Awal Mula Perilaku Kaum Sodom, dari Tahayul sampai Iblis yang Menyamar

Senin, 23 Mei 2022 - 18:13 WIB
loading...
Awal Mula Perilaku Kaum Sodom, dari Tahayul sampai Iblis yang Menyamar
Anjuran yang bersifat tahayul ini diikuti oleh Kaum Sodom hingga pada akhirnya menjadi kebiasaan bagi mereka. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Perilaku menyimpang yang dilakukan kaum Nabi Luth as ialah homoseksual atau memuaskan hasrat seksual dengan sesama jenis. Perilaku ini setidaknya disinggung dalam Al-Quran dan salah satunya terdapat pada Surat Al-A’raf ayat 80-81.

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ

Dan (kami telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). Dan ingatlah tatkala Dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengajarkan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka) bukan kepada wanita, tetapi kamu adalah kaum yang melampaui batas



Ali as-Shabuni dalam "Safwatut Tafsir" menjelaskan bahwa Nabi Luth menanyakan kepada kaumnya dengan menggunakan pertanyaan yang mencela yakni: ”Apakah kalian tega melakukan perbuatan yang nista dan belum pernah dilakukan oleh satu kelompok manusia manapun di muka bumi?”

Dalam Mu’jam Mufradat li Alfadz al-Quran, Ali as-Shabuni juga menjelaskan bahwa kata الْفَاحِشَةَ dengan segala bentuk turunannya disebut sebanyak 7 kali dalam Al-Quran. Ia menjelaskan bahwa al-faahisya bermakna segala perbuatan atau perkataan apa saja yang sangat keji.

Adapun lafaz الْفَاحِشَةَ pada ayat 80 menurut as-Sya’rawi dalam Tafsir as-Sya’rawi memaknai sebagai tambahan pada kekotoran berupa perbuatan homoseksual itu sendiri. Semisal seorang lelaki dan perempuan yang berzina di luar nikah, maka hal itu merupakan perbuatan kotor dan bila perbuatan itu dilakukan setelah menikah menjadi halal.

"Sedangkan, bila hubungan itu dilakukan pada sesama jenis, maka itulah yang dinamakan tambahan kekotoran/paling kotor dan terkutuk," ujar Mutawalli as-Sya’rawi.

Asal Usul
Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan besar pada peristiwa Kaum Luth ialah darimana mereka memiliki perilaku tersebut?

Imam as-Suyuthi dalam kitabnya "Durul Manthur fi Tafsir bil Ma’thur" menukil riwayat Ibnu Abbas menyebut bahwa pada awalnya, kaum Sodom memiliki pohon dan kebun yang lebat buahnya. Akan tetapi, suatu ketika mereka tertimpa musim paceklik hingga kekurangan pangan.

Lalu sebagian mereka berkata bahwa musim paceklik ini disebabkan banyaknya orang asing yang berkunjung ke negeri Sodom. Oleh karenanya, apabila menemui orang asing tersebut maka “kumpulilah” dengan cara sodomi. Setelah itu niscaya mereka tidak akan datang lagi ke negeri ini.

Tak disangka, ternyata anjuran yang bersifat tahayul ini diikuti oleh Kaum Sodom hingga pada akhirnya menjadi kebiasaan bagi mereka.



Sementara itu, Muhammad Syahir Alaydrus dalam bukunya yang berjudul "Perjumpaan dengan Iblis" mengisahkan umat Nabi Luth AS termasuk kaum yang banyak dikaruniai kelebihan. Mereka suka bersatu dan bergotong-royong, dan biasa berangkat kerja bersama-sama, meninggalkan istri dan anak-anak mereka di rumah.

Iblis tidak menyukai hal itu, dan banyak upaya yang telah dilakukannya, namun kurang berhasil. Sungguh sulit menyesatkan kaum yang suka persatuan.

Akhirnya dia mendapatkan ide. Setiap kali mereka pulang kerja, hasil pekerjaan mereka dirusak dan dihancurkan oleh Iblis. Esok harinya mereka bertanya-tanya, siapa gerangan yang merusak pekerjaan mereka, membuat hari kemarin menjadi sia-sia, dan memperlambat produksi. Kerja mereka menjadi tidak efektif.

Mereka kesal sekali, sehingga mereka bersepakat bahwa jika pelakunya tertangkap, dia akan dijatuhkan hukuman berat. Pada hari-hari berikutnya Iblis menjelmakan dirinya menjadi seorang anak muda yang manis dan menawan sekali tampangnya.

Ketika kaum Luth pergi kerja keesokan harinya, mereka melihat anak itu, dan menyadari bahwa anak itulah pelakunya, maka langsung saja mereka mengejar dan menangkapnya. Dan setelah anak itu mengakui perbuatannya, mereka menjatuhinya hukuman mati.

Sambil pikir-pikir lebih jauh, mungkin supaya ketahuan siapa orangtua atau kerabatnya, atau supaya diadili lebih dahulu, mereka memutuskan untuk mengurung anak itu dan menggilir orang untuk menjaganya.

Malam itu juga, ketika sudah memasuki waktu tidur, anak itu pura-pura sedih dan berteriak meratap. Karena terganggu, dan mulai merasa kasihan, si penjaga menghampirinya sembari bertanya, “Ada apa denganmu?”

“Ayahku selalu memelukku saat aku hendak tidur,” jawabnya.

Si penjaga menjadi tidak tega, akhirnya dia berkata, “Ya sudah, sini kupeluk.”

Ketika sudah dipeluk, si anak membuat gerakan-gerakan yang membangkitkan syahwat orang itu, terus menerus hingga ketika hasratnya sudah terlihat, si anak mengajarkan apa yang harus dilakukannya, sampai akhinya perbuatan sodomi pertama dalam sejarah peradaban manusia pun terjadi.

Pagi harinya, ketika dia bangun, anak itu sudah tidak ada. Orang itu pun menceritakan segala sesuatu yang terjadi dengan berapi-api, dan mencontohkannya. Teman-temannya menjadi penasaran, hingga akhirnya mereka saling mencoba melakukannya juga.



Akhinya, hari demi hari, kerusakan moral itu menyebar luas dan menjadi kebiasaan. Iblis adalah yang pertama mengajarkan, lalu diteruskan oleh orang yang menggaulinya.

Tidak puas dengan itu, Iblis harus menyelesaikan misinya. Dia sekarang menjelma menjadi seorang wanita dan pergi memengaruhi kaum wanita sambil mengabarkan, “Sesungguhnya laki-laki kalian sudah saling suka sama suka, kalian sudah tidak dibutuhkan lagi.”

Iblis lalu mengajarkan hal baru kepada kaum wanita, hingga mereka merasa bisa saling mencukupi kebutuhan biologis mereka satu dengan yang lainnya.

Ibnu Katsir mengatakan, dari sinilah pada awalnya hubungan seksual yang dilakukan di antara sesama laki-laki disebut dengan sodomi, Nama itu diambil dari nama sebuah kota, Sodom. Penduduk kota ini melakukannya secara terbuka dan tanpa malu-malu.

Bukan hanya itu, dalam sebuah riwayat dikatakan, mereka juga melakukannya dengan paksaan terhadap siapapun yang sedang melintasi kota tersebut.

Tercela
Perbuatan kaum Nabi Luth merupakan perilaku yang tercela. Disebutkan bahwa mereka suka menyetubuhi laki-laki dibanding menggauli wanita yang sudah dinikahi. Padahal, berhubungan dengan wanita yang sah memungkinkan bisa melahirkan keturunan dan meneruskan keberlangsungan hidup manusia.

Hingga ayat tersebut diakhiri dengan lafadz مُسْرِفُونَ yang menurut Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsirul Wasith dimaknai bahwa perbuatan Kaum Luth benar-benar melampaui batas.

As-Sya’rawi menyampaikan bahwa Allah sudah menciptakan manusia dengan sedemikian rupa dan menjadikan syahwat dalam keadaan normal sehingga bermanfaat dan bernilai positif. Allah pun sudah menciptakan perempuan dengan rahim sebagai alat reproduksi sehingga selain sebagai penyalur syahwat juga yang paling utama ialah melanjutkan garis keturunan. Namun bila hasrat ini tidak disalurkan secara semestinya dan di luar kewajaran, maka itu dinamakan melampaui batas.

Hamka dalam Tafsir al-Azhar juga berkomentar bahwa laki-laki yang memiliki syahwat untuk bersetubuh dengan sesama laki-laki termasuk ke dalam katagori orang yang abnormal (di luar kebiasaan) yaitu kemanusiaannya sudah rusak.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2679 seconds (0.1#10.140)