Makna Kemerdekaan dalam Perspektif Maqashid as-Syari'ah

Selasa, 16 Agustus 2022 - 17:03 WIB
loading...
Makna Kemerdekaan dalam Perspektif Maqashid as-Syariah
Imam Shamsi Ali, Direktur/Imam Jamaica Muslim Center. Foto/Ist
A A A
Imam Shamsi Ali
Imam/Direktur Jamaica Muslim Center,
Presiden Nusantara Foundation

Bangsa Indonesia kembali menyambut hari ulang tahun (HUT) RI dengan riang dan penuh semangat. Beragam aktivitas dipersiapkan. Dari upacara bendera di hari H hingga berbagai perlombaan menjelang hari peringatan peristiwa penting bangsa ini.

Di tengah kegembiraan ini tentu ada baiknya kita bersama kembali merenungi makna dan hakikat dari Kemerdekaan yang kita rayakan. Hal ini menjadi penting agar perayaan itu tidak menjadi sekadar acara seremonial tahunan yang membawa kehampaan.

Kemerdekaan dalam Pertimbangan Maqashid as-Syari'ah
Maqashid As-Syari'ah atau hal-hal yang dituju atau yang ingin dicapai dengan Syariat Islam menjadi sangat penting dalam membicarakan kemerdekaan. Urgensi ini minimal karena dua alasan:

Pertama, karena memang Syari'ah seringkali dipahami secara literal dan sempit, baik oleh sebagian Umat Islam maupun non Muslim. Akibatnya Syariah seringkali menjadi momok yang menakutkan banyak orang.

Kedua, untuk menyampaikan bahwa Syari'ah justeru berbalik dari sangkaan sebagian yang masih memandangnya dengan pandangan negatif. Satu di antaranya seolah Syariah itu bertentangan dengan HAM, termasuk kebebasan. Padahal Syari'ah justru sebenarnya "jalan untuk tegaknya HAM dan kebebasan".

Jika kita ambil garis lintas, Maqashid as-Syari'ah dan kemerdekaan merupakan dua entitas yang senyawa. Semua elemen atau anasir Maqashid as-Syari'ah secara mendasar juga menjadi tujuan utama dari deklarasi kemerdekaan. Yang berbeda hanya pada kisaran teknikalitas untuk mencapai tujuannya masing-masing.

Sebagaimana disepakati oleh para Ulama Islam, khususnya para ahli di bidang hukum Islam atau Syariah, ada lima tujuan utama dari penerapan hukum Islam yang lebih dikenal dengan istilah Maqashid as-Syari'ah.

Kelima Tujuan itu adalah:
1. Hifzul hayaah (menjaga kehidupan)
2. Hifzu ad-diin (menjaga agama)
3. Hifzul ‘Irdh (menjaga kehormatan)
4. Hifzul ‘aqal (menjaga akal)
5. Hifzun nasl (menjaga keturunan)

Jika kita kaitkan dan coba pahami makna Kemerdekaan dengan memakai kacamata Maqashid as-Syari'ah ini maka akan ditemukan sebuah pemahaman hakikat Kemerdekaan yang begitu dalam dan sempurna.

Mungkin banyak yang belum sempat memikirkan betapa agama secara umum dan Syariah secara khusus memiliki ikatan makna dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga sangat wajar jika tujuan Kemerdekaan sesungguhnya memiliki ikatan yang kuat dengan Maqashid as-Syariah itu.

Merdeka itu Hidup
Jika merujuk pada tujuan pertama Syariah, yaitu menjaga kehidupan, maka sejatinya Kemerdekaan itu juga merupakan bagian dari esensi kehidupan. Orang yang tidak merdeka sesungguhnya secara esensi sedang mengalami kematian. Dan karenanya memperjuangkan Kemerdekaan itu adalah memperjuangkan lehidupan.

Maka lebih jauh dapat dipahami bahwa mereka yang rela dijajah atau diperbudak, sebenarnya mereka sedang kehilangan kehidupannya yang hakiki. Itulah yang menjadikan Bilal bin Rabah merasa lebih nyaman dan kuat di saat telah masuk Islam karena dengan Laa ilaaha illa Allah. Bahkan di saat-saat tersiksa sedemikian dahsyatnya.

Berbicara tentang kehidupan tentu bukan sekedar karena bernafas. Makna kehidupan di sini juga mencakup ekonomi dan segala yang terkait dengannya. Karenanya tujuan Syariah menjaga kehidupan juga tidak terlepas dari pentingnya menjamin kehidupan perekonomian manusia.

Demikian hendaknya kemerdekaan juga mutlak dipahami sebagaj hadirnya jaminan ekonomi bagi warga negara. Jangan sampai di satu sisi ada pengakuan Kemerdekaan. Tapi di sisi rakyat tidak merasakan jaminan ekonomi itu.

Merdeka itu Beragama
Merujuk kepada pokok kedua dari Maqashid as-Syariah maka sejatinya merdeka itu tidak bisa dipisahkan dari agama/keyakinan (religion/faith). Beragama itu adalah bagian dari kehidupan manusia yang integral. Dalam bahasa agama itu sendiri disebutkan bahwa manusia itu memiliki kefitrahan. Dan kefitrahan itulah agama (Dzalika ad-diin Al-Qayyim).

Oleh karenanya Kemerdekaan yang diproklamasikan harus menjadikan agama terjamin dan memberikan ruang luas untuk perkembangannya. Pengakuan kemerdekaan tapi pada saat yang sama melakukan supresi kepada agama dan pemeluknya menjadikan kemerdekaan itu tidak bermakna.

Syariah hadir untuk menjaga agama (hifzud diin). Maka Kemerdekaan juga terjadi agar kebebasan dalam menjalankan agama demi menjaga kefitrahan manusia.

Merdeka itu Kehormatan
Pokok ketiga dari Maqashid as-Syariah adalah hifzul 'Irdh atau menjaga kehormatan manusia. Sebagian ulama menyebut bagian ini secara spesifik dengan menjaga keturunan (hifzun nasl). Sehingga larangan zina misalnya menjadi aturan baku dalam Syariah.

Kehormatan ini tentu tafsirannya banyak. Tapi salah satu yang paling mendasar adalah nilai-nilai moralitas dalam kehidupan manusia. Moralitas itu dijunjung tinggi karena menyangkut kehormatan hidup manusia.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3811 seconds (0.1#10.140)