Ini Perbedaan antara Imperium Islam dan Romawi Menurut Muhammad Asad
loading...
A
A
A
Jelaslah sikap semacam itu hanya mungkin atas dasar satu konsepsi hidup dan peradaban yang sama sekali materialistik --tentulah materialisme yang diperindah oleh rasa intelektual, tetapi betapapun juga tetap asing bagi segala nilai-nilai spiritual.
Orang-orang Romawi dalam kenyataannya tidak pernah mengenal agama. Dewa-dewa mereka yang tradisional itu adalah tiruan samar dari mitologia Yunani, hanyalah roh-roh samar yang diterima dengan diam-diam untuk kepentingan konvensi sosial.
Dewa-dewa itu sama sekali tidak diperkenankan campur tangan dalam kehidupan nyata. Apabila ditanyai, dewa-dewa itu harus memberikan orakel melalui perantaraan-perantaraan pendeta-pendeta mereka; tetapi dewa-dewa itu tidak pernah, diharapkan untuk menentukan hukum-hukum moral pada manusia atau untuk mengarahkan tindakan-tindakan manusia. Dari bumi inilah tumbuh kebudayaan Barat.
Tiada diragukan bahwa ia banyak menerima pengaruh-pengaruh lain dalam rentangan perkembangannya, dan hal itu secara alami mengubah dan mengalihkan bentuk warisan kebudayaan Romawi dalam lebih dari satu segi pandangan. Tetapi kenyataan tetap tinggal bahwa segala apa yang nyata dalam etika dan pandangan hidup Barat sekarang langsung dapat diikuti jejaknya hingga kepada peradaban Romawi kuno karena suasana intelektual dan sosial Romawi kuno sepenuhnya bersifat utilitarian dan anti agama --dalam kenyataannya, apabila bukan dalam pengakuan terbuka-- demikianlah suasana Barat modern.
Tanpa memiliki bukti yang menyangkal agama ketuhanan, dan bahkan tanpa mengakui perlunya bukti semacam itu, pemikiran Barat modern, sementara bersikap toleran dan bahkan kadang-kadang menekankan perlunya agama sebagai satu konvensi sosial pada umumnya, melepaskan etika agamawi dari wilayah pertimbangan praktis.
Peradaban Barat tidak dengan tegas menyangkal adanya Tuhan tetapi hanya tidak ada tempat dan tiada manfaat adanya Tuhan dalam sistem intelektualnya sekarang.
Dunia Barat telah mengambil keuntungan dari kesulitan intelektual manusia --yaitu ketidaksanggupannya menggenggam keseluruhan hidup. Tampaknya Barat modern hanya akan memberikan sifat kepentingan praktis atas idea-idea yang terletak dalam bidang pengetahuan-pengetahuan empiris atau sekurang-kurangnya diharapkan untuk memengaruhi hubungan-hubungan sosial manusia dalam cara yang dapat dirasakan. Dan tentang pertanyaan akan adanya Tuhan secara prima facie tidak termasuk pada salah satu dari kedua kategori ini. Pikiran Barat pada prinsipnya cenderung untuk mengesampingkan Tuhan dari wilayah pertimbangan praktis.
Orang-orang Romawi dalam kenyataannya tidak pernah mengenal agama. Dewa-dewa mereka yang tradisional itu adalah tiruan samar dari mitologia Yunani, hanyalah roh-roh samar yang diterima dengan diam-diam untuk kepentingan konvensi sosial.
Dewa-dewa itu sama sekali tidak diperkenankan campur tangan dalam kehidupan nyata. Apabila ditanyai, dewa-dewa itu harus memberikan orakel melalui perantaraan-perantaraan pendeta-pendeta mereka; tetapi dewa-dewa itu tidak pernah, diharapkan untuk menentukan hukum-hukum moral pada manusia atau untuk mengarahkan tindakan-tindakan manusia. Dari bumi inilah tumbuh kebudayaan Barat.
Tiada diragukan bahwa ia banyak menerima pengaruh-pengaruh lain dalam rentangan perkembangannya, dan hal itu secara alami mengubah dan mengalihkan bentuk warisan kebudayaan Romawi dalam lebih dari satu segi pandangan. Tetapi kenyataan tetap tinggal bahwa segala apa yang nyata dalam etika dan pandangan hidup Barat sekarang langsung dapat diikuti jejaknya hingga kepada peradaban Romawi kuno karena suasana intelektual dan sosial Romawi kuno sepenuhnya bersifat utilitarian dan anti agama --dalam kenyataannya, apabila bukan dalam pengakuan terbuka-- demikianlah suasana Barat modern.
Tanpa memiliki bukti yang menyangkal agama ketuhanan, dan bahkan tanpa mengakui perlunya bukti semacam itu, pemikiran Barat modern, sementara bersikap toleran dan bahkan kadang-kadang menekankan perlunya agama sebagai satu konvensi sosial pada umumnya, melepaskan etika agamawi dari wilayah pertimbangan praktis.
Peradaban Barat tidak dengan tegas menyangkal adanya Tuhan tetapi hanya tidak ada tempat dan tiada manfaat adanya Tuhan dalam sistem intelektualnya sekarang.
Dunia Barat telah mengambil keuntungan dari kesulitan intelektual manusia --yaitu ketidaksanggupannya menggenggam keseluruhan hidup. Tampaknya Barat modern hanya akan memberikan sifat kepentingan praktis atas idea-idea yang terletak dalam bidang pengetahuan-pengetahuan empiris atau sekurang-kurangnya diharapkan untuk memengaruhi hubungan-hubungan sosial manusia dalam cara yang dapat dirasakan. Dan tentang pertanyaan akan adanya Tuhan secara prima facie tidak termasuk pada salah satu dari kedua kategori ini. Pikiran Barat pada prinsipnya cenderung untuk mengesampingkan Tuhan dari wilayah pertimbangan praktis.
(mhy)