QS. Az-Zukhruf Ayat 6

وَكَمۡ اَرۡسَلۡنَا مِنۡ نَّبِىٍّ فِى الۡاَوَّلِيۡنَ
Wa kam arsalnaa min Nabiyyin fil awwaliin
Dan betapa banyak nabi-nabi yang telah Kami utus kepada umat-umat yang terdahulu.
Juz ke-25
Tafsir
Setelah Allah menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang bernilai tinggi dan tidak akan pernah berhenti di turunkan walaupun mendapat penolakan dari orang-orang kafir, maka pada ayat ini Allah menegaskan bahwa sikap orang-orang musyik Mekah tidak beda dengan umat-umat sebelumnya, “Dan betapa banyak nabi-nabi yang telah Kami utus kepada umat-umat yang terdahulu sebelum engkau, wahai Nabi Muhammad, sikap umat-umat mereka tidak berbeda dengan sikap orang-orang musyrik Mekah yang kamu hadapi.”
Pada ayat ini Allah menghibur Rasul-Nya Muhammad saw yang sedang duka, karena ia didustakan oleh kaumnya, dan Allah memerintahkan kepadanya supaya dia bersabar. Tidak sedikit rasul yang telah diutus oleh Allah sejak dahulu diingkari dan diejek oleh kaumnya sebagaimana ia diingkari dan diejek pula.

Demikianlah Sunatullah yang merupakan satu ketentuan dari Allah yang tidak dapat diubah lagi, sebagaimana firman Allah:

Sebagai sunah Allah yang (berlaku juga) bagi orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan engkau tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. (al-Ahzab/33: 62)
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Az-Zukhruf
Surat Az Zukhruf terdiri atas 89 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Asy Syuura. Dinamai Az Zukhruf (Perhiasan) diambil dari perkataan Az Zukhruf yang terdapat pada ayat 35 surat ini. Orang-orang musyrik mengukur tinggi rendahnya derajat seseorang tergantung kepada perhiasan dan harta benda yang ia punyai, karena Muhammad s.a.w. adalah seorang anak yatim lagi miskin, ia tidak pantas diangkat Allah sebagai seorang rasul dan nabi. Pangkat rasul dan nabi harus diberikan kepada orang yang kaya. Ayat ini menegaskan bahwa harta tidak dapat dijadikan dasar untuk mengukur tinggi rendahnya derajat seseorang, karena harta itu merupakan hiasan kehidupan duniawi, bukan berarti kesenangan akhirat.