah sama, kita ini adalah satu, kita tidak boleh terpecah-pecah,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Wasekjen Pengurus Besar Darud Da'wah Wal Irsyad ini.

Suaib juga menyinggung polemik dan permusuhan yang kerap terjadi di bulan suci Ramadhan terkait pembatasan operasional rumah makan. Menurutnya hal ini terjadi ketika seseorang gagal memaknai dan memahami fungsi Ramadhan.

“Ketika kita tidak memahami fungsi puasa tadi, maka akan mendorong kita kepada hawa nafsu. Jadi akibatnya ibaratnya puasa ini adalah membawa musibah bagi orang lain, karena kesalahan kita di dalam memaknai puasa itu. Padahal ini hubungan dengan Tuhan, sehingga tidak harus dihargai oleh orang lain,” jelas peraih doctoral Islamic University Khartoum, Sudan ini.

Ia menyebut, tindakan pemaksaan penutupan operasional sejumlah rumah makan sebagai fanatisme kosong, tanpa ilmu. Hal ini menurutnya harus diredam agar tidak semakin menimbulkan perpecahan suku, ras, budaya dan khusunya agama itu sendiri ditengah pluralisme bangsa.

“Saya pikir apapun itu harus ilmu. Jadi orang yang fanatik itu harus belajar, harus membaca lebih banyak. Karena di dalam agama itu ‘agama itu adalah akal’. Artinya, tidak ada agama bagi orang yang tidak punya akal,” katanya.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1467 seconds (0.1#10.140)