Banjir Besar Era Nabi Nuh dan Misteri Piramida di Mesir

Selasa, 28 April 2020 - 03:02 WIB
loading...
Banjir Besar Era Nabi Nuh dan Misteri Piramida di Mesir
Di dalam potongan itu tertulis dengan pena tempo dahulu, Ini adalah bangunan milik Suraid…Foto/Ist
A A A
IBNU Washif Syah mengatakan bahwa di kerajaan Mesir tidak ada yang lebih kaya daripada Suraid. Sekitar 300 tahun sebelum terjadinya banjir besar, dia bermimpi dalam tidurnya seolah-olah langit runtuh menimpa bumi. Langit menjadi seperti jubah; bintang-bintang seolah-olah berjatuhan, dan matahari dan bulan begitu dekat dari bumi.

Dalam mimpi itu, dia melihat burung-burung putih menyambar manusia dan melemparkan mereka di antara dua gunung. Dunia seolah-olah menjadi hitam pekat dan manusia seolah-olah dikumpulkan dalam satu ladang mencari perlindungan.

Setelah melihat itu semua, dia terbangun dari tidurnya dengan penuh ketakutan. Pada pagi harinya, dia mengundang 100 orang dukun yang suka memberikan keputusan hanya dengan bintang dan thawali’ (sesuatu yang digunakan untuk ramalan baik oleh peramal).

Dia menyepi bersama mereka dan menceritakan kepada mereka tentang mimpi yang dia alami. Para dukun itu berkata, “Sesungguhnya mimpi baginda berasal dari langit. Mimpi itu memberitahu akan kehancuran seluruh alam dan seisi bumi.”

Suraid berkata kepada mereka, “Coba lihat dari bintang.” Setelah melihat bintang-bintang, mereka berkata, “Kami melihat bulan ada dalam rasi bintang Scorpio menyerupai bentuk ikan. Jadi, kerusakan akan ditimbulkan karena topan dan bencana ini berkaitan dengan air yang turun dari langit.”

Suraid berkata, “Coba lihat apakah bencana ini akan menimpa negeri kita?” Mereka menjawab, “Ya, bencana itu akan menimpa negeri ini, dan negeri ini akan porak-poranda dalam waktu yang lama.”

Suraid bertanya, “Apakah negeri kita akan kembali lebih makmur dari sebelumnya?” Mereka menjawab, “Ya, negeri ini akan kembali makmur, bahkan lebih makmur daripada sebelumnya.”

Membangun Piramida
Para dukun mengabarkan bahwa topan yang melanda bumi tidak akan lama, hanya sekitar 40 hari. Maka, begitu mendengar berita tersebut, Suraid memerintahkan pengikutnya untuk membangun piramida yang fondasinya sama dengan ukuran ketinggiannya.

Di sana dia menyediakan persediaan udara dengan perhitungan dan perencanaan yang matang dan dia simpan perbekalan harta dan lain sebagainya.

Dia berkata, “Piramida ini akan kami jadikan persembunyian dan kuburan untuk jasad-jasad kami.”

Dia memindahkan banyak hal ke sana—dari mulai harta, permata, alat perang, patung-patung yang indah, wadah-wadah yang aneh yang terbuat dari logam tertentu yang di atasnya tertulis jimat dan ilmu falak yang mengabarkan tentang peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi hingga akhir zaman dan siapa saja yang akan menguasai negeri, baik kerajaan Muslim maupun kerajaan kafir.

Suraid berkata, “Seandainya kita selamat dari topan ini, kita akan kembali ke kerajaan kita dan mendapatkan lagi harta-harta kita yang tersisa; dan apabila kita mati, maka piramida ini adalah kuburan bagi jasad-jasad kita, tempat berlindung yang menjaga jasad kita dari bencana.”

Semua pembantunya, ahli hikmahnya, dan para pembesar dalam kekuasaannya pun masing-masing membuat piramida untuk tempat berlindung bagi jasad mereka dari topan.

Al-Mas’udi dalam kitab Muruj adz-Dzahabi mengatakan bahwa di setiap piramida itu terdapat 7 rumah. Di setiap rumah tersebut terdapat sejumlah berhala dari emas yang bertatahkan mutiara yang indah dan di telinganya ada permata sebesar telur ayam. Dan di dalam setiap piramida itu terdapat sebuah peti yang terbuat dari batu marmer hijau.

Di sanalah pemiliknya bersemayam dengan membawa lembaran yang berisikan tentang nama, biografi, dan lamanya kerajaannya. Mereka mengatakan bahwa di dalam piramida ini ada sebuah tempat yang bisa tembus ke padang pasir Fayum yang berjarak dari piramida sekitar 20 hari perjalanan.

Kisah Masuk Piramida
Ada sebuah kisah dari Syihab al-Hijazi. Dia mengatakan, “Kami berangkat dari Universitas al-Azhar sebanyak 11 orang dalam rangka meneliti piramida. Kami membawa beberapa kabel yang panjang disimpan di atas keledai. Ketika sampai ke tempat piramida, kami memasuki sebuah yang besar dan terbuka.

Kami berkumpul di dekat sumur yang ada di sana. Salah seorang di antara kami yang mengaku berani mau mencoba menuruni sumur itu. Kami ikat pinggang orang itu dengan kabel yang kami bawa, kemudian kami menurunkannya ke dalam sumur. Semua kabel yang ada telah kami ulurkan, tetapi orang itu belum mencapai dasar sumur.

Akhirnya, kabel itu kami sambung dengan kain serban kami yang tipis. Tiba-tiba kain itu terputus dan orang itu pun melayang ke dasar sumur. Kami tidak mengetahui bagaimana keberadaannya, sampai akhirnya kami pulang dengan perasaan sedih atas nasib orang itu. Kami pun merasa takut. Lalu kami masuk ke Kairo dengan sembunyi-sembunyi, kami tidak memberitahu siapa pun tentang keadaan kami.

Seminggu setelah kejadian itu, kami berada di universitas, tiba-tiba kami melihat sahabat kami yang terjatuh ke dalam sumur itu.

Dia mendatangi kami dalam keadaan yang sangat lemah. Setelah memasuki pintu universitas dan mendekati kami, dia terjatuh dan pingsan di hadapan kami. Dan sesaat beberapa lama setelah dia sadar dari pingsannya, kami memintanya menceritakan apa yang terjadi setelah dia terjatuh ke dalam sumur.

Dia berkata, “Ketika jatuh, saya mendarat di atas sebuah ruangan yang memberikan saya rasa nyaman. Kemudian saya merobekkan sesuatu dengan senjata yang saya bawa; lalu saya menyalakan lilin dan saya berjalan di sumur itu.

Saya melihat banyak sekali kelelawar dan beberapa sosok orang yang sangat tinggi sedang bersandar dengan tongkat. Saya mendekati salah seorang dari mereka kemudian saya dorong, tiba-tiba sosok tersebut ambruk ke tanah menjadi debu yang berhamburan.

Saya ambil tongkat dari tangannya, kemudian saya terus berjalan. Tiba-tiba saya berada di depan pintu sebuah lorong. Saya berjalan menelusuri lorong itu dan ketika itu saya bertambah takut dan waswas. Di sana, saya menemukan tulang-belulang yang membusuk dan tengkorak kepala yang ukurannya sebesar semangka besar.

Ketika saya sedang berjalan di lorong tersebut, tiba-tiba kaki saya menginjak sesuatu. Saya tilik-tilik sesuatu itu, ternyata seekor musang. Saya ikuti musang itu hingga ia keluar melalui sebuah lubang. Dari lubang itu saya melihat cahaya dunia. Saya ingin sekali keluar dari lorong itu, tetapi saya tidak mampu.

Maka, dengan tongkat yang saya bawa, saya gali lubang itu hingga lubangnya sedikit membesar. Lalu saya keluar dari sana. Setelah saya melihat diri saya berada di permukaan bumi, saya terjatuh pingsan. Saya tidak tahu berada di negeri mana. Tiba-tiba di depan saya ada seseorang yang berkata, ‘Hai bocah, bangunlah! Kafilah ini akan berangkat dan meninggalkanmu.’

Saya bertanya kepadanya, ‘Berada di manakah saya ini?’ Orang itu menjawab, ‘Engkau berada di padang sahara Fayum.’ Kemudian saya berdiri dan ikut bersama rombongan itu. Ketika saya keluar dari lubang itu, saya mendapati tongkat yang saya bawa adalah emas yang sangat indah.

Dan ketika saya pingsan tongkat itu hilang dan tempat yang berlubang tersebut menghilang dari pandangan saya. Saya heran akan hal itu, dan tiba-tiba ada beberapa kafilah (rombongan) yang berkata, ‘Engkau jangan berharap tongkat itu bisa kembali kepadamu.’ Akhirnya, saya ikut bersama rombongan tersebut dan tibalah saya di Kairo.’”

Penjaga Piramida
Abu ar-Raihan al-Bairuti dalam kitabnya, al-Atsar al Baqiyah min al-Qurun al-Khaliyah, mengatakan bahwa piramida besar yang ada di sebelah timur dijaga oleh berhala dari marjan hitam dan putih dengan dua mata terbuka yang mengkilap.

Berhala tersebut berada di atas kursi yang terbuat dari emas dan di tangannya ada bayonet. Ketika seseorang mendekatinya, maka berhala itu meneriakinya dengan keras sehingga orang tersebut terjungkal, bahkan bisa sampai meninggal di tempatnya.

Sementara piramida yang berada di sebelah barat dijaga oleh berhala yang terbuat dari batu granit. Berhala itu duduk di atas kursi yang terbuat dari emas dan di kepalanya ada sejenis ular yang melingkar. Barangsiapa mendekati berhala itu, maka ular itu menyambarnya dan melingkar di atas pundaknya hingga membunuhnya, lalu ular itu akan kembali ke tempat asalnya.

Sedangkan piramida kecil yang dilapisi dengan batu granit dijaga oleh berhala yang terbuat dari batu yang kelam. Siapa pun yang melihatnya akan ditariknya hingga merapat dengannya dan orang itu tidak akan bisa beranjak dari tempatnya hingga menemui ajalnya.

Al-Mas’udi mengatakan bahwa setelah Suraid merampungkan pembuatan piramida-piramida tersebut, maka dia mempercayakan piramida-piramida itu kepada sekelompok orang ahli spiritual dan melakukan penyembelihan agar bisa menghalangi orang-orang yang bermaksud jahat terhadap piramida-piramida tersebut.

Suraid menyerahkan piramida yang berada di sebelah timur kepada seorang budak yang botak berkulit pucat, bertelanjang, dan gigi-giginya besar-besar. Piramida sebelah barat dipercayakan kepada seorang wanita telanjang, yang kelihatan alat kemaluannya, yang bisa membuat orang-orang tertawa sampai bisa membuat mereka mendekatinya dan tergoda hingga akal mereka pun hilang.

Sementara itu piramida kecil yang berwarna dipercayakan kepada seorang yang memegang pedupaan dan memakai baju kerahiban. Dia membakar pedupaan di sekitar piramida tersebut.

Sekelompok orang dari penduduk Hirah (sebuah wilayah yang berada di Irak) menceritakan bahwa mereka sering melihat orang tersebut sedang berkeliling di sekitar piramida ketika waktu qailulah (waktu istirahat siang) dan ketika menjelang matahari terbenam. Apabila mereka mendekatinya, orang tersebut menghilang dari mereka; dan ketika mereka menjauh, maka dari kejauhan orang itu kelihatan oleh mereka.

Menurut cerita yang dinukil oleh Muhammad bin ‘Abdul Karim, di salah satu dari dua piramida tersebut ada kuburan Achudimon dan di piramida yang satunya lagi ada kuburan Hermez. Achudimon lebih dahulu daripada Hermez dan keduanya merupakan filosof Yunani.

Orang-orang Shabi’ah (penyembah bintang) dari pelosok bumi suka mengunjungi piramida-piramida itu dengan membawa harta benda yang sangat banyak untuk menunaikan nazar. Dan di tepi barat di belakang piramida-piramida tersebut terdapat 400 kota yang makmur.

Menurut cerita yang dinukil oleh Abu al-Hasan al-Mas’udi dalam kitabnya, Muruj adz-Dzahab, dikatakan bahwa setelah Suraid merampungkan pembuatan piramida-piramida itu, dia membungkusnya dari atas hingga bawah dengan kain sutera berwarna.

Dia mengadakan upacara yang dihadiri oleh para tokoh di wilayah kekuasaannya, dan di pinggir-pinggir piramida itu dia menulis, “Ini adalah bangunan milik Suraid bin Syahluq yang telah dia bangun selama 60 puluh tahun. Barangsiapa mengaku memiliki kekuatan dalam kerajaannya, maka hancurkan piramida-piramida ini dalam 600 tahun, padahal menghancurkan itu lebih mudah daripada membangun.”

Menurut sebuah riwayat, dikatakan bahwa ketika Khalifah al-Ma’mun membuka sebuah pintu yang ada di dalam piramida besar, dia menemukan sebuah potongan marjan yang bentuknya seperti selembar kayu. Di dalam potongan itu tertulis dengan pena tempo dahulu, “Ini adalah bangunan milik Suraid…(hingga akhir tulisannya).”
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1975 seconds (0.1#10.140)