Ulama dan Asatiz se-Jakarta Pusat Bahas Paham Liberalisme
A
A
A
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta Pusat menggelar muzakaroh ulama dan asatiz (para ustaz) se-Jakarta Pusat dengan tema 'membongkar kesesatan paham liberal dan tokohnya di dunia dan Indonesia' di Gedung Wali Kota Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2019).
Ketua Umum MUI Jakarta Pusat Robi Fadhil Muhammad mengatakan, muzakaroh ini merupakan bagian dari pembelajaran dan pembekalan bagi para asatiz. Pihaknya memilih tema 'kesesatan liberal' untuk menambah hasanah keilmuan bagi para alim ulama dan umat Islam.
Apalagi baru kali ini lembaga MUI membahas kesesatan paham liberal. Sebuah tema yang agaknya berat dan jarang dibahas oleh para cendekiawan dan para ulama. Namun, pengkajian tema ini akan memberi manfaat besar yang akan mematangkan ulama dan asatiz dalam menebarkan dakwah Islam.
"Mudah-mudahan muzakaroh ini memberi manfaat dan berkah untuk kita semua," kata Ustaz Robi Fadhil saat membuka muzakaroh didampingi moderator Ustaz Ali Mukhtar itu.
Adapun narasumber dalam muzakarah ini ialah Ustaz Miftah el-Banjary , seorang pakar ilmu linguistik Arab dan tafsir Alquran yang juga alumnus Institute of Arab Studies Kairo-Mesir.
Dalam paparannya, Ustaz Miftah el-Banjary menjelaskan, ketika masa kejayaan Islam tahun 650-1250, paham liberalisme tidak ada sama sekali. Hingga tahun 1800, kejayaan Islam tetap eksis meski sempat mengalami kemunduran pada tahun 1000-1200.
Paham liberalisme baru muncul pada tahun 1800-1900, itupun lebih tepat disebut modernisme. Tantangan umat Islam saat ini bukan saja dihadapi dari pengaruh luar, westernisasi, modernisasi, globalisasi, kapitalisasi dan ghazwatulfikr lainnya.
Lebih dari itu, tantangan yang sangat mengkhawatirkan adalah serangan pemikiran liberalisme dan sekulerisme dari tubuh Islam sendiri.
"Pemikiran liberalisasi dan sekulerisasi mulai diminati oleh para modernis Arab pada pertengahan abad ke-18 hingga ke-19," kata Ustaz asal Banjar, Kalimantan Selatan itu.
Pengaruh dampaknya sampai ke Indonesia, sejak pada tahun 1970-an pemikiran polarisasi liberalisme yang disambut antusias oleh para intelektual Islam dan dikaji intensif di perguruan Islam, semisal IAIN. Hingga muncullah tokoh-tokoh liberal Islam yang mulai mengusik hingga menyerang kemapanan pemikiran Islam.
"Hari ini kita bisa menyaksikan, bagaimana seorang yang mengaku sebagai muslim, namun meyakini bahwa syariat Islam sudah tidak compatible dan adabtable dengan kondisi zaman," jelas Ustaz Miftah.
Mereka meyakini semua agama sama baik, sama benar, dan sama-sama menuju jalan kebenaran dan keselamatan. Inilah yang disebut dengan paham pluralisme agama, sinkretisme agama, yang berusaha menghapus keyakinan absolut terhadap kebenaran Islam.
Untuk diketahui, paham sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme (Sepilis) sudah difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2005. Ironisnya, sampai hari ini terus bergeliat menggerogoti akidah umat. Mereka menggunakan berbagai media sebagai jejaring propoganda, termasuk memasarkan melalui kampus-kampus Islam.
Ketua Umum MUI Jakarta Pusat Robi Fadhil Muhammad mengatakan, muzakaroh ini merupakan bagian dari pembelajaran dan pembekalan bagi para asatiz. Pihaknya memilih tema 'kesesatan liberal' untuk menambah hasanah keilmuan bagi para alim ulama dan umat Islam.
Apalagi baru kali ini lembaga MUI membahas kesesatan paham liberal. Sebuah tema yang agaknya berat dan jarang dibahas oleh para cendekiawan dan para ulama. Namun, pengkajian tema ini akan memberi manfaat besar yang akan mematangkan ulama dan asatiz dalam menebarkan dakwah Islam.
"Mudah-mudahan muzakaroh ini memberi manfaat dan berkah untuk kita semua," kata Ustaz Robi Fadhil saat membuka muzakaroh didampingi moderator Ustaz Ali Mukhtar itu.
Adapun narasumber dalam muzakarah ini ialah Ustaz Miftah el-Banjary , seorang pakar ilmu linguistik Arab dan tafsir Alquran yang juga alumnus Institute of Arab Studies Kairo-Mesir.
Dalam paparannya, Ustaz Miftah el-Banjary menjelaskan, ketika masa kejayaan Islam tahun 650-1250, paham liberalisme tidak ada sama sekali. Hingga tahun 1800, kejayaan Islam tetap eksis meski sempat mengalami kemunduran pada tahun 1000-1200.
Paham liberalisme baru muncul pada tahun 1800-1900, itupun lebih tepat disebut modernisme. Tantangan umat Islam saat ini bukan saja dihadapi dari pengaruh luar, westernisasi, modernisasi, globalisasi, kapitalisasi dan ghazwatulfikr lainnya.
Lebih dari itu, tantangan yang sangat mengkhawatirkan adalah serangan pemikiran liberalisme dan sekulerisme dari tubuh Islam sendiri.
"Pemikiran liberalisasi dan sekulerisasi mulai diminati oleh para modernis Arab pada pertengahan abad ke-18 hingga ke-19," kata Ustaz asal Banjar, Kalimantan Selatan itu.
Pengaruh dampaknya sampai ke Indonesia, sejak pada tahun 1970-an pemikiran polarisasi liberalisme yang disambut antusias oleh para intelektual Islam dan dikaji intensif di perguruan Islam, semisal IAIN. Hingga muncullah tokoh-tokoh liberal Islam yang mulai mengusik hingga menyerang kemapanan pemikiran Islam.
"Hari ini kita bisa menyaksikan, bagaimana seorang yang mengaku sebagai muslim, namun meyakini bahwa syariat Islam sudah tidak compatible dan adabtable dengan kondisi zaman," jelas Ustaz Miftah.
Mereka meyakini semua agama sama baik, sama benar, dan sama-sama menuju jalan kebenaran dan keselamatan. Inilah yang disebut dengan paham pluralisme agama, sinkretisme agama, yang berusaha menghapus keyakinan absolut terhadap kebenaran Islam.
Untuk diketahui, paham sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme (Sepilis) sudah difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2005. Ironisnya, sampai hari ini terus bergeliat menggerogoti akidah umat. Mereka menggunakan berbagai media sebagai jejaring propoganda, termasuk memasarkan melalui kampus-kampus Islam.
(rhs)