Asyiknya Ngabuburit di Bukit Watu Lumbung Parangtritis
A
A
A
BANTUL - Ngabuburit (menunggu bedug maghrib) memang bisa dikemas menjadi kegiatan yang mengasyikan.
Bagi yang ingin sesekali menunggu bedug maghrib sembari bercengkerama dengan alam, mungkin bukit Watu Lumbung bisa menjadi alternative pilihan.
Ketinggian bukit ini tak terlalu terjal, dan akses jalannya demikian mudah karena bisa dijangkau dengan kendaraan menjadikan kawasan bukit Watu Lumbung sangat asyik untuk dijadikan lokasi ngabuburit.
Semilir angin langsung menerpa wajah ketika menginjakkan area parkir Watu Lumbung di Dusun Grogol, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek.
Lukisan indah karya Sang Maha Kuasa nampak jelas terlihat dari kedai yang terletak di atas bukit Watu Lumbung setinggi sekitar 135-145 meter dari permukaan laut .
Untuk menjangkaunya pun sangat mudah, dari Jembatan Kretek Desa Parangtritis pengunjung cukup mengambil jurusan ke Siluk Imogiri. Sekitar 300 meter dari jembatan Kretek arah Siluk, pengunjung langsung bisa mengakses ke bukit Watu Lumbung ini.
Hamparan tanaman hijau dipadu dengan bangunan rumah milik warga yang nampak kerdil membuat suasana semakin syahdu.
Pertemuan garis antara hamparan daratan dengan birunya laut selatan ditambah dengan pertemuan antara langit dengan laut nampak jelas tergambar.
Cakrawala nampak semakin indah ketika matahari senja hampir menyentuh titik nadirnya di ufuk barat. Aroma mentari jingga bercampur dengan hembusan angin pantai membuat segar di tubuh.
"Di sini bisa melihat empat gunung sekaligus, Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro serta Sumbing," ujar salah seorang pengelola warung di kawasan tersebut, Annisa Ramadhani.
Annisa mengatakan, di kedai yang ia beri nama Kedai Wedangan Watu Lumbung ini, berbagai menu tradisional bisa dinikmati oleh pengunjung kedai tersebut.
Menu andalan seperti sup gurameh dan tempoyak asli Palembang bisa memanjakan lidah pengunjung.
Minuman tradisional serba kopi no brand seperti kopi Pacitan, kopi Bali ataupun kopi Florest. Dan sebagai minuman pembuka atau welcome drink, Kedai Wedangan juga menyuguhkan minuman wedang serai.
Sebagai menu camilan lainnya, di kawasan ini pengunjung juga bisa mendapatkan makanan sangat tradisional yang hanya dijumpai di wilayah Bantul.
Makanan seperti Gronthol, Growol, Gethuk, Gandos, Nogosari dan beberapa jenis lain bisa dinikmati sembari memandangi indahnya lukisan ciptaan sang Illahi.
Semua makanan tersebut dipasok dari warga sekitar tempat kedai tersebut berdiri. "Konsep kami memang memberdayakan masyarakat. Kalau ingin buka puasa sembari melihat sunset (matahari terbenam), silahkan," terangnya.
Salah satu yang unik, atau mungkin satu-satunya yang ada di Yogyakarta adalah, kawasan ini sangat bersahabat bagi yang tidak memiliki kantong tebal.
Meskipun tidak memiliki uang, pengunjung tetap menikmati suguhan ala Kedai Wedangan ini. Untuk sekedar menikmati secangkir kopi, pisang bakar serta tahu cocol tentu tak usah perlu merogoh kocek yang dalam.
Bagi yang ingin sesekali menunggu bedug maghrib sembari bercengkerama dengan alam, mungkin bukit Watu Lumbung bisa menjadi alternative pilihan.
Ketinggian bukit ini tak terlalu terjal, dan akses jalannya demikian mudah karena bisa dijangkau dengan kendaraan menjadikan kawasan bukit Watu Lumbung sangat asyik untuk dijadikan lokasi ngabuburit.
Semilir angin langsung menerpa wajah ketika menginjakkan area parkir Watu Lumbung di Dusun Grogol, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek.
Lukisan indah karya Sang Maha Kuasa nampak jelas terlihat dari kedai yang terletak di atas bukit Watu Lumbung setinggi sekitar 135-145 meter dari permukaan laut .
Untuk menjangkaunya pun sangat mudah, dari Jembatan Kretek Desa Parangtritis pengunjung cukup mengambil jurusan ke Siluk Imogiri. Sekitar 300 meter dari jembatan Kretek arah Siluk, pengunjung langsung bisa mengakses ke bukit Watu Lumbung ini.
Hamparan tanaman hijau dipadu dengan bangunan rumah milik warga yang nampak kerdil membuat suasana semakin syahdu.
Pertemuan garis antara hamparan daratan dengan birunya laut selatan ditambah dengan pertemuan antara langit dengan laut nampak jelas tergambar.
Cakrawala nampak semakin indah ketika matahari senja hampir menyentuh titik nadirnya di ufuk barat. Aroma mentari jingga bercampur dengan hembusan angin pantai membuat segar di tubuh.
"Di sini bisa melihat empat gunung sekaligus, Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro serta Sumbing," ujar salah seorang pengelola warung di kawasan tersebut, Annisa Ramadhani.
Annisa mengatakan, di kedai yang ia beri nama Kedai Wedangan Watu Lumbung ini, berbagai menu tradisional bisa dinikmati oleh pengunjung kedai tersebut.
Menu andalan seperti sup gurameh dan tempoyak asli Palembang bisa memanjakan lidah pengunjung.
Minuman tradisional serba kopi no brand seperti kopi Pacitan, kopi Bali ataupun kopi Florest. Dan sebagai minuman pembuka atau welcome drink, Kedai Wedangan juga menyuguhkan minuman wedang serai.
Sebagai menu camilan lainnya, di kawasan ini pengunjung juga bisa mendapatkan makanan sangat tradisional yang hanya dijumpai di wilayah Bantul.
Makanan seperti Gronthol, Growol, Gethuk, Gandos, Nogosari dan beberapa jenis lain bisa dinikmati sembari memandangi indahnya lukisan ciptaan sang Illahi.
Semua makanan tersebut dipasok dari warga sekitar tempat kedai tersebut berdiri. "Konsep kami memang memberdayakan masyarakat. Kalau ingin buka puasa sembari melihat sunset (matahari terbenam), silahkan," terangnya.
Salah satu yang unik, atau mungkin satu-satunya yang ada di Yogyakarta adalah, kawasan ini sangat bersahabat bagi yang tidak memiliki kantong tebal.
Meskipun tidak memiliki uang, pengunjung tetap menikmati suguhan ala Kedai Wedangan ini. Untuk sekedar menikmati secangkir kopi, pisang bakar serta tahu cocol tentu tak usah perlu merogoh kocek yang dalam.
(nag)