Syaikh Al-Qardhawi: Wajib Mendahulukan Pendidikan daripada Peperangan
loading...
A
A
A
PARA pembaharu menyerukan wajibnya mendahulukan pendidikan daripada peperangan, mendahulukan pembentukan pribadi daripada menduduki pos-pos yang penting.
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan yang dimaksudkan dengan pendidikan dan pembentukan di sini ialah membina manusia mukmin, yang dapat mengemban misi dakwah ; bertanggung jawab menyebarkan risalah Islam; tidak kikir terhadap harta benda; tidak sayang kepada jiwanya dalam melakukan perjuangan di jalan Allah.
Pada saat yang sama dia merupakan contoh hidup yang dapat menerapkan nilai-nilai agama dalam dirinya, sekaligus menarik orang lain untuk melakukan hal yang sama. "Dalam dirinya orang melihat Islam yang benar-benar hidup," tutur Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fiqh Prioritas" (Robbani Press, 1996 M)
Menurutnya, pembinaan dan pendidikan manusia seperti itu merupakan tuntutan manusia sepanjang zaman, khususnya apabila kita hendak membuat landasan bagi agama yang baru, atau umat baru yang mempunyai misi yang baru.
Ketika ada suatu agama yang sedang melemah, kemudian umatnya dihinggapi dengan kerapuhan, maka agama ini memerlukan suasana baru, dan umatnya perlu dihidupkan. Maka tidak ada jalan bagi agama itu kecuali melakukan pembaruan, menghidupkan dan memperbaiki umatnya. Yaitu mendidik generasi baru untuk mencapai tujuan yang hendak dicapainya.
Pembinaan dan pembentukan manusia seperti itu, merupakan gambaran yang paling tepat bagi generasi mukmin yang hendak mengemban panji perbaikan dan kebangkitan. Usaha seperti itu harus mendahului perjuangan bersenjata untuk mengubah suatu masyarakat dan mendirikan negara.
Oleh karena itu, tugas penting yang dilakukan oleh Al-Qur'an pada masa Makkah --selama tiga belas tahun-- adalah membina manusia, mendidik generasi baru dengan pendidikan keimanan, akhlak, dan akal pikirannya secara sempurna. Teladan yang paling sempurna bagi generasi baru ini adalah Rasulullah SAW.
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..." ( QS al-Ahzab : 21)
Tugas utama al-Qur'an pada periode Makkah ialah menanamkan akidah, sifat-sifat yang baik, akhlak yang mulia; menanamkan pandangan hidup yang sehat, pemikiran yang benar; menolak keyakinan-keyakinan Jahiliah, sifat-sifat buruk yang merusak pemikiran manusia dan perilakunya; serta menjalin hubungan yang kuat antara manusia dan tuhannya dengan jalinan yang tidak dapat dipisahkan.
"Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). (Yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat." ( QS al-Muzzzammil : 1-5)
Pembinaan yang mendalam pada 'sekolah' malam, sekolah al-Qur'an adalah untuk mempersiapkan penerimaan 'perkataan yang berat' yang ditunggu tunggu olehnya. Ungkapan berat di sini tidak lain adalah berat dari segi tanggung jawabnya.
Kemudian ayat-ayat al-Qur'an turun dengan cara seperti itu, menanamkan akidah dan konsep-konsep; menanamkan nilai-nilai dan sifat-sifat mulia; menyucikan akal dan hati dari kotoran-kotoran Jahiliah; mendidiknya di atas makna-makna iman.
Pekerjaan yang menuntut kesabaran, keteguhan, ketegaran, pengorbanan dalam membela kebenaran dan melawan kebatilan, dalam membersihkan akal pikiran dari penipuan yang buta terhadap para nenek moyang, pemimpin dan pembesar yang sesat.
Pendidikan seperti ini mesti dilakukan sebelum turunnya satu ayat yang memerintahkan peperangan bersenjata, pertumpahan darah terhadap orang-orang musyrik dan para penyembah Taghut.
Bahkan para sahabat datang kepada Nabi saw mengadukan kepadanya bahwa di antara mereka ada yang dipukul, dan dilukai oleh orang-orang musyrik. Para sahabat menuntut kepada Nabi SAWuntuk mengangkat senjata sebagai usaha membela diri, memerangi musuh mereka dan musuh agama mereka.
Akan tetapi NabiSAW berkata kepada mereka, sebagaimana dikisahkan oleh al-Qur'an: "... Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang..." ( QS an-Nisa' : 77)
Jawaban itu bukan berarti melecehkan perjuangan bersenjata, yang merupakan puncak pengabdian dalam Islam. Akan tetapi jawaban itu ada kaitannya dengan pelbagai pemberian prioritas; khususnya prioritas terhadap pendidikan dan pembentukan pribadi Muslim.
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan yang dimaksudkan dengan pendidikan dan pembentukan di sini ialah membina manusia mukmin, yang dapat mengemban misi dakwah ; bertanggung jawab menyebarkan risalah Islam; tidak kikir terhadap harta benda; tidak sayang kepada jiwanya dalam melakukan perjuangan di jalan Allah.
Pada saat yang sama dia merupakan contoh hidup yang dapat menerapkan nilai-nilai agama dalam dirinya, sekaligus menarik orang lain untuk melakukan hal yang sama. "Dalam dirinya orang melihat Islam yang benar-benar hidup," tutur Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fiqh Prioritas" (Robbani Press, 1996 M)
Menurutnya, pembinaan dan pendidikan manusia seperti itu merupakan tuntutan manusia sepanjang zaman, khususnya apabila kita hendak membuat landasan bagi agama yang baru, atau umat baru yang mempunyai misi yang baru.
Ketika ada suatu agama yang sedang melemah, kemudian umatnya dihinggapi dengan kerapuhan, maka agama ini memerlukan suasana baru, dan umatnya perlu dihidupkan. Maka tidak ada jalan bagi agama itu kecuali melakukan pembaruan, menghidupkan dan memperbaiki umatnya. Yaitu mendidik generasi baru untuk mencapai tujuan yang hendak dicapainya.
Pembinaan dan pembentukan manusia seperti itu, merupakan gambaran yang paling tepat bagi generasi mukmin yang hendak mengemban panji perbaikan dan kebangkitan. Usaha seperti itu harus mendahului perjuangan bersenjata untuk mengubah suatu masyarakat dan mendirikan negara.
Oleh karena itu, tugas penting yang dilakukan oleh Al-Qur'an pada masa Makkah --selama tiga belas tahun-- adalah membina manusia, mendidik generasi baru dengan pendidikan keimanan, akhlak, dan akal pikirannya secara sempurna. Teladan yang paling sempurna bagi generasi baru ini adalah Rasulullah SAW.
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..." ( QS al-Ahzab : 21)
Tugas utama al-Qur'an pada periode Makkah ialah menanamkan akidah, sifat-sifat yang baik, akhlak yang mulia; menanamkan pandangan hidup yang sehat, pemikiran yang benar; menolak keyakinan-keyakinan Jahiliah, sifat-sifat buruk yang merusak pemikiran manusia dan perilakunya; serta menjalin hubungan yang kuat antara manusia dan tuhannya dengan jalinan yang tidak dapat dipisahkan.
"Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). (Yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat." ( QS al-Muzzzammil : 1-5)
Pembinaan yang mendalam pada 'sekolah' malam, sekolah al-Qur'an adalah untuk mempersiapkan penerimaan 'perkataan yang berat' yang ditunggu tunggu olehnya. Ungkapan berat di sini tidak lain adalah berat dari segi tanggung jawabnya.
Kemudian ayat-ayat al-Qur'an turun dengan cara seperti itu, menanamkan akidah dan konsep-konsep; menanamkan nilai-nilai dan sifat-sifat mulia; menyucikan akal dan hati dari kotoran-kotoran Jahiliah; mendidiknya di atas makna-makna iman.
Pekerjaan yang menuntut kesabaran, keteguhan, ketegaran, pengorbanan dalam membela kebenaran dan melawan kebatilan, dalam membersihkan akal pikiran dari penipuan yang buta terhadap para nenek moyang, pemimpin dan pembesar yang sesat.
Pendidikan seperti ini mesti dilakukan sebelum turunnya satu ayat yang memerintahkan peperangan bersenjata, pertumpahan darah terhadap orang-orang musyrik dan para penyembah Taghut.
Bahkan para sahabat datang kepada Nabi saw mengadukan kepadanya bahwa di antara mereka ada yang dipukul, dan dilukai oleh orang-orang musyrik. Para sahabat menuntut kepada Nabi SAWuntuk mengangkat senjata sebagai usaha membela diri, memerangi musuh mereka dan musuh agama mereka.
Akan tetapi NabiSAW berkata kepada mereka, sebagaimana dikisahkan oleh al-Qur'an: "... Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang..." ( QS an-Nisa' : 77)
Jawaban itu bukan berarti melecehkan perjuangan bersenjata, yang merupakan puncak pengabdian dalam Islam. Akan tetapi jawaban itu ada kaitannya dengan pelbagai pemberian prioritas; khususnya prioritas terhadap pendidikan dan pembentukan pribadi Muslim.