Apakah Hukum Membaca Al-Fatihah Bagi Makmum?
A
A
A
Berikut penjelasan Ustaz Abdul Somad (UAS), dai lulusan S2 Darul-Hadits Maroko mengenai hukum membaca Al-Fatihan bagi ma'mum. UAS memberi penjelasannya secara rinci sebagaimana dikutip dari bukunya "77 Tanya-Jawab Seputar Shalat" yang dipersembahkan oleh Tafaqquh Study Club. (Baca Juga: Apakah Hukum Membaca Doa Iftitah?)
Mazhab Hanafi:
Makmum tidak perlu membaca Al-Fatihah, berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
Pertama, ayat Alqur'an: "Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat". (QS. Al-A'raf: 204).
Imam Ahmad berkata: "Umat telah sepakat bahwa ayat ini tentang salat". Perintah agar mendengarkan bacaan Al-Fatihah yang dibacakan, khususnya pada salat Jahr. Diam mencakup salat Sirr dan Jahr, maka orang yang salat wajib mendengarkan bacaan imam yang dibaca jahr dan diam pada bacaan Sirr. Hadits-hadits mewajibkan bacaan, maka makna ayat ini mengandung makna wajib, menentang yang wajib berarti haram.
Kedua, dalil Sunnah. Dalam hadits disebutkan: "Siapa yang shalat di belakang imam, maka bacaan imam sudah menjadi bacaan baginya". (HR. Abu Hanifah dari Jabir). Ini mencakup shalat Sirr dan Jahr.
Hadits lain: "Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti, apabila imam bertakbir maka bertakbirlah kamu. Apabila imam membaca maka diamlah kamu". (HR. Muslim, dari Abu Hurairah).
Hadits lain:
Rasulullah SAW melaksanakan salat Zhuhur, ada seorang laki-laki di belakang membaca ayat: "Sabbihisma rabbika al-a’la". Ketika selesai salat, Rasulullah SAW bertanya: "Siapakah diantara kamu
yang membaca ayat?". Laki-laki itu menjawab: "Saya".
Rasulullah SAW berkata: "Menurutku salah seorang kamu telah melawanku dalam membaca ayat". (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Imran bin Hushain). Ini menunjukkan pengingkaran terhadap bacaan ma’mum dalam shalat Sirr, maka dalam salat Jahr lebih diingkari lagi.
Ketiga, dalil dari Qiyas. Jika membaca Al-Fatihah itu wajib bagi makmum, mengapa digugurkan kewajibannya bagi orang yang masbuq seperti rukun-rukun yang lain. Maka bacaan ma’mum diqiyaskan kepada bacaan masbuq dalam hal gugur kewajibannya, dengan demikian maka bacaan Al-Fatihah tidak disyariatkan bagi ma’mum.
Jumhur Ulama:
Rukun bacaan dalam shalat adalah bacaan al-Fatihah. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW: "Tidak sah salat orang yang tidak membaca Al-Fatihah".
Hadits lain: "Tidak sah saalat orang yang tidak membaca Fatihah Al-Kitab (al-Fatihah)". (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Juga berdasarkan perbuatan Rasulullah SAW sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Muslim dan hadits yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari: “Salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku salat”.
Adapun membaca surat setelah al-Fatihah pada rakaat pertama dan rakaat kedua dalam semua salat adalah sunnah. Ma’mum membaca Al-Fatihah dan surat pada salat Sirr saja, tidak membaca apa pun pada shalat Jahr, demikian menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Hanbali. Membaca al-Fatihah dalam salat Jahr saja menurut Mazhab Syafi’i.
Dapat difahami dari pendapat Imam Ahmad bahwa beliau menganggap baik membaca sebagian Al-Fatihah ketika imam diam pada diam yang pertama, kemudian melanjutkan bacaan Al-Fatihah pada
diam yang kedua. Antara kedua diam tersebut ma’mum mendengar bacaan imam.
Mazhab Syafi’i: Imam, Ma’mum dan orang yang salat sendirian wajib membaca al-Fatihah dalam setiap rakaat, apakah dari hafalannya, atau melihat mushaf atau dibacakan untuknya atau dengan cara lainnya. Apakah pada salat Sirr ataupun salat Jahr, salat fardhu ataupun salat Sunnah, berdasarkan dalil-dalil di atas dan hadits "Ubadah bin ash-Shamit, Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit, ia berkata: "Rasulullah SAW melaksanakan salat Shubuh, Rasulullah SAW merasa berat melafazkan ayat.Ketika selesai salat, Rasulullah SAW berkata: "Aku melihat kamumembaca di belakang imam kamu". Kami menjawab: "Ya, wahai Rasulullah".
Rasulullah berkata: "Janganlah kamu melakukan itu, kecuali membaca Al-Fatihah, karena sesungguhnya tidak sah salat orang yang tidak membaca Al-Fatihah". (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Hibban).
Ini nash (teks) yang jelas mengkhususkan bacaan bagi ma’mum, menunjukkan bahwa bacaan tersebut wajib. Makna nafyi (meniadakan) menunjukkan makna tidak sah, seperti menafikan zat pada sesuatu.
Menurut Qaul Jadid: jika seseorang meninggalkan bacaan Al-Fatihah karena terlupa, maka tidak sah. Karena rukun salat tidak dapat gugur disebabkan lupa, seperti ruku’ dan sujud. Tidak gugur bagi orang
yang shalat, kecuali bagi masbuq dalam satu rakaat, maka imam menanggungnya.
Sama hukumnya seperti masbuq, orang yang berada dalam keramaian, atau terlupa bahwa ia sedang salat, atau terlambat dalam gerakan; ma’mum belum juga bangun dari sujud, sementara imam sudah
ruku’ atau hampir ruku’. Atau ma’mum ragu membaca Al-Fatihah setelah imamnya ruku’, lalu ia terlambat membaca Al-Fatihah.
Mazhab Hanafi:
Makmum tidak perlu membaca Al-Fatihah, berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
Pertama, ayat Alqur'an: "Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat". (QS. Al-A'raf: 204).
Imam Ahmad berkata: "Umat telah sepakat bahwa ayat ini tentang salat". Perintah agar mendengarkan bacaan Al-Fatihah yang dibacakan, khususnya pada salat Jahr. Diam mencakup salat Sirr dan Jahr, maka orang yang salat wajib mendengarkan bacaan imam yang dibaca jahr dan diam pada bacaan Sirr. Hadits-hadits mewajibkan bacaan, maka makna ayat ini mengandung makna wajib, menentang yang wajib berarti haram.
Kedua, dalil Sunnah. Dalam hadits disebutkan: "Siapa yang shalat di belakang imam, maka bacaan imam sudah menjadi bacaan baginya". (HR. Abu Hanifah dari Jabir). Ini mencakup shalat Sirr dan Jahr.
Hadits lain: "Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti, apabila imam bertakbir maka bertakbirlah kamu. Apabila imam membaca maka diamlah kamu". (HR. Muslim, dari Abu Hurairah).
Hadits lain:
Rasulullah SAW melaksanakan salat Zhuhur, ada seorang laki-laki di belakang membaca ayat: "Sabbihisma rabbika al-a’la". Ketika selesai salat, Rasulullah SAW bertanya: "Siapakah diantara kamu
yang membaca ayat?". Laki-laki itu menjawab: "Saya".
Rasulullah SAW berkata: "Menurutku salah seorang kamu telah melawanku dalam membaca ayat". (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Imran bin Hushain). Ini menunjukkan pengingkaran terhadap bacaan ma’mum dalam shalat Sirr, maka dalam salat Jahr lebih diingkari lagi.
Ketiga, dalil dari Qiyas. Jika membaca Al-Fatihah itu wajib bagi makmum, mengapa digugurkan kewajibannya bagi orang yang masbuq seperti rukun-rukun yang lain. Maka bacaan ma’mum diqiyaskan kepada bacaan masbuq dalam hal gugur kewajibannya, dengan demikian maka bacaan Al-Fatihah tidak disyariatkan bagi ma’mum.
Jumhur Ulama:
Rukun bacaan dalam shalat adalah bacaan al-Fatihah. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW: "Tidak sah salat orang yang tidak membaca Al-Fatihah".
Hadits lain: "Tidak sah saalat orang yang tidak membaca Fatihah Al-Kitab (al-Fatihah)". (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Juga berdasarkan perbuatan Rasulullah SAW sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Muslim dan hadits yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari: “Salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku salat”.
Adapun membaca surat setelah al-Fatihah pada rakaat pertama dan rakaat kedua dalam semua salat adalah sunnah. Ma’mum membaca Al-Fatihah dan surat pada salat Sirr saja, tidak membaca apa pun pada shalat Jahr, demikian menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Hanbali. Membaca al-Fatihah dalam salat Jahr saja menurut Mazhab Syafi’i.
Dapat difahami dari pendapat Imam Ahmad bahwa beliau menganggap baik membaca sebagian Al-Fatihah ketika imam diam pada diam yang pertama, kemudian melanjutkan bacaan Al-Fatihah pada
diam yang kedua. Antara kedua diam tersebut ma’mum mendengar bacaan imam.
Mazhab Syafi’i: Imam, Ma’mum dan orang yang salat sendirian wajib membaca al-Fatihah dalam setiap rakaat, apakah dari hafalannya, atau melihat mushaf atau dibacakan untuknya atau dengan cara lainnya. Apakah pada salat Sirr ataupun salat Jahr, salat fardhu ataupun salat Sunnah, berdasarkan dalil-dalil di atas dan hadits "Ubadah bin ash-Shamit, Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit, ia berkata: "Rasulullah SAW melaksanakan salat Shubuh, Rasulullah SAW merasa berat melafazkan ayat.Ketika selesai salat, Rasulullah SAW berkata: "Aku melihat kamumembaca di belakang imam kamu". Kami menjawab: "Ya, wahai Rasulullah".
Rasulullah berkata: "Janganlah kamu melakukan itu, kecuali membaca Al-Fatihah, karena sesungguhnya tidak sah salat orang yang tidak membaca Al-Fatihah". (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Hibban).
Ini nash (teks) yang jelas mengkhususkan bacaan bagi ma’mum, menunjukkan bahwa bacaan tersebut wajib. Makna nafyi (meniadakan) menunjukkan makna tidak sah, seperti menafikan zat pada sesuatu.
Menurut Qaul Jadid: jika seseorang meninggalkan bacaan Al-Fatihah karena terlupa, maka tidak sah. Karena rukun salat tidak dapat gugur disebabkan lupa, seperti ruku’ dan sujud. Tidak gugur bagi orang
yang shalat, kecuali bagi masbuq dalam satu rakaat, maka imam menanggungnya.
Sama hukumnya seperti masbuq, orang yang berada dalam keramaian, atau terlupa bahwa ia sedang salat, atau terlambat dalam gerakan; ma’mum belum juga bangun dari sujud, sementara imam sudah
ruku’ atau hampir ruku’. Atau ma’mum ragu membaca Al-Fatihah setelah imamnya ruku’, lalu ia terlambat membaca Al-Fatihah.
(rhs)