Kisah Anggota Nation of Islam Johnny Lee X Mencari Tuhan
loading...
A
A
A
Surat saya yang pertama tidak dibalas. Saya menulis enam atau tujuh surat. Tetapi hal itu membuat saya semakin bertekad untuk dapat meloloskan surat itu.
Seorang rekan wanita memberitahu saya, "Jika kami meluluskan kamu, engkau harus dapat berbicara dengan orang dari segala lapisan, dengan orang dari kalangan bawah sampai ke Presiden." Dengan kata lain, mereka membuat saya menjadi orang bijaksana.
Saya mulai melakukan sholat. Kemudian saya dapat merasakan hidup saya berubah. Orang-orang membicarakan agama, tetapi saya melaksanakannya. Saya berhenti merokok, saya berhenti makan babi, dan mulai menjalankan sholat lima kali sehari.
Sebuah surat yang memberinya gelar "X" datang pada 24 Oktober 1959.
Setelah mendapatkan gelar "X", saya kembali ke kota asal saya dan terlibat dalam perdebatan dengan paman saya. Hingga ayam berkokok keesokan harinya, kami masih berdebat tentang siapakah iblis itu sebenarnya, mengapa kami ada di sini dan siapakah kami. Mereka tidak pernah mendengar pembicaraan seperti itu.
Paman saya berkata, "Kita tidak dapat berbuat apa-apa."
Saya datang ke 116th Street dan untuk pertama kalinya saya bertemu dengan Malcolm. Saya melihat dia berjalan sambil menjinjing tas kopernya. Saya bertanya, "Siapa itu?"
Seseorang berkata, "Itu Malcolm X. Anda tidak pernah mendengarnya?"
Saya berkata, "Tidak."
Dia berkata, "Orang itu jahat."
Saat itu dia berdiri di mimbar dan mulai berpidato.
Saya berkata, "Wooooooo, orang ini dapat bicara."
Saya banyak bergaul dengan Malcolm. Dia tidak pernah memeluk Anda seperti yang dilakukan Farrakhan, pimpinan Nation of Islam yang telah diperbarui.
Dia adalah orang yang sangat keras. Anda tidak dapat berbuat bebas di hadapannya seperti terhadap Farrakhan. Bersama Malcolm, seorang rekan wanita dapat berbicara dengan saya, dan saya sangat takut sekalipun hanya untuk menatapnya pada hari Kebangkitan Pertama. (Anggota Nation of Islam yang sekarang menyebut Nation pada masa Elijah Muhammad sebagai Kebangkitan Pertama).
Saya berada di dekatnya, untuk meyakinkan tidak ada orang asing yang mendekatinya. Kami mengadakan ceramah di 125th Street, di mana sekarang berdiri State Building. Salah seorang hadirin terlihat membawa sesuatu yang menonjol di sakunya. Kami kira itu sebuah senjata. Kami segera bersiaga untuk mendepaknya keluar dari planet ini.
Kami bersiap-siap untuk mengadakan pertemuan di kota. Tetapi ketika John F. Kennedy terbunuh, Yang Mulia Elijah Muhammad membatalkan pertemuan. Malcolm berkata kepadanya bahwa dia telah menghabiskan uang untuk pertemuan itu dan kami tidak bisa mendapatkannya kembali.
Saya tawarkan diri untuk menyelenggarakan pertemuan itu. Sang Utusan berkata, jika engkau melaksanakannya, jangan menyebut-nyebut soal Presiden. Jangan katakan sesuatu tentang Presiden.
Pertemuan itu berjalan lancar. Saya berdiri tepat di hadapan Malcolm. Persis sebelum pertemuan berakhir, seseorang bertanya tentang terbunuhnya Presiden. Malcolm berkata, "Itu seperti seekor ayam yang kembali ke kandang untuk mengeram. Hal itu tidak pernah membuat saya bersedih; bahkan selalu membuat saya gembira." Dan itulah akhir dari pertemuan tersebut.