Sejarah dan Asal Usul Hari Tasyrik

Rabu, 13 Juli 2022 - 16:44 WIB
loading...
Sejarah dan Asal Usul Hari Tasyrik
Sejarah dan asal usul Hari Tasyrik dimulai ketika umat Islam merayakan Idul Adha. Hari Tasyrik adalah sebutan bagi tiga hari (11, 12, 13 Zulhijjah) setelah hari nahar (10 Zulhijah). Foto/Ilustrasi: mhy
A A A
Sejarah dan asal usul Hari Tasyrik dimulai ketika umat Islam merayakan Idul Adha . Menurut Imam Nawawi , hari Tasyrik adalah sebutan bagi tiga hari (11, 12, 13 Dzulhijjah) setelah hari nahar (10 Dzulhijah). Pada hari-hari tersebut umat Islam diperkenankan menyembelih hewan kurbannya.

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab "Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari" mengatakan, dinamai Hari Tasyrik karena pada hari itu orang menjemur daging untuk menjadikannya dendeng.

Hal senada dikatakan Imam An-Nawawi dalam kitab "Al-Minhaj, Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj". "Tiga hari itu dinamai demikian karena orang-orang menjemur daging kurban di waktu tersebut, yaitu mendendeng dan menghampar daging pada terik matahari,” ujarnya.



Secara bahasa Hari Tasyrik merujuk pada kata tasyriq yang artinya penghadapan ke arah timur (arah sinar matahari). Tetapi Hari Tasyrik biasanya merujuk pada tiga hari setelah Hari Nahar (10 Dzulhijah). Tiga hari tersebut jatuh pada tanggal 11, 12, 13 Zulhijah.

Namun ulama berbeda pendapat terkait jumlah Hari Tasyrik. Sebagian ulama berpendapat, Hari Tasyrik terdiri atas dua hari. Sebagian ulama lainnya mengatakan, Hari Tasyrik terdiri atas tiga hari.

Menurut Imam Nawawi, hari Tasyrik adalah sebutan bagi tiga hari (11, 12, 13 Zulhijjah) setelah hari nahar (10 Zulhijah).

Lain pendapat mengatakan, Hari Tasyrik dinamai demikian karena hewan kurban tidak disembelih kecuali setelah matahari memancarkan sinarnya. Sebagian ulama lagi berpendapat, Hari Tasyrik dinamai demikian karena sholat Idul Adha dilaksanakan ketika matahari memancarkan cahaya. Sedangkan ulama lainnya mengatakan, Tasyrik adalah takbir pada setiap selesai sholat.

Hari Tasyrik disebut antara lain dalam hadis riwayat Imam Muslim sebagai hari makan dan minum:

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَزَادَ فِي رواية وَذِكْرٍ لِلَّهِ

Artinya: “Dari Nubaisyah Al-Hudzali, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, Hari Tasyrik adalah hari makan, minum (pada riwayat lain), dan hari zikir,’” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, Nasa’i).



Larangan Puasa
Pada Hari Tasyrik yang jatuh pada setiap tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah haji sedang berada di Mina untuk melempar jumrah. Sementara bagi yang tidak berangkat haji merayakan Idul Adha di tempatnya masing-masing.

Pada ketiga hari ini, Rasulullah SAW melarang umatnya untuk berpuasa.

Dari riwayat Abu Hurairah r.a ., Rasulullah mengutus Abdullah bin Hudzaifah untuk mengelilingi kota Mina (tempat para jemaah haji saat itu berada di tanggal tersebut), serta menyampaikan bahwa:

“Janganlah kamu berpuasa pada hari ini, karena ia merupakan hari makan, minum, dan berzikir kepada Allah.”

Hikmah dari pelarangan berpuasa ini adalah karena masih dibolehkannya untuk menyembelih hewan kurban sampai 13 Zulhijah, kemudian bersilaturahmi dan bersama-sama merayakan dengan makan dan minum.

Hari Tasyrik merupakan sebuah hari yang perlu kita istimewakan, karena, dalam sebuah hadis dari Abdullah Bin Qurth, Rasulullah SAW menyatakan:

“Hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari kurban (Idul Adha), kemudian hari al-qarr.” (HR Abu Dawud 1765, Sahih Al-Albani). Maksud dari hari al-qarr ini adalah, adalah hari kedua setelah hari kurban.



Ibadah di Hari Tasyrik
Selain makan dan minum sesuai hadis Rasulullah SAW, ada juga perintah langsung untuk memperbanyak mengingat Allah SWT di Al-Qur'an.

Dan berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya. Barangsiapa mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, maka tidak ada dosa baginya. Dan barangsiapa mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan-Nya. (QS Al-Baqarah 203).

Menurut ulama, “hari yang telah ditentukan jumlahnya” ini adalah hari-hari tasyrik.

Bentuk mengingat Allah SWT di hari-hari tasyrik yang dimaksud adalah dengan memperbanyak takbir, banyak berdoa, dan zikir.

Allah SWT berfirman:

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,” dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun.

Dan di antara mereka ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.”

Mereka itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah Maha Cepat perhitungan-Nya.” ( QS Al-Baqarah : 200 – 202).

Dalam kitab yang berjudul Lathaif Al-Ma’arif yang ditulis oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali, dijelaskan mengenai sebuah riwayat dari Kinanah Al Quraisy, bahwa ia mendengar Abu Musa Al Asy’ari ra berkhutbah di hari Idul Adha dan berkata:

“Pada tiga hari setelah Hari Idul Adha, itulah yang disebut Allah sebagai ayyamul ma’dudat (hari-hari yang terbilang, sesuai di QS Al-Baqarah: 203). Doa yang dipanjatkan di hari-hari tersebut tidak akan tertolak, maka berdoalah kamu semua dengan berharap kepada-Nya.”

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1918 seconds (0.1#10.140)