Ayoub, Warga Kristen yang Rajin Bangunkan Muslim untuk Sahur
A
A
A
ACRE - Tradisi unik berupa sikap toleransi antara umat Kristen dan Muslim selama Ramadan masih berjalan di Kota Tua, Acre, Israel. Di kota itu, warga Kristen membangunkan warga Muslim untuk santap sahur.
Toleransi itu masih hidup di lingkungan Abboud, Acre. Michel Ayoub adalah salah satu warga Kristen yang masih menjalankan tradisi itu. Menjelang pukul 02.00 dini hari, Ayoub yang mengenakan pakaian tradisional Suriah yang dikenal dalam istilah Arab sebagai “Shami”, membawa drum dan tongkat kecil.
Dia berjalan dan berdiri di pintu masuk perkampungan. Ketika jam menunjuk pukul 02.00, Ayoub menarik napas dalam-dalam, mengetuk kuat-kuat drum tersebut sebanyak tiga kali dan mulai bernyanyi dalam bahasa Arab.
”Anda yang sedang tidur, bangun, nyatakan kesetiaan Anda kepada Tuhan dan bangun untuk makan makanan sahur,” bunyi nyanyian yang dikumandangkan Ayoub. Seruan untuk santap sahur itu juga dia kumandangkan di setiap gang perkampungan Abboud.
Di akhir seruannya, Ayoub memukul kembali drum itu tiga kali. Menurut Ayoub, dia berperan sebagai “marsharati”, yakni orang yang bertanggung jawab untuk membangunkan orang-orang Muslim sebelum fajar di bulan Ramadan sehingga warga Muslim bisa santap sahur untuk menjalani puasa.
Ayoub mengatakan, tradisi ini juga dikenal sebagai “tradisi seribu tahun” dan dia telah menjalankannya secara sukarela selama lebih dari satu dekade.
”Saya menunggu Michel (Ayoub) setiap tahun, ini adalah bagian dari tradisi,” kata Mohammed Omar, yang mendengar suara Ayoub dari kejauhan dan keluar ke pintu bersama istri dan bayinya yang berusia satu bulan.
”Ada orang-orang yang masih tidur dan tidak peduli. Dan dia memutuskan, tanpa ada kewajiban apapun, untuk melakukan sesuatu yang baik seperti ini, dan karena itulah setiap orang menghormati dia,” lanjut Omar, seperti dikutip Haaretz, Sabtu (27/5/2017).
Ayoub sebenarnya adalah anggota keluarga Kristen yang tinggal di Makr, sebuah kota campuran Muslim-Kristen di timur Acre. Sebagi pria lajang berusia 40 tahun yang mencari nafkah di proyek konstruksi, Ayoub mengatakan bahwa dia mengambil peran itu karena cinta dan tanpa penghalang emosional atau sektarian.
”Justru sebaliknya,” kata Ayoub. ”Saya melihatnya sebagai langkah yang membawa orang bersama-sama dan melambangkan persekutuan dan hidup bersama dalam sebuah komunitas. Kami adalah orang yang sama dan akhirnya berdoa kepada Tuhan yang sama.”
Toleransi itu masih hidup di lingkungan Abboud, Acre. Michel Ayoub adalah salah satu warga Kristen yang masih menjalankan tradisi itu. Menjelang pukul 02.00 dini hari, Ayoub yang mengenakan pakaian tradisional Suriah yang dikenal dalam istilah Arab sebagai “Shami”, membawa drum dan tongkat kecil.
Dia berjalan dan berdiri di pintu masuk perkampungan. Ketika jam menunjuk pukul 02.00, Ayoub menarik napas dalam-dalam, mengetuk kuat-kuat drum tersebut sebanyak tiga kali dan mulai bernyanyi dalam bahasa Arab.
”Anda yang sedang tidur, bangun, nyatakan kesetiaan Anda kepada Tuhan dan bangun untuk makan makanan sahur,” bunyi nyanyian yang dikumandangkan Ayoub. Seruan untuk santap sahur itu juga dia kumandangkan di setiap gang perkampungan Abboud.
Di akhir seruannya, Ayoub memukul kembali drum itu tiga kali. Menurut Ayoub, dia berperan sebagai “marsharati”, yakni orang yang bertanggung jawab untuk membangunkan orang-orang Muslim sebelum fajar di bulan Ramadan sehingga warga Muslim bisa santap sahur untuk menjalani puasa.
Ayoub mengatakan, tradisi ini juga dikenal sebagai “tradisi seribu tahun” dan dia telah menjalankannya secara sukarela selama lebih dari satu dekade.
”Saya menunggu Michel (Ayoub) setiap tahun, ini adalah bagian dari tradisi,” kata Mohammed Omar, yang mendengar suara Ayoub dari kejauhan dan keluar ke pintu bersama istri dan bayinya yang berusia satu bulan.
”Ada orang-orang yang masih tidur dan tidak peduli. Dan dia memutuskan, tanpa ada kewajiban apapun, untuk melakukan sesuatu yang baik seperti ini, dan karena itulah setiap orang menghormati dia,” lanjut Omar, seperti dikutip Haaretz, Sabtu (27/5/2017).
Ayoub sebenarnya adalah anggota keluarga Kristen yang tinggal di Makr, sebuah kota campuran Muslim-Kristen di timur Acre. Sebagi pria lajang berusia 40 tahun yang mencari nafkah di proyek konstruksi, Ayoub mengatakan bahwa dia mengambil peran itu karena cinta dan tanpa penghalang emosional atau sektarian.
”Justru sebaliknya,” kata Ayoub. ”Saya melihatnya sebagai langkah yang membawa orang bersama-sama dan melambangkan persekutuan dan hidup bersama dalam sebuah komunitas. Kami adalah orang yang sama dan akhirnya berdoa kepada Tuhan yang sama.”
(mas)