QS. Al-An’am Ayat 152
Segala benih kecenderungan untuk mengambil harta anak yatim harus dicegah sejak awal kemunculannya.
Wasiat berikutnya, ketujuh, dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Tidak boleh merekayasa untuk mengurangi takaran atau timbangan dalam bentuk apa pun. Namun demikian, karena untuk tepat 100 % dalam menimbang adalah sesuatu yang sukar, maka Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, agar jangan sampai hal itu menyusahkan kedua belah pihak: pembeli dan penjual. Penjual tidak diharuskan untuk menambahkan banrang yang dijual, melebihi dari kewajibannya, pembei juga perlu berlega hati jika ada sedikit kekurangan dalam timbangan karena tidak sengaja. Ayat ini menunjukkan bahwa agama Islam tidak ingin memeberatkan pemeluknya.
Wasiat kedelepan, apabila kamu berbicara, seperti pada saat bersaksi atau memutuskan hukum terhadap seseorang, bicaralah sejujurnya. Sebab, kejujuran dan keadilan adalah inti persoalan hukum. Kejujuran dan keadilan harus tetap dapat kamu tegakkan sekalipun dia, yang akan menerima akibat dari hukuman tersebut, adalah kerabat-mu sendiri. keadilan hukum dan kebenaran adalah di atas segalanya. Jangan sampai keadilan hukum terpengaruh oleh rasa kasih sayang terhadap keluarga. Semua itu bertujuan agar masyarakat bisa hidup damai, tenang, dan tenteram.
Wasiat kesembilan, dan oenuhilah janji Allah, yaitu janji untuk mamatuhi ketentuan yang digariskan oleh-Nya, baik dalam bidang ibadah, muamalah, maupun lainnya. Memenuhi janji ini akan mendatangkan kebaikan bagi manusia. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat dengan melakukan apa yang diperintahkan dan menghindari segala larangan, atau agar kamu sekalian saling mengingatkan.
(6)Jangan mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat.
(7/8)Keharusan menyempurnakan takaran dan timbangan.
(9) Berlaku adil dalam perkataan, meskipun terhadap keluarga.
(10)Memenuhi janji Allah.
Adapun larangan mendekati harta anak yatim, maksudnya, siapapun tidak boleh mendekati, menggunakan atau memanfaatkan harta anak yatim, baik dari pihak wali maupun dari pihak lain kecuali pendekatan itu bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan harta anak yatim. Jika anak yatim itu sudah dewasa barulah diserahkan harta tersebut kepadanya. Mengenai usia, para ulama menyatakan sekitar 15-18 tahun atau dengan melihat situasi dan kondisi anak, mengingat kedewasaan tidak hanya didasarkan pada usia tapi pada kematangan emosi dan tanggung jawab sehingga bisa memelihara dan mengembangkan hartanya dan tidak berfoya-foya atau menghamburkan warisannya.
Tentang keharusan menyempurnakan takaran dan timbangan, perintah ini berulang kali disebutkan pada beberapa surah dalam Al-Qur'an dengan bermacam cara, bentuk dan hubungannya dengan persoalan yang bermacam-macam pula, antara lain firman Allah:
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (al-Isra'/17: 35)
Perintah Tuhan untuk menyempurnakan takaran dan timbangan adalah sekadar menurut kemampuan yang biasa dilaksanakan dalam soal ini, karena Tuhan tidak memberati hamba-Nya melainkan sekadar kemampuannya. Yang penting tidak ada unsur atau maksud penipuan. Yang dimaksud tentang keharusan berkata dengan adil kendati pun terhadap keluarga ialah setiap perkataan terutama dalam memberikan kesaksian dan putusan hukum. Dan ini sangat penting bagi setiap pembangunan terutama di bidang akhlak dan sosial, tanpa membedakan orang lain dengan kaum kerabat. Hal ini telah diterangkan pula dalam firman Allah:
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath/48: 29)
Adapun yang dimaksud dengan janji Allah, ialah semua janji baik terhadap Tuhan seperti firman Allah:
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. (Yasin/36: 60)
Firman Allah yang lain:
Dan orang-orang yang menepati janji apabila berjanji. (al-Baqarah/2: 177)
Ayat ini diakhiri dengan ungkapan "semoga kamu ingat", sebab semua perintah atau larangan yang tersebut dalam ayat ini pada umumnya diketahui dan dilaksanakan orang-orang Arab Jahiliyah, bahkan mereka bangga karena memiliki sifat-sifat terpuji itu. Jadi ayat ini mengingatkan mereka agar tidak lupa, atau agar mereka saling ingat-mengingatkan pentingnya melaksanakan perintah Allah tersebut.
Surat Al An'aam (binatang ternak: unta, sapi, biri-biri dan kambing) yang terdiri atas 165 ayat, termasuk golongan surat Makkiyah, karena hampur seluruh ayat-ayat-Nya diturunkan di Mekah dekat sebelum hijrah. Dinamakan Al An'aam karena di dalamnya disebut kata An'aam dalam hubungan dengan adat-istiadat kaum musyrikin, yang menurut mereka binatang-binatang ternak itu dapat dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada tuhan mereka. Juga dalam surat ini disebutkan hukum-hukum yang berkenaan dengan binatang ternak itu.
Dzun Nun, seorang Mesir (wafat tahun 860), yang dianggap sebagai pengarang kisah ini, sering dikaitkan dengan semacam Perserikatan Rahasia (Freemasonry).
Halqavi (pengarang kisah ini) mengatakan hanya ada sedikit kisah Sufi, yang bisa dibaca oleh siapa pun saat kapan pun dan tetap mempengaruhi kesadaran batin secara konstruktif.
Setiap bahasa mengenal kata atau ungkapan yang bersifat metaforis, termasuk bahasa yang digunakan al-Quran. Tapi bagaimana dengan al-Quran yang redaksi-redaksinya merupakan susunan Ilahi?
Asbabun Nuzul Surat Al Buruj menjadi pembahasan yang menarik untuk diketahui sebab ada satu kisah yang dapat diambil hikmahnya.
Mereka berani menuding Nabi Muhammad SAW telah mencampuradukkan kebenaran dengan yang salah akibat menyebut bahwa Sulaiman AS adalah seorang Nabi.