Sejarah Jilbab dan Asal Usulnya Mengapa Harus Dikenakan Wanita Muslimah
loading...
A
A
A
Jilbab atau hijab sebagai busana muslimah, memiliki sejarah yang cukup panjang. Hijab dalam bahasa Arab hijb, bentuk plural-nya hujub, secara bahasa berarti 'mencegah jangan sampai terjadi," menutup dan menghalangi. Hijab adalah antonim dari kata sufur yang artinya terbuka.
Berdasarkan sejarahnya, sebenarnya bukan hanya Islam yang mensyariatkan hijab . Dilansir dari pendapat Syaik Abdul Wahhab Abdussalam Thawilah, dijelaskan bahwa hijab sebenarnya sudah dikenal sejak masa Nabi Ibrahim Alaihi sallam dan telah menjadi tradisi masyarakat Ibrani pada masa nabi-nabi mereka hingga pasca kenabian Al-Masih, nabi terakhir mereka. Pengaruhnya masih kita rasakan hingga sekarang ini. Ini tampak jelas pada pakaian resmi para pendeta dan kebiasaan perempuan Nasrani yang memakai penutup kepala dan sebagian wajah mereka setiap kali memasuki gereja, meskipun yang digunakan tipis.
Dalam Perjanjian Lama Kitab Penciptaan (24/64-65) disebutkan,"Dia menengadahkan kepalanya dengan pelan. Dia memandang Ishaq, lalu turun dari untanya dan berkata pada hamba sahaya,"Siapa laki-laki yang berjalan di ladang untuk berjumpa dengan kita?" hamba sahaya itu menjawab,"Dia tuanku". Dia pun langsung mengambil cadar dan menutu wajahnya.
Dalam kitab yang sama (38/14) disebutkan," Dia menanggalkan pakaian yang menghiasinya lalu menutup dirinya dengan cara dan berselimut kemudian duduk di bagian dalam 'ainam yang terdapat di jalan Timnah."
Keterangan di atas membuktikan bahwa cadar yang hanya memperlihatkan dua mata pada masa Nabi Ibrahim Alaihi sallam sudah dikenal luas.
Di masa jahiliyah , soal hijab ini terindikasikan dalam beberapa syair ,bahwa saat itu sebagian wanita merdeka dan wanita terhormat biasa menutup wajah mereka dan membukanya, kecuali ketika darurat.
Di antara buktinya adalah sebagai berikut : Suatu hari, istri Nu'man bin al Mundzir lewat di depan Nabighah. Tiba-tiba kerudung yang dikenakan terjatuh. Dia pun segera menutup wajahnya dengan tangan kiri, lalu membungkuk dan memungut kerudungnya dengan tangan kanan. Nu'man meminta Nabighah untuk melukiskan kejadian ini dalam bait syair.
Nabighah pun menggubah syair berikut :
"Kerudungnya terjatuh tanpa sengaja
Diraihnya kerudung itu sambil melindungi dirinya dengan tangan
Yang diwarnai merah lembut, jari-jarinya seperti
pohon 'anam yang dahannya selalu bergoyang
Dia menatapnya sebab hajat yang belum engkau penuhi
seperti tatapan orang sakit pada para penjenguk
Tulang dada anak rusa tampak berhimpun berwarna
kehitaman seperti hitamnya dua biji mata"
Maksud syair ini, mengandung arti bahwa perempuan berhijab dari pandangan para lelaki bukan muhrim . Dia harus melindungi dirinya dengan tangannya dari pandangan orang lain saat kerudungnya terjatuh.
Dikisahkan pula, sejak Zubair bin Salma (yang menceritakan keluarga Al- Husain) : “Aku tidak tahu dan aku mesti akan tahu, Apakah aku sedang berdiri di depan keluarga Husain atau di hadapan para wanita, Bila dikatakan para wanita yang bersembunyi, Maka benarlah bahwa wanita yang melindungi dirinya mendapat kehormatan”.
Sajak Taufail bin Auf-Ghanawi: “Dengan penutup muka tidak akan mengurangi kehormatannya kemuliaannya tetap terjaga, dan kecantikannya dapat dinikmati bila telah tiba saatnya.”
Syair ini juga menyiratkan, bahwa zaman jahiliyah bangsa Arab telah mengenal hijab sebagai penutup wajah wanita. Bagi wanita yangtelah beranjak dewasa, hijab atau jilbab dikenakan sebagai pertanda bahwa ia siap untuk dinikahi. Selain itu, pada masa itu hanyawanita merdeka yang boleh mengenakan jilbab. Sedangkan wanita yang merupakan budak atau gundik tidak diperkenankan untuk mengenakan jilbab.
Hijab dalam Islam
Berbeda dengan hijab pada masa jahiliyah yang membedakan antara wanita terhormat dengan wanita yang merupakan seorang budak, hijab pada masa kedatangan Islam justru membawa keadilan dan perlindungan bagi setiap muslimah.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS An-Nur : 31)
Ayat perintah berhijab tersebut turun karena beberapa peristiwa yang menimpa istri Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Dari Imam Al- Bukhari meriwayatkan dari Aisyah,:
“Setelah turunnya perintah berhijab, suatu ketika Sau’dah (salah seorang istri Rasulullah) keluar untuk membuang hajat. Sau’dah adalah seorang wanita berbadan besar sehingga akan langsung dikenali jika berpapasan dengan orang yang telah mengenalnya. Di tengah jalan, Umar melihatnya. Umar lalu berkata, ‘Wahai Sau’dah, kami sungguh masih dapat mengenali engkau. Oleh karena itu, pertimbangkanlah kembali bagaimana cara engkau keluar!’
Mendengar ucapan Umar itu, Sau’dah langsung berbalik pulang dengan cepat. Pada saat itu, Rasulullah tengah makan malam di rumah saya dan di tangan beliau tengah tergenggam minuman. Ketika masuk ke rumah, Sau’dah langsung berkata, ‘Wahai Rasulullah, baru saja saya keluar untuk menunaikan hajat. Akan tetapi, Umar lalu berkata begini dan begini kepada saya.’
Tiba-tiba turun wahyu kepada Rasulullah . Ketika wahyu selesai dan beliau kembali ke kondisi semula, minuman yang ketika itu beliau pegang masih tetap berada di tangannya. Rasulullah lalu berkata, ‘Sesungguhnya telah diizinkan bagi kalian keluar rumah untuk menunaikan hajat kalian.” (Shahih Bukhari, kitab at-Tafsiir, hadits nomor 4795).
Ibnu Sa’d, dalam kitab ath-Thabaqaat, meriwayatkan dari Abu Malik yang berkata:
“Para istri Rasulullah biasa keluar di malam hari untuk menunaikan hajat. Akan tetapi, beberapa orang munafik kemudian mengganggu mereka di perjalanan sehingga mereka merasa tidak nyaman. Ketika hal tersebut dilaporkan (kepada Rasulullah), beliau lantas menegur orang-orang tersebut. Akan tetapi, mereka balik berkata, ‘Sesungguhnya kami hanya melakukannya dengan isyarat tangan (menunjuk-nunjuk dengan jari).’ Setelah kejadian itu, turunlah ayat ini.” Ibnu Sa’ad juga meriwayatkan hal serupa dari al-Hasan dan Muhammad bin Ka’ab al- Qurazhi.
Dalil lain yang lebih tegas adalah firman Allah SWT:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah merekamengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menjulurkan pakaiannya (di bawah mata kaki) karena sombong, maka Allah pasti tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat.” Ummu Salamah lantas berkata, “Lalu bagaimana para wanita menyikapi ujung pakaiannya?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Hendaklah mereka menjulurkannya sejengkal.”
Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga; ia menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk memperlihatkan–kepada keduanya–‘auratnya. Sesungguhnya, iblis dan golongannya bisa melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Qs. Al-A’raf:27)
“Setan menyebabkan terbukanya aurat mereka padahal sebelumnya tertutup, ini adalah karena permusuhan yang nyata”
Maka dari itu, jilbab atau penutup aurat bukan hanya sebagai identitas Muslim saja, namun merupakan perintah Allah SWT pada umat manusia. Kedua agama samawi sebelumnya juga telah memerintahkan jilbab pada wanitanya.
Wallahu A'lam
Berdasarkan sejarahnya, sebenarnya bukan hanya Islam yang mensyariatkan hijab . Dilansir dari pendapat Syaik Abdul Wahhab Abdussalam Thawilah, dijelaskan bahwa hijab sebenarnya sudah dikenal sejak masa Nabi Ibrahim Alaihi sallam dan telah menjadi tradisi masyarakat Ibrani pada masa nabi-nabi mereka hingga pasca kenabian Al-Masih, nabi terakhir mereka. Pengaruhnya masih kita rasakan hingga sekarang ini. Ini tampak jelas pada pakaian resmi para pendeta dan kebiasaan perempuan Nasrani yang memakai penutup kepala dan sebagian wajah mereka setiap kali memasuki gereja, meskipun yang digunakan tipis.
Baca Juga
Dalam Perjanjian Lama Kitab Penciptaan (24/64-65) disebutkan,"Dia menengadahkan kepalanya dengan pelan. Dia memandang Ishaq, lalu turun dari untanya dan berkata pada hamba sahaya,"Siapa laki-laki yang berjalan di ladang untuk berjumpa dengan kita?" hamba sahaya itu menjawab,"Dia tuanku". Dia pun langsung mengambil cadar dan menutu wajahnya.
Dalam kitab yang sama (38/14) disebutkan," Dia menanggalkan pakaian yang menghiasinya lalu menutup dirinya dengan cara dan berselimut kemudian duduk di bagian dalam 'ainam yang terdapat di jalan Timnah."
Keterangan di atas membuktikan bahwa cadar yang hanya memperlihatkan dua mata pada masa Nabi Ibrahim Alaihi sallam sudah dikenal luas.
Di masa jahiliyah , soal hijab ini terindikasikan dalam beberapa syair ,bahwa saat itu sebagian wanita merdeka dan wanita terhormat biasa menutup wajah mereka dan membukanya, kecuali ketika darurat.
Di antara buktinya adalah sebagai berikut : Suatu hari, istri Nu'man bin al Mundzir lewat di depan Nabighah. Tiba-tiba kerudung yang dikenakan terjatuh. Dia pun segera menutup wajahnya dengan tangan kiri, lalu membungkuk dan memungut kerudungnya dengan tangan kanan. Nu'man meminta Nabighah untuk melukiskan kejadian ini dalam bait syair.
Nabighah pun menggubah syair berikut :
"Kerudungnya terjatuh tanpa sengaja
Diraihnya kerudung itu sambil melindungi dirinya dengan tangan
Yang diwarnai merah lembut, jari-jarinya seperti
pohon 'anam yang dahannya selalu bergoyang
Dia menatapnya sebab hajat yang belum engkau penuhi
seperti tatapan orang sakit pada para penjenguk
Tulang dada anak rusa tampak berhimpun berwarna
kehitaman seperti hitamnya dua biji mata"
Maksud syair ini, mengandung arti bahwa perempuan berhijab dari pandangan para lelaki bukan muhrim . Dia harus melindungi dirinya dengan tangannya dari pandangan orang lain saat kerudungnya terjatuh.
Dikisahkan pula, sejak Zubair bin Salma (yang menceritakan keluarga Al- Husain) : “Aku tidak tahu dan aku mesti akan tahu, Apakah aku sedang berdiri di depan keluarga Husain atau di hadapan para wanita, Bila dikatakan para wanita yang bersembunyi, Maka benarlah bahwa wanita yang melindungi dirinya mendapat kehormatan”.
Sajak Taufail bin Auf-Ghanawi: “Dengan penutup muka tidak akan mengurangi kehormatannya kemuliaannya tetap terjaga, dan kecantikannya dapat dinikmati bila telah tiba saatnya.”
Syair ini juga menyiratkan, bahwa zaman jahiliyah bangsa Arab telah mengenal hijab sebagai penutup wajah wanita. Bagi wanita yangtelah beranjak dewasa, hijab atau jilbab dikenakan sebagai pertanda bahwa ia siap untuk dinikahi. Selain itu, pada masa itu hanyawanita merdeka yang boleh mengenakan jilbab. Sedangkan wanita yang merupakan budak atau gundik tidak diperkenankan untuk mengenakan jilbab.
Hijab dalam Islam
Berbeda dengan hijab pada masa jahiliyah yang membedakan antara wanita terhormat dengan wanita yang merupakan seorang budak, hijab pada masa kedatangan Islam justru membawa keadilan dan perlindungan bagi setiap muslimah.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ
أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ
الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون
أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ
الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS An-Nur : 31)
Ayat perintah berhijab tersebut turun karena beberapa peristiwa yang menimpa istri Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Dari Imam Al- Bukhari meriwayatkan dari Aisyah,:
“Setelah turunnya perintah berhijab, suatu ketika Sau’dah (salah seorang istri Rasulullah) keluar untuk membuang hajat. Sau’dah adalah seorang wanita berbadan besar sehingga akan langsung dikenali jika berpapasan dengan orang yang telah mengenalnya. Di tengah jalan, Umar melihatnya. Umar lalu berkata, ‘Wahai Sau’dah, kami sungguh masih dapat mengenali engkau. Oleh karena itu, pertimbangkanlah kembali bagaimana cara engkau keluar!’
Mendengar ucapan Umar itu, Sau’dah langsung berbalik pulang dengan cepat. Pada saat itu, Rasulullah tengah makan malam di rumah saya dan di tangan beliau tengah tergenggam minuman. Ketika masuk ke rumah, Sau’dah langsung berkata, ‘Wahai Rasulullah, baru saja saya keluar untuk menunaikan hajat. Akan tetapi, Umar lalu berkata begini dan begini kepada saya.’
Tiba-tiba turun wahyu kepada Rasulullah . Ketika wahyu selesai dan beliau kembali ke kondisi semula, minuman yang ketika itu beliau pegang masih tetap berada di tangannya. Rasulullah lalu berkata, ‘Sesungguhnya telah diizinkan bagi kalian keluar rumah untuk menunaikan hajat kalian.” (Shahih Bukhari, kitab at-Tafsiir, hadits nomor 4795).
Ibnu Sa’d, dalam kitab ath-Thabaqaat, meriwayatkan dari Abu Malik yang berkata:
“Para istri Rasulullah biasa keluar di malam hari untuk menunaikan hajat. Akan tetapi, beberapa orang munafik kemudian mengganggu mereka di perjalanan sehingga mereka merasa tidak nyaman. Ketika hal tersebut dilaporkan (kepada Rasulullah), beliau lantas menegur orang-orang tersebut. Akan tetapi, mereka balik berkata, ‘Sesungguhnya kami hanya melakukannya dengan isyarat tangan (menunjuk-nunjuk dengan jari).’ Setelah kejadian itu, turunlah ayat ini.” Ibnu Sa’ad juga meriwayatkan hal serupa dari al-Hasan dan Muhammad bin Ka’ab al- Qurazhi.
Dalil lain yang lebih tegas adalah firman Allah SWT:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah merekamengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menjulurkan pakaiannya (di bawah mata kaki) karena sombong, maka Allah pasti tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat.” Ummu Salamah lantas berkata, “Lalu bagaimana para wanita menyikapi ujung pakaiannya?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Hendaklah mereka menjulurkannya sejengkal.”
Allah Ta’ala berfirman,
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ …
“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga; ia menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk memperlihatkan–kepada keduanya–‘auratnya. Sesungguhnya, iblis dan golongannya bisa melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Qs. Al-A’raf:27)
والتسبب في هتك عورته بعدما كانت مستورة عنه، وما هذا إلا عن عداوة أكيدة
“Setan menyebabkan terbukanya aurat mereka padahal sebelumnya tertutup, ini adalah karena permusuhan yang nyata”
Maka dari itu, jilbab atau penutup aurat bukan hanya sebagai identitas Muslim saja, namun merupakan perintah Allah SWT pada umat manusia. Kedua agama samawi sebelumnya juga telah memerintahkan jilbab pada wanitanya.
Wallahu A'lam
(wid)