Sejarah Hari Santri, Kenapa Ditetapkan 22 Oktober

Jum'at, 21 Oktober 2022 - 13:17 WIB
loading...
Sejarah Hari Santri, Kenapa Ditetapkan 22 Oktober
Sejarah hari santri, ditetapkan 22 Oktober merujuk pada hari Resolusi Jihad yang diserukan KH Hasyim Asy’ari. Foto/Ilustrasi: NU Online
A A A
Sejarah hari santri , ditetapkan 22 Oktober merujuk pada hari Resolusi Jihad yang diserukan KH Hasyim Asy’ari pada tanggal tersebut. Dalam buku berjudul "Generasi Emas Santri Zaman Now" karya Nasrullah Nurdin, S.S., Lc., M.Hum. disebutkan Resolusi Jihad itu menjadi momentum kebangkitan kaum santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Kala itu Kiai Hasyim Asy’ari yang menjabat sebagai Rais Akbar Pengurus Besar Nadhlatul Ulama ( PBNU ) menetapkan resolusi jihad melawan pasukan kolonial di Surabaya, Jawa Timur. Dan kondisi tersebut terlihat pada 21 dan 22 Oktober 1945 di saat pengurus NU Jawa dan Madura menggelar pertemuan di Surabaya.



Pertemuan tersebut dilakukan untuk menyatakan sikap setelah mendengar tentara Belanda berupaya kembali menguasai Indonesia dengan membonceng sekutu.

Lewat Resolusi Jihad, kaum santri memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia agar menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan, agama dan Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tangannya.

Bagi NU, baik Belanda maupun Jepang telah berbuat kezaliman di Indonesia dan resolusi ini membawa pengaruh yang besar. Bahkan, ada dampak besar setelah Kiai Hasyim Asy'ari menyerukan resolusi ini.

Hal ini kemudian membuat rakyat dan santri melakukan perlawanan sengit dalam pertempuran di Surabaya. Banyak santri dan massa yang aktif terlibat dalam pertempuran ini. Perlawanan rakyat dan kalangan santri ini kemudian membuat semangat pemuda Surabaya dan Bung Tomo turut terbakar.



Selain hari Resulusi Jihad, terdapat beberapa alasan lain ditetapkannya tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional oleh pemerintah, yaitu adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pemaknaan sejarah Indonesia yang genuine dan authentic yang tidak terpisahkan dari episteme bangsa.
2. Terkait dengan sosio politik yang mengonfirmasi kekuatan relasi antara Islam dengan Negara, dalam hal ini, Indonesia menjadi model bagi dunia mengenai hubungan antara Islam dengan Negara.
3. Menegaskan distingsi Indonesia yang religius demokratis atau upaya dalam merawat dan mempertahankan religiusitas Indonesia yang demokratis di tengah kontestasi pengaruh ideologi agama global yang arahnya cenderung ekstrem radikal.
4. Meneguhkan persatuan umat Islam yang telah terafiliasi dan menyejarah dalam organisasi masyarakat (ormas) dan partai politik (parpol) yang berbeda. Namun, perbedaan itu melebur dalam satu kesantrian yang sama.
5. Adanya anggapan bahwa mainstreaming santri akan berpotensi termarjinalkan oleh derasnya arus globalisasi.



Tiga Pertimbangan
Hari Santri ditetapkan Presiden Joko Widodo melalui penandatanganan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri pada 15 Oktober 2015. Keputusan presiden tersebut didasari tiga pertimbangan.

Pertama, ulama dan santri pondok pesantren memiliki peran besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mengisi kemerdekaan.

Kedua, keputusan tersebut diambil untuk mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa, perlu ditetapkan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober.

Ketiga, tanggal 22 Oktober tersebut diperingati merujuk pada ditetapkannya seruan resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 oleh para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia yang mewajibkan setiap muslim untuk membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari serangan penjajah.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1798 seconds (0.1#10.140)