Kisah Wafatnya Imam Syafi'i di Pengujung Bulan Rajab

Rabu, 25 Maret 2020 - 17:41 WIB
Kisah Wafatnya Imam Syafii di Pengujung Bulan Rajab
Kisah Wafatnya Imam Syafi'i di Pengujung Bulan Rajab
A A A
Hari ini adalah pengujung bulan Rajab (30 Rajab 1441 Hijriyah) bertepatan Rabu 25 Maret 2020. Pengujung bulan mulia ini mengingatkan kita sebuah peristiwa wafatnya seorang ulama besar Islam, Imam Syafi'i rahimahullah.

Ulama bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i ini wafat pada malam Jumat menjelang subuh pada hari terakhir bulan Rajab Tahun 204 Hijriyyah pada usia 52 tahun. Imam Syafii (150-204 H), seorang mufti besar Islam Sunni yang juga pendiri mazhab Syafi'i .

Beliau dikenal sebagai gudangnya ilmu dan ulama besar ilmu fiqih . Pernah berguru kepada Imam Malik bin Anas dan berhasil menghafal Kitab Al-Muwattha' (kumpulan hadis) karya Imam Malik dalam 9 malam.

Imam Syaf'i lahir di Gaza, Palestina, pada tahun 150 Hijriyah (767 M) dan wafat di Mesir tahun 204 H (819 M). Imam Syafi'i tergolong kerabat dari Rasulullah SAW karena termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari Al-Muththalib, yang merupakan kakek Nabi Muhammad SAW.

Ar-Rabi' bin Sulaiman mengatakan, menjelang wafatnya, Imam Syafi'i menderita penyakit kronis, sampai-sampai darahnya mengalir ketika beliau sedang menaiki kendaraannya. Darah itu berceceran memenuhi celana, kendaraan dan telapak kakinya.

Imam Syafi'i terkena penyakit dan benar-benar menyiksanya selama hampir empat tahun lamanya. Beliau menanggung sakit demi ijtihadnya di Mesir. Dalam kondisi demikian masih bisa menghasilkan empat ribu lembar catatan ilmu. Hidup beliau dihabiskan untuk mengajar, meneliti, mengkaji baik siang maupun malam dan membuatnya lebih banyak duduk.

Pada suatu hari, Yunus bin Adbil A'la membesuknya, kemudian berkata, "Wahai Abu Musa, tolong bacakan untukku setelah ayat 120 dari Surah Ali Imran. Kemudian aku membacanya untuknya dengan suara yang lirih. Tatkala aku hendak berdiri, beliau berkata, "Jangan lupakan aku. Sesungguhnya aku sedang dalam kondisi payah."

Yunus berkata kepada Ar-Rabi', " Imam Asy-Syafi’i berharap dengan bacaanku tersebut, ia dapat bertemu dengan Rasulullah, para sahabatnya dan orang-orang saleh." Kemudian Ar-Rabi' menjenguk Imam Asy-Syafi’i dan berkata, "Wahai guru, bagimana kondisimu sekarang?"

Imam Syafi'i menjawab, "Aku merasakan bahwa sudah tiba waktunya meninggalkan dunia dam berpisah dengan saudara-saudaraku. Sungguh, kematian sudah dekat, kembali kepada Allah Ta'ala sudah dekat untuk mempertagunggjawabkan amal keburukan yang kuperbuat."

Setelah berkata demikian, Imam Syafi'i kemudian mengarahkan pandangannya ke langit menerawang jauh. Beliau akhirnya menghadap Allah pada malam Jumat setelah Magrib. Jasadnya dimakamkan pada hari Jumat setelah Ashar, hari terakhir bulan Rajab.

Jenazah beliau diangkat dari rumahnya, melewati jalan Al-Fusthath di Mesir dan pasarnya hingga sampai ke daerah Darbi as-Siba, sekarang jalan Sayyidah an-Nafisah. Dan, Sayyidah Nafisah meminta untuk memasukkan jenazah beliau ke rumahnya. Setelah jenazah dimasukkan, dia turun ke halaman rumah kemudian salat jenazah, dan berkata, "Semoga Allah merahmati asy-Syafi'i, sungguh ia benar-benar berwudhu dengan baik."

Jenazah kemudian dibawa sampai ke tanah anak-anak Ibnu Abdi al-Hakam, disanalah beliau dimakamkan yang kemudian dikenal dengan Turbah asy-Syafi'i sampai hari ini. Di sana dibangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid asy-Syafi'i. Penduduk Mesir terus menerus menziarahi makam sang Imam sampai 40 hari 40 malam. Setiap peziarah tak mudah dapat sampai ke makamnya karena banyaknya peziarah.

Demikian kisah wafatnya sang imam yang kini menjadi kiblat ilmu fiqih bagi mayoritas muslim di Yaman, Palestina, Mesir, Asia Tenggara termasuk Indonesia, Malaysia, Brunei dan beberapa negara di Timur Tengah.

Rasulullah SAW pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak menggangkat ilmu dengan sekali cabut dari para hamba-Nya. Akan tetapi Allah menangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh (sebagai pemimpin mereka). Mereka ditanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan." (HR Al-Bukhari)

Semoga Allah 'Azza wa Jalla merahmati beliau dan mengumpulkannya bersama Rasulullah SAW dan orang-orang saleh. Al-Faatihah!
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4062 seconds (0.1#10.140)