Hukum Ziarah Kubur Bagi Perempuan
A
A
A
Pertanyaan:
Apa hukum ziarah kubur bagi perempuan jika tetap menjaga adab-adab ziarah kubur dan bertujuan untuk mengambil pelajaran dan bersikap khusyu’?
Jawaban:
Pada awalnya Rasulullah SAW melarang ziarah kubur untuk memutus tradisi jahiliah berbangga-bangga dengan ziarah kubur dengan menyebut-nyebut peninggalan nenek moyang. Itu yang disebutkan Allah Swt dalam firman-Nya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur”. (QS. At-Takatsur [102]: 1-2).
Kemudian diberi keringanan berziarah untuk mengingat mati dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat, sebagaimana yang diingatkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dengan sanad shahih: “Dulu aku melarang kamu ziarah kubur. Ziarahlah kamu ke kubur, karena sesungguhnya ziarah kubur itu membuat zuhud di dunia dan mengingatkan kepada akhirat”. Dan hadits-hadits lain tentang ini yang diriwayatkan Imam Muslim dan lainnya.
Kaum muslimin telah Ijma’ tentang anjuran ziarah kubur, wajib menurut Mazhab Zhahiriah, hanya mereka menyatakan bahwa ziarah itu khusus bagi laki-laki, bukan untuk perempuan. Ketika Rasulullah melihat bahwa perempuan pergi ziarah itu mengandung hal-hal tidak baik, maka Rasulullah melarang mereka ziarah kubur. Izin ziarah kubur bagi laki-laki tetap berlaku.
Ulama lain menyatakan bahwa larangan ziarah kubur bagi perempuan adalah pada masa lalu karena larangan yang bersifat umum, yaitu larangan ziarah kubur. Kemudian ada izin bagi laki-kai. Larangan tetap berlanjut bagi perempuan. Bagaimana pun juga, ada beberapa pendapat tentang ziarah kubur bagi perempuan, diringkas dalam beberapa poin berikut:
1). Haram secara mutlak, apakah ketika perempuan melakukan ziarah itu ada fitnah dan hal tidak baik atau pun tidak ada. Dalilnya adalah hadits: “Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat perempuan-perempuan yang ziarah kubur”. (HR. at-Tirmidzi). At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih”. Akan tetapi al-Qurthubi berkata, “Ada kemungkinan mengandung makna bahwa haram jika dilakukan beramai-ramai. Karena menggunakan kata: Zawwarooti dalam bentuk Shighat Mubalaghah.
2). Haram ketika dikhawatirkan terjadi fitnah atau hal tidak baik. Berdasarkan ini diharamkan bagi pemudi ziarah kubur. Demikian juga dengan wanita dewasa jika berhias berlebihan atau menggunakan sesuatu yang menarik perhatian. Dibolehkan bagi wanita tua yang tidak menimbulkan fitnah, tetap haram jika melakukan perbuatan yang diharamkan, seperti meratap dan perbuatan lain yang dilarang Rasulullah: “Bukan golongan kami orang yang menampar wajah, merobek kantong dan menyerukan seruan-seruan Jahiliah”. (HR Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Tidak mudah bagi perempuan melepaskan diri dari tradisi-tradisi tidak baik ini. Dalam hadits Ummu ‘Athiyyah disebutkan, “Ketika berbai’at, Rasulullah mengambil janji dari kami agar jangan meratapi orang yang meninggal dunia. Tidak ada yang memenuhi janji itu dari kami selain lima orang perempuan”. (HR Al-Bukhari).
Ketika istri-istri Ja’far bin Abi thalib menangis saat Ja’far mati syahid, Rasulullah Saw memerintahkan seorang laki-laki agar melarang mereka menangis, dua kali dilarang namun mereka tidak patuh. Rasulullah memerintahkan laki-laki itu agar menyiramkan debu ke mulut mereka. (HR Al-Bukhari).
3) Makruh. Dalilnya adalah Qiyas. Diqiyaskan kepada mengiringi jenazah. Juga berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyyah, “Rasulullah Saw melarang kami mengiringi jenazah. Akan tetapi Rasulullah Saw tidak bersikap keras terhadap kami”. (HR Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
4). Boleh. Dalilnya adalah Rasulullah SAW tidak mengingkari Aisyah ketika ia pergi ke pemakaman al-Baqi’. Rasulullah mengajarkan kepada Aisyah ketika ziarah kubur agar mengucapkan: “Keselamatan untuk kamu wahai negeri kaum mu’min. Telah datang kepada kamu apa yang dijanjikan untuk kamu esok hari masanya ditentukan. Sesungguhnya insya Allah kami menyertai kamu”. (HR Muslim).
Juga sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah melewati seorang perempuan yang menangis di sisi kubur. Rasulullah memerintahkannya agar bertakwa dan bersabar. Rasulullah melarangnya menangis karena Rasulullah mendengar sesuatu yang tidak ia sukai; ratapan dan lainnya. Rasulullah Saw tidak melarangnya ziarah kubur.
5). Dianjurkan, sama seperti anjuran ziarah kubur bagi laki-laki. Dalilnya adalah izin dari Rasulullah yang bersifat umum: “Maka lakukanlah ziarah kubur”.
Tiga pendapat terakhir berlaku ketika aman dari fitnah dan hal yang tidak baik. Jika terjadi fitnah dan hal yang tidak baik, maka haram bagi perempuan melakukan ziarah kubur. Dengan demikian maka jawaban telah dapat dipahami. Meskipun saya cenderung kepada pendapat yang menyatakan makruh, jika tidak ada hal-hal yang diharamkan dan terlarang seperti membuka aurat, ratapan, menampar wajah, duduk diatas kubur, menginap di kuburan dan lain sebagainya. Lebih utama bagi perempuan menetap di rumah, tidak pergi meninggalkan rumah kecuali ada keperluan yang mendesak, untuk memelihara perempuan dari hal-hal yang tidak baik. (Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar)
(Dikutip dari Buku “30 Fatwa Seputar Ramadhan” yang disusun Ustaz Abdul Somad. Ustaz Abdul Somad memilih fatwa tiga ulama besar al-Azhar; Syekh ‘Athiyyah Shaqar, Syekh DR Yusuf al-Qaradhawi dan Syekh DR Ali Jum’ah, karena keilmuan dan manhaj al-Washatiyyah (moderat) yang mereka terapkan dalam fatwanya)
Apa hukum ziarah kubur bagi perempuan jika tetap menjaga adab-adab ziarah kubur dan bertujuan untuk mengambil pelajaran dan bersikap khusyu’?
Jawaban:
Pada awalnya Rasulullah SAW melarang ziarah kubur untuk memutus tradisi jahiliah berbangga-bangga dengan ziarah kubur dengan menyebut-nyebut peninggalan nenek moyang. Itu yang disebutkan Allah Swt dalam firman-Nya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur”. (QS. At-Takatsur [102]: 1-2).
Kemudian diberi keringanan berziarah untuk mengingat mati dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat, sebagaimana yang diingatkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dengan sanad shahih: “Dulu aku melarang kamu ziarah kubur. Ziarahlah kamu ke kubur, karena sesungguhnya ziarah kubur itu membuat zuhud di dunia dan mengingatkan kepada akhirat”. Dan hadits-hadits lain tentang ini yang diriwayatkan Imam Muslim dan lainnya.
Kaum muslimin telah Ijma’ tentang anjuran ziarah kubur, wajib menurut Mazhab Zhahiriah, hanya mereka menyatakan bahwa ziarah itu khusus bagi laki-laki, bukan untuk perempuan. Ketika Rasulullah melihat bahwa perempuan pergi ziarah itu mengandung hal-hal tidak baik, maka Rasulullah melarang mereka ziarah kubur. Izin ziarah kubur bagi laki-laki tetap berlaku.
Ulama lain menyatakan bahwa larangan ziarah kubur bagi perempuan adalah pada masa lalu karena larangan yang bersifat umum, yaitu larangan ziarah kubur. Kemudian ada izin bagi laki-kai. Larangan tetap berlanjut bagi perempuan. Bagaimana pun juga, ada beberapa pendapat tentang ziarah kubur bagi perempuan, diringkas dalam beberapa poin berikut:
1). Haram secara mutlak, apakah ketika perempuan melakukan ziarah itu ada fitnah dan hal tidak baik atau pun tidak ada. Dalilnya adalah hadits: “Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat perempuan-perempuan yang ziarah kubur”. (HR. at-Tirmidzi). At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih”. Akan tetapi al-Qurthubi berkata, “Ada kemungkinan mengandung makna bahwa haram jika dilakukan beramai-ramai. Karena menggunakan kata: Zawwarooti dalam bentuk Shighat Mubalaghah.
2). Haram ketika dikhawatirkan terjadi fitnah atau hal tidak baik. Berdasarkan ini diharamkan bagi pemudi ziarah kubur. Demikian juga dengan wanita dewasa jika berhias berlebihan atau menggunakan sesuatu yang menarik perhatian. Dibolehkan bagi wanita tua yang tidak menimbulkan fitnah, tetap haram jika melakukan perbuatan yang diharamkan, seperti meratap dan perbuatan lain yang dilarang Rasulullah: “Bukan golongan kami orang yang menampar wajah, merobek kantong dan menyerukan seruan-seruan Jahiliah”. (HR Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Tidak mudah bagi perempuan melepaskan diri dari tradisi-tradisi tidak baik ini. Dalam hadits Ummu ‘Athiyyah disebutkan, “Ketika berbai’at, Rasulullah mengambil janji dari kami agar jangan meratapi orang yang meninggal dunia. Tidak ada yang memenuhi janji itu dari kami selain lima orang perempuan”. (HR Al-Bukhari).
Ketika istri-istri Ja’far bin Abi thalib menangis saat Ja’far mati syahid, Rasulullah Saw memerintahkan seorang laki-laki agar melarang mereka menangis, dua kali dilarang namun mereka tidak patuh. Rasulullah memerintahkan laki-laki itu agar menyiramkan debu ke mulut mereka. (HR Al-Bukhari).
3) Makruh. Dalilnya adalah Qiyas. Diqiyaskan kepada mengiringi jenazah. Juga berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyyah, “Rasulullah Saw melarang kami mengiringi jenazah. Akan tetapi Rasulullah Saw tidak bersikap keras terhadap kami”. (HR Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
4). Boleh. Dalilnya adalah Rasulullah SAW tidak mengingkari Aisyah ketika ia pergi ke pemakaman al-Baqi’. Rasulullah mengajarkan kepada Aisyah ketika ziarah kubur agar mengucapkan: “Keselamatan untuk kamu wahai negeri kaum mu’min. Telah datang kepada kamu apa yang dijanjikan untuk kamu esok hari masanya ditentukan. Sesungguhnya insya Allah kami menyertai kamu”. (HR Muslim).
Juga sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah melewati seorang perempuan yang menangis di sisi kubur. Rasulullah memerintahkannya agar bertakwa dan bersabar. Rasulullah melarangnya menangis karena Rasulullah mendengar sesuatu yang tidak ia sukai; ratapan dan lainnya. Rasulullah Saw tidak melarangnya ziarah kubur.
5). Dianjurkan, sama seperti anjuran ziarah kubur bagi laki-laki. Dalilnya adalah izin dari Rasulullah yang bersifat umum: “Maka lakukanlah ziarah kubur”.
Tiga pendapat terakhir berlaku ketika aman dari fitnah dan hal yang tidak baik. Jika terjadi fitnah dan hal yang tidak baik, maka haram bagi perempuan melakukan ziarah kubur. Dengan demikian maka jawaban telah dapat dipahami. Meskipun saya cenderung kepada pendapat yang menyatakan makruh, jika tidak ada hal-hal yang diharamkan dan terlarang seperti membuka aurat, ratapan, menampar wajah, duduk diatas kubur, menginap di kuburan dan lain sebagainya. Lebih utama bagi perempuan menetap di rumah, tidak pergi meninggalkan rumah kecuali ada keperluan yang mendesak, untuk memelihara perempuan dari hal-hal yang tidak baik. (Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar)
(Dikutip dari Buku “30 Fatwa Seputar Ramadhan” yang disusun Ustaz Abdul Somad. Ustaz Abdul Somad memilih fatwa tiga ulama besar al-Azhar; Syekh ‘Athiyyah Shaqar, Syekh DR Yusuf al-Qaradhawi dan Syekh DR Ali Jum’ah, karena keilmuan dan manhaj al-Washatiyyah (moderat) yang mereka terapkan dalam fatwanya)
(rhs)