Puasa Mengajarkan Tawakkal

Minggu, 03 Juni 2018 - 09:30 WIB
Puasa Mengajarkan Tawakkal
Puasa Mengajarkan Tawakkal
A A A
Imam Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation

“Dan barangsiapa yang bertawakkal maka cukuplah Dia (Allah) baginya” (Alquran). Keterbatasan manusia dan dorongan dunia yang tiada batas, seringkali menjadikan manusia kehabisan energi dalam menghadapi hidup itu sendiri.

Di sisi lain manusia sering pula lalai akan realita keterbatasannya. Akhirnya yang terjadi adalah kekecewaan bahkan frustrasi. Dalam pandangan iman alam semesta bergerak tiada henti dalam genggaman sang Pencipta. “Maha Suci Allah yang di tangganNya terletak segala kuasa dan berkuasa atas segala sesuatu” (Alquran).

“Bagi Allah kepemilikan langit dan bumi dan kepadaNya segala sesuatu dikembalikan”. (Alquran).

“Wahai Engkau yang memiliki kerajaan. Engkau memberikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki. Dan Engkau mengambil kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki. Dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tanganMu segala kebaikan dan sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu” (Alquran).

Semua informasi langit di atas sekaligus menjelaskan akan kenaifan, kelemahan dan keterbatasan makhluk. Bahwa kekuatan, kehebatan dan kesempurnaan semuanya ada dalam genggaman Pencipta, Pemilik dan Pengatur alam semesta.

Di sisi lain manusia diciptakan dengan keinginan yang tiada batas, dengan keterbatasan dirinya dan dunia itu sendiri. Artinya dalam hal keinginan manusia itu tiada batas. Tapi kemampuan dirinya untuk memenuhi keinginan itu terbatas. Dan dunia yang diharapkan untuk memenuhi keinginannya juga terbatas.

Maka jalan satu-satunya bagi manusia dalam merespons realita paradoks dalam hidupnya itu adalah dengan bersandar penuh kepada DIA yang Maha tiada batas (Maha Sempurna). Kesadaran bersandar (rely upon) kepadaNya inilah yang lebih dikenal dalam konsep agama dengan tawakkal.

Konsep tawakkal mengajarkan bahwa segala sesuatu Allah yang menentukan dan karenanya manusia harus menyerahkan sepenuhnya kepadaNya dalam penentuan. Manusia hanya diberikan kebebasan sekaligus kemampuan ikhtiyar. Tapi yang menjatuhlan palu ketentuan tetap Dia yang merajai langit dan bumi.

Keterbatasan dunia itu juga ditandai dengan ketidak menentuan (uncertainty). Sehingga pada akhirnya manusia dalam menjalani hidupnya memerlukan pegangan yang pasti. Dan pegangan yang pasti itu hanya ada dengan Allah SWT.

Alquran menegaskan: “Maka barangsiapa yang menolak thoghut dan beriman kepada Allah maka dia telah berpegang teguh kepada ikatan yang kuat (urwah wutsqa)”. Puasa sejatinya mengajarkan nilai tawakkal yang tinggi. Bahwa puasa itu adalah komitmen membangun kesadaran bahwa kita dan apa yang ada pada kita sesungguhnya tidak dalam kuasa kita. Tapi dalam kuasa DIA yang memilki dan merajai segala sesuatu (Allah SWT).

Hakikat pengakuan dan kesadaran itu tersimbolkan dalam ketaatan untuk menahan diri dari makan dan minum, serta hubungan suami isteri, kendati itu secara relatif ada dalam kuasa kita. Tapi secara hakikat ada dalam kuasa Allah SWT.

Dengan puasa kita akan tersadarkan bahwa kepemilikan dan kekuasaan kita itu bersifat relatif. Yang absolute dalam kepemilikan dan kekuasaan hanya Allah SWT. Maka kita ridho taat kepadaNya ketika kita dilarang untuk menikmati apa yang kita anggap dalam kekuasaan kita.

Kesadaran tertinggi dari realita di atas adalah menyadari secara totalitas bahwa kita tiada daya dan tiada kekuatan kecuali denganNya Yang Maha Kuat (laa haula wa laa quwwata illa billah).

Dengan pandangan hidup materialistik yang didukung oleh kemajuan sains dan teknologi (ilmu), manusia seringkali gagal memahami realita ini. Maka karakter superman atau superwoman sering dipertontonkan secara lucu di depan mata. Berpura-pura mampu dalam segala hal.

Akibatnya ketika diuji dengan keberhasilan manusia menjadi angkuh dan lupa diri. Sebaliknya ketika diuji dengan kegagalan manusia menjadi kehilangan percaya diri dan putus asa.

Apalagi dalam dunia yang semakin kompleks dan menantang ini, jalan satu-satunya untuk kuat melanjutkan perjalanan di lorong-lorong kehidupan adalah dengan tawakkal. Dan puasa menjadi wahana dalam membangun karakter tawakkal dalam hidup itu.

Wa man yatawakkal fahuwa hasbuh” (dan barangsiapa yang bertawakkal cukuplah Dia (Allah) baginya”. Semoga!
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2714 seconds (0.1#10.140)