Perang Badar: Kemenangan Besar Umat Islam di Bulan Ramadhan
A
A
A
Ada satu peristiwa bersejarah yang sering dilupakan di bulan Ramadhan, yaitu Perang Badar. Perang ini terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah ini. Perang besar pertama dalam sejarah Islam yang dipimpin langsung Nabi Muhammad SAW.Menurut Ustaz Miftah el-Banjary, peperangan ini menentukan masa depan dakwah Rasulullah SAW dan perkembangan Islam selanjutnya. Perlu dipahami asababun nuzul turunnya ayat yang memerintahkan kaum muslimin berperang, sebab pada kondisi itu eksistensi umat Islam benar-benar terancam. Mereka mengalami penyiksaan, pengusiran, embargo ekonomi, hingga perlakuan ketidakadilan dan kezhaliman berkepanjangan.
Kaum Quraisy Makkah yang mulai resah dengan kemajuan dakwah umat Islam di Madinah, sering melakukan gangguan di kawasan perbatasan. Serangkaian penyerangan dan penganiayaan hampir-hampir tidak bisa ditolerir lagi. Satu-satunya cara mempertahankan dirinya adalah melalui peperangan. Hal itu pun dilakukan jika memang pada posisi diserang.“Ada tiga pelajaran penting yang bisa kita petik dari kemenangan perang Badr. Pertama, Jumlah yang sedikit bisa mengalahkan kekuatan yang besar. Jika dibandingkan dengan kekuatan musuh, jumlah kekuatan kaum muslimin tak memadai, fasilitas serta persenjataan yang terbatas. Ditambah beratnya berperang ketika berpuasa-haus dan lapar di tengah gurun yang terik, membuat perhitungan logika peperangan sangat sulit dimenangkan,” ungkap Ustaz Miftah yang juga penulis Buku “Keajaiban Seribu Dinar kepada SINDOnews, Senin (14/5/2018).Ustaz Miftah menceritakan, kekuatan Quraisy Makkah berjumlah 1.300 orang, meskipun pada akhirnya hanya tersisa menjadi 1.000 orang. Sedangkan ahlu-Badar hanya sekitar 313 orang. Namun, jumlah yang kecil disertai semangat perjuangan yang tinggi serta keyakinan, tawakkal dan keimanan, maka kemenangan akan dicapai.
Kedua, terang Ustaz Miftah, kekuatan doa sangat menentukan kemenangan. Melihat kekuatan yang tak seimbang itu sempat membuat gundah hati Rasulullah, hingga beliau berdoa, Ya Allah, ini kaum Quraisy dengan segala kecongkakannya. Mereka berusaha mendustakan Rasul-Mu. Pertolongan-Mu juga yang aku harapkan. Ya Allah, jika pasukan ini sekarang binasa, tidak ada lagi yang beribadah kepada-Mu.“Kita tak dapat membayangkan sekiranya kekalahan diterima kaum muslimin saat itu, bisa dipastikan cahaya Islam akan redup. Islam hanya tinggal nama dalam catatan sejarah usang. Namun, Allah Swt meneguhkan hati kekasih-Nya,” kata Dai jebolan Mesir ini.Dalam perang ini Allah mendatangkan bala bantuan tak terlihat oleh manusia dari pasukan Malaikat sejumlah 3.000. Bahkan ada lagi tambahan sebanyak 5.000 Malaikat bersayap jika mereka benar-benar sabar dan menyerahkan sepenuhnya pada pertolongan Allah.Ketiga, berpijak pada kebenaran, kemenangan akan dicapai. Perang tanding satu persatu pun dimenangkan oleh para ksatria Badar; Hamzah berhasil menumbangkan ksatria Quraisy; Syaibah bin Rab’ah, Ali bin Abi Thalib melumpuhkan Walid bin Utbah. Dan akhirnya Utbah bin Rabi’ah pun meregang nyawa di tangan Ubaidah. Perang terbuka dimulai. Debu-debu padang pasir menutupi pandangan. Satu persatu-persatu musuh tumbang. Sebagian berlarian kocar-kacir. Akhirnya, kemenangan diraih kaum muslimin.Kini, peperangan telah usai. Tak ada lagi peperangan fisik. Namun, semangat juang Badar itu harus tetap ada, harus menjadikan umat Islam bangkit dari kemiskinan, ketertinggalan teknologi dan kebodohan intelektual. Semangat Badar harus mampu menjadikan umat Islam lebih maju, menghargai kejujuran, serta menjadikan ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Kaum Quraisy Makkah yang mulai resah dengan kemajuan dakwah umat Islam di Madinah, sering melakukan gangguan di kawasan perbatasan. Serangkaian penyerangan dan penganiayaan hampir-hampir tidak bisa ditolerir lagi. Satu-satunya cara mempertahankan dirinya adalah melalui peperangan. Hal itu pun dilakukan jika memang pada posisi diserang.“Ada tiga pelajaran penting yang bisa kita petik dari kemenangan perang Badr. Pertama, Jumlah yang sedikit bisa mengalahkan kekuatan yang besar. Jika dibandingkan dengan kekuatan musuh, jumlah kekuatan kaum muslimin tak memadai, fasilitas serta persenjataan yang terbatas. Ditambah beratnya berperang ketika berpuasa-haus dan lapar di tengah gurun yang terik, membuat perhitungan logika peperangan sangat sulit dimenangkan,” ungkap Ustaz Miftah yang juga penulis Buku “Keajaiban Seribu Dinar kepada SINDOnews, Senin (14/5/2018).Ustaz Miftah menceritakan, kekuatan Quraisy Makkah berjumlah 1.300 orang, meskipun pada akhirnya hanya tersisa menjadi 1.000 orang. Sedangkan ahlu-Badar hanya sekitar 313 orang. Namun, jumlah yang kecil disertai semangat perjuangan yang tinggi serta keyakinan, tawakkal dan keimanan, maka kemenangan akan dicapai.
Kedua, terang Ustaz Miftah, kekuatan doa sangat menentukan kemenangan. Melihat kekuatan yang tak seimbang itu sempat membuat gundah hati Rasulullah, hingga beliau berdoa, Ya Allah, ini kaum Quraisy dengan segala kecongkakannya. Mereka berusaha mendustakan Rasul-Mu. Pertolongan-Mu juga yang aku harapkan. Ya Allah, jika pasukan ini sekarang binasa, tidak ada lagi yang beribadah kepada-Mu.“Kita tak dapat membayangkan sekiranya kekalahan diterima kaum muslimin saat itu, bisa dipastikan cahaya Islam akan redup. Islam hanya tinggal nama dalam catatan sejarah usang. Namun, Allah Swt meneguhkan hati kekasih-Nya,” kata Dai jebolan Mesir ini.Dalam perang ini Allah mendatangkan bala bantuan tak terlihat oleh manusia dari pasukan Malaikat sejumlah 3.000. Bahkan ada lagi tambahan sebanyak 5.000 Malaikat bersayap jika mereka benar-benar sabar dan menyerahkan sepenuhnya pada pertolongan Allah.Ketiga, berpijak pada kebenaran, kemenangan akan dicapai. Perang tanding satu persatu pun dimenangkan oleh para ksatria Badar; Hamzah berhasil menumbangkan ksatria Quraisy; Syaibah bin Rab’ah, Ali bin Abi Thalib melumpuhkan Walid bin Utbah. Dan akhirnya Utbah bin Rabi’ah pun meregang nyawa di tangan Ubaidah. Perang terbuka dimulai. Debu-debu padang pasir menutupi pandangan. Satu persatu-persatu musuh tumbang. Sebagian berlarian kocar-kacir. Akhirnya, kemenangan diraih kaum muslimin.Kini, peperangan telah usai. Tak ada lagi peperangan fisik. Namun, semangat juang Badar itu harus tetap ada, harus menjadikan umat Islam bangkit dari kemiskinan, ketertinggalan teknologi dan kebodohan intelektual. Semangat Badar harus mampu menjadikan umat Islam lebih maju, menghargai kejujuran, serta menjadikan ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
(rhs)