Kisah Perjalanan Rohani Muhammad Ali: Malcolm, Ingat David dan Goliath

Jum'at, 04 November 2022 - 13:57 WIB
loading...
Kisah Perjalanan Rohani Muhammad Ali: Malcolm, Ingat David dan Goliath
Perjuangan Ali yang utama adalah mencoba menyenangkan Allah dalam segala hal yang diperbuatnya. Foto/Ilustrasi: morocoworldnews
A A A
Kisah perjalanan rohani petinju legendaris Muhammad Ali berikut ini dinukil dari buku berjudul "American Jihad, Islam After Malcolm X"karya Steven Barbosa yang diterjemahkan oleh Sudirman Teba dan Fettiyah Basri menjadi "Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X" (Mizan, 1995). Berikut kisahnya:



Setelah sarapan di sebuah hotel di South Side Chicago, dua orang anak laki-laki menyapanya. Ali "diagung-agungkan" dalam perjalanannya ke kamar mandi.

"Saya telah berpuasa dan sholat," katanya kepada kedua anak yang tersenyum itu. "Lihat kaki saya."

Dia berputar ke satu sisi, tampak wajahnya yang tampan, dan berhenti. Sedetik kemudian, dia berjinjit dengan hati-hati pada kaki kirinya, dan tampak seolah mau terbang ketika kaki kanannya diangkat dari karpet.

Anak-anak itu tertawa dan minta tanda tangan Ali. Sang Juara membubuhkan tanda tangannya di sebuah pamflet Islami dan memberikan satu pada setiap anak.

Pernah menjadi sebuah mesin pemukul yang sangat hebat yang menimbulkan rasa takut pada lawannya, Ali masih merupakan figur yang mengagumkan. Dia duduk di deretan atlet terbesar abad kedua puluh, dan mengubah status atlet kulit hitam dalam pandangan manusia. Dia mengangkat martabat atlet kulit hitam ke tempat yang tinggi, dengan mendapatkan penghormatan dan penerimaan yang baik dari masyarakat, putih maupun hitam.

Ali bertahan sebagai pusat perhatian selama lebih dari dua dasawarsa. Dalam waktu itu dia berhasil menguasai mahkota kejuaraan tinju kelas berat selama tiga kah, dan menjadikan dirinya sebuah legenda.



Ganti Nama
Cassius Marcellus Clay, Jr., dilahirkan pada 17 Januari 1942 di Louisville, Kentucky, dari seorang ayah yang bekerja sebagai pelukis papan nama dan reklame, Cassius Marcellus C1ay, Sr., dan seorang ibu, Odessa Grady Clay, seorang pembantu rumah tangga. Dua puluh dua tahun kemudian, dia dilahirkan kembali.

Cassius Clay diberi sebuah nama baru oleh Elijah Muhammad pada 1964, ketika Elijah membuat sebuah pernyataan umum dalam suatu siaran radio dari Chicago pada tanggal 6 Maret: "Nama Clay ini tidak menyiratkan arti ketuhanan. Saya harap dia akan menerima dipanggil dengan nama yang lebih baik. Muhammad Ali, nama yang akan saya berikan kepadanya selama dia beriman kepada Allah dan mengikuti saya."

Selama tiga tahun sebelum pertarungannya untuk memperebutkan gelar juara dunia kelas berat dengan Sonny Liston, Clay telah menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh Nation of Islam. Kehadirannya dilaporkan oleh koran Daily Nezus di Philadelphia pada September 1963; tetapi pada Januari 1964, dia berbicara di sebuah rapat Muslim di New York. Dia membuat sensasi yang besar. Beberapa minggu kemudian, ayahnya mengatakan bahwa Clay telah bergabung dengan Nation:

Clay masih belum memberikan pernyataan publik tentang keikutsertaannya dalam Nation of Islam. Tetapi dia sibuk mempelajari Islam di bawah bimbingan Kapten Sam Saxon (sekarang Abdul Rahman), yang dijumpai Clay di Miami pada 1961, dan menteri Ishmael Sabakhan. Pelajaran-pelajaran mereka merupakan hasil ajaran Nation of Islam: Tuhan adalah orang kulit hitam, tetapi kaum kulit hitam di Amerika memakai nama majikan budak.

Pelajaran yang membakar dapat didapat dari perjalanan ke daerah Selatan, atau dengan mudah bisa didapatkan dengan menonton televisi. Jim Crow sedang berada pada masa kejayaannya, dan seratus tahun setelah penghapusan perbudakan, kaum kulit hitam disemprot dengan selang air di jalanan, dipukuli, ditembaki, dan dilukai sampai cacat karena memperjuangkan kesetaraan rasial di Amerika Serikat.



Clay merenungkan ajaran-ajaran Elijah Muhammad, membaca surat kabar yang diterbitkan Nation, dan mencari bimbingan dan saran dari Malcolm X, yang dijumpainya di Detroit pada awal 1962. Pesan di balik perjuangan kaum kulit hitam terhadap supremasi kulit putih dapat dimakluminya.

Sebelum pertandingan Clay melawan Liston, Malcolm mengunjungi Clay sebagai pribadi, bukan sebagai wakil Elijah. Malcolm menganggap Clay sebagai adiknya dan menasihati dia, melambungkan kebulatan tekadnya untuk bangkit melawan tantangan yang berat --untuk mengungguli Liston. "Ingat David dan Goliath," ujar Malcolm menyemangatinya.

Malcolm meninggalkannya hanya setelah promotornya mengancam untuk membatalkan pertandingan jika dia masih berkeliaran di sekitar tempat itu. Di satu pihak Clay merasa takut jika dia tidak akan diizinkan untuk bertanding memperebutkan gelar di kelas berat apabila hubungannya dengan Nation diketahui.

Walaupun merasa sangat takut menghadapi Liston, akhirnya Clay menang dalam pertandingan itu karena, dia yakin, bahwa itu merupakan "waktu Allah". Clay benar-benar bergerak menjauhi jangkauan Liston dan menghajarnya dari sudut-sudut yang berlainan. Ketika pada akhir ronde keempat mata Clay terasa perih dan buta sebagian (mungkin karena minyak gosok dari tubuh dan sarung tangan Liston), Angelo Dundee mendorongnya kembali ke ring, lalu Clay mempergunakan kelihaian dan keyakinannya untuk menghindari pukulan Liston. Liston yang terluka mengakhiri pertandingan sebelum bel ronde ketujuh berbunyi. Dunia memiliki seorang juara baru.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2745 seconds (0.1#10.140)