Kisah Mualaf Amerika Serikat Rap Brown, Masuk Islam saat di Penjara

Selasa, 15 November 2022 - 13:36 WIB
loading...
Kisah Mualaf Amerika Serikat Rap Brown, Masuk Islam saat di Penjara
Mualaf asal Amerika Serikat, H. Rap ??(Hubert Gerold) Brown yang mengganti namanya menjadi Jamil Abdullah Al-Amin. Foto/Ilustrasi: muslimmatters
A A A
Mualaf asal Amerika Serikat , H. Rap (Hubert Gerold) Brown yang mengganti namanya menjadi Jamil Abdullah Al-Amin, memutuskan memeluk Islam saat berada di penjara. Kala itu, ia dibui selama 5 tahun karena kasus perampokan.

Steven Barbosa dalam bukunya berjudul "American Jihad, Islam After Malcolm X" memaparkan Rap adalah seorang aktivis. Kalau sebelum masuk Islam ia mampu membuat pendengarnya terpaku dan berurai air mata mendengarkan pidatonya, maka setelah masuk Islam ia lebih menganjurkan disiplin diri dengan cara mengerjakan sholat, puasa, sedekah, dan tawakal . Itu semua merupakan persiapan untuk menghadap Allah di hari akhir. "Terlalu banyak bicara bisa membikin orang mabuk," ujar Rap.



Berikut penuturan Rap (Hubert Gerold) Brown atau Jamil Abdullah Al-Amin sebagaimana dinukil dalam buku yang telah diterjemahkan Sudirman Teba dan Fettiyah Basri menjadi "Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X" (Mizan, 1995) tersebut.

Nama Rap saya pilih berdasarkan apa yang saya coba gambarkan dalam Die Nigger Die --kemampuan untuk bicara. "Sweet Peeter Jeeter the Womb Beater"?

Saya tak lagi hafal bait-bait puisi itu. Itu sebenarnya merupakan riwayat masa lalu, yang menunjukkan ketrampilan berbahasa ketika saya dibesarkan. Memang, mereka menamakan itu musik rap sesudah saya sering melagukannya.

Sebutan itu diberikan karena saya memang konsisten dengan apa yang ingin saya tampilkan pada waktu itu. Saya tak mengklaim bahwa sayalah orang yang pertama kali bermusik rap. Tetapi, sebutan itu diperkenalkan dan dikaitkan dengan gaya saya ketika itu.

Rasanya tak pernah saya bicara lebih panjang dari satu jam pada setiap kesempatan berpidato (sejak 1960-an). Saya benar-benar menghayati apa-apa yang saya ucapkan, dan kiranya Rasulullah SAW juga telah memberi peringatan akan bahaya bicara berlebih-lebihan. Dengan kata lain, sebaik-baik suatu perkara adalah yang pertengahan. Karena bicara berlebihan bisa membuat orang mabuk kepayang. Kalau Anda tak bisa menyampaikan pesan ketika sudah bicara dua jam lamanya, artinya tak ada pesan apa pun yang Anda sampaikan.



Saya menjadi seorang Muslim pada 1971. Ketika itu saya sedang menjalani hukuman penjara di New York. Gerakan Dar Ul-Islam menyelenggarakan program-program dakwah, termasuk mendatangi penjara-penjara untuk menyelenggarakan sholat Jumat.

Dalam Islam dikatakan bahwa Allahlah yang membuat seseorang menjadi Muslim. Segala sesuatu yang dikehendaki Allah akan berubah setahap demi setahap. Seingat saya tak ada suatu peristiwa pun sepanjang hidup saya yang membuat saya tiba-tiba lebih cenderung mau menerima Islam sebagai agama.

Dalam perjalanan hidup, saya telah bertemu dengan begitu banyak Muslim, tetapi saya tak pernah secara sadar berusaha mempelajari Islam ataupun mendekatinya. Karena itu, saya yakin, Allahlah yang mendorong dan membukakan hati seseorang untuk menjadi Muslim.

Kehidupan di dunia ini merupakan penjara bagi orang-orang beriman, dan surga bagi orang-orang yang tak beriman. Sekolah-sekolah dalam beberapa hal sebenarnya mirip dengan penjara, karena itu sesungguhnya saya telah menjadi narapidana jauh sebelum masuk penjara sungguhan.

Ke mana pun Anda pergi sesungguhnya merupakan sekolah, tempat belajar. Sebagian orang pergi ke Harvard, Yale, Darmaounth, dan juga Boston College. Sejumlah lainnya pergi ke Attica dan Auburn, juga Sing Sing. Tetapi sesungguhnya proses belajar tak terhenti dan terbatas di kampus-kampus itu, melainkan berkelanjutan.



Menunaikan Ibadah Haji
Saya dibebaskan pada November 1976, dan sesudah itu pergi menunaikan ibadah Haji. Saya menjalani masa hukuman penjara lima tahun, sekali jalan. Kalau dihitung-hitung seluruh masa saya mendekam di penjara lebih panjang dari masa yang seharusnya.

Saya kira semua aktivis gerakan hak-hak sipil akan marah, kalau mengetahui keadaan saya. Tetapi Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak melakukan tindakan yang didasari dan dikendalikan oleh amarah.

Rasul menjelaskan bahwa orang yang kuat bukanlah jagoan gulat, tetapi mereka yang dapat mengendalikan nafsu amarahnya. Bukan berarti Anda tak boleh marah dalam situasi apa pun. Yang ingin ditekankan adalah bahwa, kalau Anda tak mampu mengendalikan nafsu amarah, Anda bisa jadi korban.

Allah telah menciptakan manusia untuk berjuang. Ini merupakan esensi yang paling mendasar dari penciptaan manusia; yang secara alamiah memang harus mengalami perjuangan terus menerus untuk mencapai kemajuan, bahkan sejak kelahirannya. Ketika sel-sel sperma berebut membuahi sel telur, kemudian tumbuh menjadi janin, di sana pun sudah ada perjuangan yang berlangsung terus hingga bayi dilahirkan. Itulah ciri kehidupan manusia, semuanya merupakan perjuangan.

Ada perjuangan yang nilainya lebih tinggi, yang Allah katakan sebagai jihad fi sabilillah, yang merupakan jihad karena kesadaran yang tinggi.

Gerakan Islam sendiri dibangun berdasarkan kesadaran penuh untuk berjuang. Karena itu perbedaan mendasar dari perjuangan saya pada 1960-an adalah bahwa ketika itu, tindakan saya tak didasari pada prinsip-prinsip dan pedoman yang benar.

Saya pikir hal semacam itu banyak dialami oleh orang-orang pergerakan di masa itu. Pada dasarnya kami menggunakan moral dan etika orang-orang yang kami musuhi ketika itu. Hasilnya, kalaupun menang, paling-paling kami akan bertindak sebagaimana yang mereka kerjakan.



Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa mereka yang berpegang teguh pada janji Allah, akan mendapat petunjuk yang lebih baik daripada umat lainnya. Bahkan dalam pergerakan pada 1960-an, kalau saja saya tahu bahwa ada kebenaran, saya mempraktikkannya. Begitu pula ketika saya mengenal Islam.

Penjara Seumur Hidup
H. Rap (Hubert Gerold) Brown lahir dan besar di Baton Rouge, Louisiana. Pada tahun 1960, pada usia 17, ia pindah ke Washington D.C. dan bergabung dengan Kelompok Aksi Non-Kekerasan (NAG).

Pada tahun 1964, Brown menjadi ketua NAG, yang akhirnya membawanya bergabung dengan Student Non-violent Coordinate Committee (SNCC). Pada tahun 1966, Brown diangkat sebagai Direktur Pendaftaran Pemilih SNCC untuk negara bagian Alabama. Dia menggantikan Stokely Carmichael sebagai ketua nasional setahun kemudian.

Sebagai ketua SNCC, Brown memperluas agenda Carmichael untuk mengembangkan militansi di dalam SNCC dengan mengasingkan anggota kulit putih dan menyelaraskan organisasi dengan Partai Black Panther. Sebagai pemimpin, Brown menemukan sedikit keberhasilan dalam menggalang dukungan untuk agendanya karena tuntutan pidana yang dia hadapi saat itu.

Selama persidangan kasus senjata api pada tahun 1970, Brown menghilang dan ditempatkan di Daftar Pencarian Orang (DPO) FBI. Dia muncul kembali pada tahun 1971 setelah ditangkap karena perampokan bersenjata di Manhattan dan menjalani lima tahun di Penjara Negara Attica.

Di penjara, Brown masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Jamil Abdullah Al-Amin.

Pada tahun 2000, Al-Amin didakwa membunuh seorang polisi kulit hitam dan melukai orang lain di luar toko serba ada miliknya. Pada tahun 2002, Al-Amin dihukum karena pembunuhan dan tuduhan lainnya dan saat ini dia menjalani hukuman seumur hidup.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1660 seconds (0.1#10.140)