Buya Syafii Maarif Wafat, Haedar Nashir: Beliau Milik Semua Orang

Jum'at, 27 Mei 2022 - 17:36 WIB
loading...
Buya Syafii Maarif Wafat, Haedar Nashir: Beliau Milik Semua Orang
Buya Syafii Maarif wafat pada Jumat, 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB dalam usia 87 tahun. Foto/Ilustrasi: Muhammadiyah.or.id
A A A
Indonesia berduka. Allah Taala memanggil Ahmad Syafii Maarif ke haribaan-Nya. Tokoh teladan bangsa ini wafat pada Jumat, 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB. Buya Ahmad Syafii wafat dalam usia 87 tahun.

"Kami Muhammadiyah dan bangsa Indonesia tentu saja berduka atas kehilangan bapak bangsa yang melintasi, milik semua orang, tokoh yang humanis, tulus, dan pemikiran-pemikirannya sangat luas wawasan dan melampaui,” ungkap Haedar Nashir , Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.



Buya Syafii adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1998-2005, akademisi, intelektual dan budayawan bangsa kita. Kepergiannya merupakan kehilangan besar bagi bangsa Indonesia.

Selama hampir sebulan Buya Syafii dirawat di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. “Tiga hari yang lalu saya ke sini beliau masih bisa ngobrol dengan bagus tetapi memang pernafasannya berat,” ujar Haedar sebagaimana dikutip laman resmi Muhammadiyah.

Haedar mengatakan dalam kondisi sakit, Buya Syafii sempat menitipkan dua pesan. Pertama, Buya Syafii selalu mengingatkan agar selalu menjaga keutuhan bangsa, keutuhan Muhammadiyah, dan keutuhan umat Islam. Kedua, tidak seperti biasanya saat kunjungan tersebut Buya Syafii meminta untuk melakukan doa bersama.

“Tidak biasanya Buya itu kan orangnya santai gitu biarpun kami selalu ketika menjenguk orang sakit kewajiban kami mendoakan beliau malah yang meminta sendiri untuk mendoakan beliau sehingga kami berdoa bersama beliau,” terangnya.

“Saya menyaksikan air matanya berlinang dan itulah percakapan kami yang terakhir. Satu hari sebelum ini itu saya ber-WA, beliau menjawab bahwa saya sudah menerima keadaan ini dan dengan pasrah dan kami percaya dengan tim dokter RS PKU Muhammadiyah Gamping,” pungkas Haedar.



Tokoh Pemikir
“Kita semua kehilangan seorang tokoh pemikir Indonesia dan Dunia Islam,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2015, Din Syamsuddin , menambahkan.

Din berdoa semoga Allah SWT melimpahkan atas almarhum maghfirah, rahmah dan jannahNya bagi Buya Syafii.

Sedangkan pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra bersaksi bahwa sepanjang hidupnya Buya menghabiskan usianya untuk mengabdi kepada agama, masyarakat dan bangsa, baik melalui pendidikan, dakwah maupun pergerakan sosial dan keagamaan. "Buya telah menulis puluhan buku dan ratusan artikel yang menjadi rujukan dan warisan intelektual bangsa kita," ujarnya.

Di mata Yusril, kehidupan Buya begitu sederhana dan bersahaja, sering bergurau tetapi pemikirannya tajam dan kritis. Tak semua orang sepandangan dengan Buya, terutama dalam menganalisis kemajemukan bangsa kita. Namun Buya tetap hangat, menghargai siapapun, walau beda pendapat bahkan mengkritik pandangannya.

“Satu hal yang harus kita pegang teguh dari warisan pemikiran Buya Syafii. Islam itu universal dan rahmatan lil ‘alamin. Aqidah dan etik yang diajarkan Islam adalah pegangan utama, berlaku abadi. Namun terhadap ajaran sosial dan politik, Islam membuka diri terhadap penafsiran,” tulis Yusril dalam akun twitternya pada Jumat (27/05).

Buya memiliki pandangan bahwa Islam tetap relevan dengan zaman yang terus berubah dan di tengah masyarakat yang majemuk. Islam menghargai kemajemukan itu dan menyuruh semua komponen masyakat bekerjasama berbuat kebajikan demi kepentingan bersama.



Secara politik, kata Yusril, Buya memandang tidak ada tabrakan antara Islam dan Pancasila, sepanjang Pancasila itu dikembalikan kepada pemikiran para perumusnya yang merumuskannya sebagai sebuah kompromi antara golongan Kebangsaan dan Golongan Islam.

Pancasila bagi Buya adalah falsafah negara yang sesuai dengan masyarakat majemuk yang menghargai dan menghormati keberadaan berbagai agama, etnik dan budaya. Pemikiran Buya mengenai Islam dan masalah-masalah Kenegaraan, sangat penting untuk dijadikan rujukan bagi membangun masa depan bangsa.

“Saya mengenal Buya Syafii tahun 1985 ketika sama-sama duduk dalam PP Muhammadiyah di bawah pimpinan Alm AR Fachruddin. Seingat saya, saya mungkin orang pertama memanggilnya Buya karena waktu itu beliau tergolong masih relatif muda (50 tahun). Saya memanggil demikian sambil bercanda,” terang Yusril.

Yusril mengaku berutang budi kepada Buya. Terutama ketika dirinya ujian Doktor Ilmu Politik membahas Partai Masyumi (1992), Buya Syafii termasuk salah seorang pengujinya bersama Muhammad Kamal Hassan (Malaysia). Buya sering menasihati Yusril kalau bertemu, tentang banyak hal tentunya.

“Mari kita doakan Buya, semoga Allah SWT mengampuni segala khilaf dan salahnya dan menerima segala amal kebajikan selama hidupnya serta memasukkannya ke dalam surga Jannatun Na’im,” doa Yusril.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1679 seconds (0.1#10.140)