Sebaik-baiknya Curhat, Hanya Kepada Allah SWT
loading...
A
A
A
Curahan hati (curhat) sering dianggap dapat meringankan masalah. Padahal, sebenarnya justru curhatlah yang membuat masalah semakin besar. Lihatlah fenomena zaman sekarang,banyak orang curhat justru ditampilkan di media-media sosial mulai dari yang lemah lembut hingga yang kasar dan vulgar.
Yang terjadi, disadari atau tidak curhat tersebut malah berujung kepada ghibah atau membicarakan keburukan orang lain. Atau setidaknya, curhat adalah gerbang atau pintu untuk membuka aib dirinya sendiri ke orang lain. Dalam Islam, membuka aib orang lain dan aib sendiri jelas dilarang. Lantas, bagaimana Islam memandang masalah curhat ini?
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat: 12).
Curhat memang jadi pintu masuk ghibah dan membuka aib diri sendiri. Namun, bukan berarti curhat dilarang sepenuhnya. Selama tujuan curhat adalah untuk meminta nasihat tanpa membuka aib diri sendiri atau orang lain maka diperbolehkan. Selain itu, pastikan bahwa sebelum meminta masukan dari orang lain, dahulukan Allah. Datanglah kepada Allah terlebih dulu ketika ditimpa masalah.
Allah berfirman :
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (QS. Qaf: 16).
Jika kehadiran Allah, begitu dekat maka untuk apa meminta solusi dan bantuan dari orang lain yang tidak berdaya tanpa kuasa Allah? Bagi siapapun yang berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah lebih dulu, maka Allah akan memberi jalan keluar yang lebih baik dari setiap masalah yang dihadapinya. Allah juga berfirman :
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). (QS. An-Naml: 62).
Belajar dari Curhat Nabi Ya’qub dan Nabi Ayyub AS
Soal masalah curhat ini, ingatlah bahwa pernah ada manusia yang ditimpakan masalah berat. Ia adalah Nabi Ya’qub Alaihissalam. Ia pernah kehilangan anak kesayangannya, yaitu Nabi Yusuf Alaihissalam ketika masih kecil. Maka simaklah apa yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub berikut ini:
Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya”. (QS. Yusuf: 86).
Nabi Ya’qub dengan segera curhat langsung kepada Allah, karena ia yakin tidak ada daya dan upaya yang bisa dilakukan manusia, kecuali atas izin Allah.
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186).
Begitu juga dengan kisah Nabi Ayyub ketika ditimpa cobaan berat. Nabi Ayyub Alaihissalam adalah nabi sekaligus manusia yang pernah ditimpa masalah atau cobaan terberat yang pernah ditimpakan kepada manusia. Dalam waktu singkat, seluruh anaknya meninggal dunia, istrinya meninggalkannya, hartanya habis, dan beliau ditimpakan penyakit yang mungkin tidak akan diderita oleh manusia setelahnya. Setelah ditimpa oleh masalah besar selama bertahun-tahun, Nabi Ayyub hanya bisa bersabar dan pada akhirnya ia berkeluh kesah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala:
"Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya: “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan”. (QS. Shaad: 41).
Karena ia mengadukan masalahnya kepada Allah, maka Allah langsung menjawabnya, seperti dalam firmannya:
“Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum”. (QS. Shaad: 42).
Tidak hanya itu, Allah kemudian mengganti semua harta benda yang telah hilang dengan yang lebih baik:
"Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shaad: 43).
Curhatlah Pada Allah Saja
Dari dua kisah nabi mulia ini, maka dapat dipetik pelajaran bahwa jika seseorang menampakkan dan mengadukan kesedihan serta kesulitan kepada manusia, maka hal itu tidak meringankan kesedihan terdebut. Namun apabila seseorang mengadukan kesedihan itu kepada Allah, itulah yang akan bermanfaat baginya. Allah Ta’ala telah menjanjikan hal itu dalam sejumlah firman-Nya. Jika Anda berkehendak, bacalah dan renungkanlah beberapa firman Allah ini,
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” [QS Al Baqarah: 186]
Allah juga berfirman :
“Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” [QS Qaf: 16]
Kedekatan di sini adalah kedekatan ilmu, bukan Dzat Allah. Sebagaimana kesepakatan Ahlussunnah wal Jama’ah. Sedangkan kedekatan Allah itu ada dua, yaitu (1) kedekatan ilmu-Nya, dan (2) kedekatan-Nya dengan orang yang beribadah dan berdoa kepada-Nya dengan pengkabulan, pertolongan, dan taufik (lihat Kitab Taisirul Karimir Rahman).
Maka, sesungguhnya ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang samar baginya. Jika Allah saja dekatnya sedemikian, maka tidak perlu lagi mencari tempat-tempat curhat dan mengeluhkan problem kepada selain-Nya. Karena, “Bukankah Allah itu cukup untuk hamba-Nya.” [QS Az Zumar: 36]
Rasulullah Shallallahu alihi wa sallam sendiri mengajarkan kepada keponakannya yang masih kecil agar hanya meminta dan memohon kepada Allah, “Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah” [Riwayat At Tirmidzi. Beliau berkomentar, “(Hadis ini) hasan shahih] Jika anak kecil saja diajarkan seperti itu, bagaimana yang lainnya? Tentu lebih lagi.
Inilah potret pendidikan Rasulullah Shallallahu alihi wa sallam, yaitu menanamkan akidah yang benar kepada umatnya sejak kecil agar terpatri kuat di sanubari orang tersebut. Dan pendidikan macam inilah yang seharusnya ditiru oleh para orangtua mana pun. Demikian juga dengan orang yang dirundung bingung antara dua pilihan, jika ia harus memilih. Seluruh ajaran Islam adalah penyerahan diri kepada Allah. Segala masalah harus diserahkan kepada Allah, tidak kepada selain-Nya.
Wallahu A'lam
Yang terjadi, disadari atau tidak curhat tersebut malah berujung kepada ghibah atau membicarakan keburukan orang lain. Atau setidaknya, curhat adalah gerbang atau pintu untuk membuka aib dirinya sendiri ke orang lain. Dalam Islam, membuka aib orang lain dan aib sendiri jelas dilarang. Lantas, bagaimana Islam memandang masalah curhat ini?
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat: 12).
Curhat memang jadi pintu masuk ghibah dan membuka aib diri sendiri. Namun, bukan berarti curhat dilarang sepenuhnya. Selama tujuan curhat adalah untuk meminta nasihat tanpa membuka aib diri sendiri atau orang lain maka diperbolehkan. Selain itu, pastikan bahwa sebelum meminta masukan dari orang lain, dahulukan Allah. Datanglah kepada Allah terlebih dulu ketika ditimpa masalah.
Allah berfirman :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (QS. Qaf: 16).
Jika kehadiran Allah, begitu dekat maka untuk apa meminta solusi dan bantuan dari orang lain yang tidak berdaya tanpa kuasa Allah? Bagi siapapun yang berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah lebih dulu, maka Allah akan memberi jalan keluar yang lebih baik dari setiap masalah yang dihadapinya. Allah juga berfirman :
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). (QS. An-Naml: 62).
Belajar dari Curhat Nabi Ya’qub dan Nabi Ayyub AS
Soal masalah curhat ini, ingatlah bahwa pernah ada manusia yang ditimpakan masalah berat. Ia adalah Nabi Ya’qub Alaihissalam. Ia pernah kehilangan anak kesayangannya, yaitu Nabi Yusuf Alaihissalam ketika masih kecil. Maka simaklah apa yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub berikut ini:
Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya”. (QS. Yusuf: 86).
Nabi Ya’qub dengan segera curhat langsung kepada Allah, karena ia yakin tidak ada daya dan upaya yang bisa dilakukan manusia, kecuali atas izin Allah.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186).
Begitu juga dengan kisah Nabi Ayyub ketika ditimpa cobaan berat. Nabi Ayyub Alaihissalam adalah nabi sekaligus manusia yang pernah ditimpa masalah atau cobaan terberat yang pernah ditimpakan kepada manusia. Dalam waktu singkat, seluruh anaknya meninggal dunia, istrinya meninggalkannya, hartanya habis, dan beliau ditimpakan penyakit yang mungkin tidak akan diderita oleh manusia setelahnya. Setelah ditimpa oleh masalah besar selama bertahun-tahun, Nabi Ayyub hanya bisa bersabar dan pada akhirnya ia berkeluh kesah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ
"Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya: “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan”. (QS. Shaad: 41).
Baca Juga
Karena ia mengadukan masalahnya kepada Allah, maka Allah langsung menjawabnya, seperti dalam firmannya:
ارْكُضْ بِرِجْلِكَ ۖ هَٰذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ
“Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum”. (QS. Shaad: 42).
Tidak hanya itu, Allah kemudian mengganti semua harta benda yang telah hilang dengan yang lebih baik:
وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَىٰ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
"Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shaad: 43).
Curhatlah Pada Allah Saja
Dari dua kisah nabi mulia ini, maka dapat dipetik pelajaran bahwa jika seseorang menampakkan dan mengadukan kesedihan serta kesulitan kepada manusia, maka hal itu tidak meringankan kesedihan terdebut. Namun apabila seseorang mengadukan kesedihan itu kepada Allah, itulah yang akan bermanfaat baginya. Allah Ta’ala telah menjanjikan hal itu dalam sejumlah firman-Nya. Jika Anda berkehendak, bacalah dan renungkanlah beberapa firman Allah ini,
وَ إِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” [QS Al Baqarah: 186]
Allah juga berfirman :
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الوَرِيْدِ
“Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” [QS Qaf: 16]
Kedekatan di sini adalah kedekatan ilmu, bukan Dzat Allah. Sebagaimana kesepakatan Ahlussunnah wal Jama’ah. Sedangkan kedekatan Allah itu ada dua, yaitu (1) kedekatan ilmu-Nya, dan (2) kedekatan-Nya dengan orang yang beribadah dan berdoa kepada-Nya dengan pengkabulan, pertolongan, dan taufik (lihat Kitab Taisirul Karimir Rahman).
Maka, sesungguhnya ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang samar baginya. Jika Allah saja dekatnya sedemikian, maka tidak perlu lagi mencari tempat-tempat curhat dan mengeluhkan problem kepada selain-Nya. Karena, “Bukankah Allah itu cukup untuk hamba-Nya.” [QS Az Zumar: 36]
Rasulullah Shallallahu alihi wa sallam sendiri mengajarkan kepada keponakannya yang masih kecil agar hanya meminta dan memohon kepada Allah, “Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah” [Riwayat At Tirmidzi. Beliau berkomentar, “(Hadis ini) hasan shahih] Jika anak kecil saja diajarkan seperti itu, bagaimana yang lainnya? Tentu lebih lagi.
Inilah potret pendidikan Rasulullah Shallallahu alihi wa sallam, yaitu menanamkan akidah yang benar kepada umatnya sejak kecil agar terpatri kuat di sanubari orang tersebut. Dan pendidikan macam inilah yang seharusnya ditiru oleh para orangtua mana pun. Demikian juga dengan orang yang dirundung bingung antara dua pilihan, jika ia harus memilih. Seluruh ajaran Islam adalah penyerahan diri kepada Allah. Segala masalah harus diserahkan kepada Allah, tidak kepada selain-Nya.
Wallahu A'lam
(wid)