Jenazah Pasien Covid-19 Boleh Tak Dimandikan dan Dikafani

Rabu, 01 April 2020 - 01:09 WIB
Jenazah Pasien Covid-19 Boleh Tak Dimandikan dan Dikafani
Jenazah Pasien Covid-19 Boleh Tak Dimandikan dan Dikafani
A A A
FATWA Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah yang berjudul Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19 yang diedarkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggariskan apabila dipandang darurat dan mendesak, jenazah pasien Covid-19 dapat dimakamkan tanpa dimandikan dan dikafani.

Hal ini bisa dilakukan dalam rangka menghindarkan tenaga penyelenggara jenazah dari paparan Covid-19 . Ini dengan pertimbangan asas-asas hukum syariah bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya kecuali sejauh yang mampu dilakukannya

PP Muhammadiiyah menjelaskan bahwa perawatan jenazah pasien Covid-19 sejak meninggal dunia sampai dikuburkan, dilakukan sesuai dengan standar protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang, misalnya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 300/Menkes/SK/IV/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza Butir B. 3. 6).

Dalam surat edaran yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haidar Nasher, disebutkan bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya kecuali sejauh yang mampu dilakukannya. Apa yang diperintahkan Nabi SAW dilaksanakan sesuai dengan kemampuan, tidak ada kemudaratan dan pemudaratan. Kemudaratan harus dihilangkan. Kesulitan memberikan kemudahan.

Keadaan mendesak dipersamakan dengan keadaan darurat, dan kemudaratan dibatasi sesuai dengan kadarnya. Mencegah mudarat lebih diutamakan daripada mendatangkan maslahat.

Kewajiban memandikan dan mengafani jenazah adalah hukum kondisi normal, sedangkan dalam kondisi tidak normal dapat diberlakukan hukum darurat.

Berikut ini dalil- dalil yang menjadi pegangan:

Pertama, Allah tidak membebani seseorang melainkan sejauh yang mampu dilakukannya (QS al-Baqarah [2]: 286),

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا


Kedua, hadis dari Abū Hurairah, dari Nabi saw bahwa beliau bersabda: … dan jika aku perintahkan kamu melakukan sesuatu, kerjakanlah sejauh kemampuanmu (Hadis muttafaq ‘alaih)

وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ، فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Ketiga, tidak boleh berbuat mudarat dan menimbulkan mudarat.

لاضرر ولاضرار

Keempat, kemudaratan harus dihilangkan.

الضَّرَرُ يُزَالُ

Kelima, kesukaran dapat mendatangkan kemudahan.

المشقة تجلب التيسير

Keenam, Keadaan mendesak dapat dipersamakan dengan keadaan darurat, baik keadaan mendesak itu bersifat umum maupun khusus.

الحاجة تنزل منزلة الضرورة، عامةً كانت أو خاصةً

Ketujuh, kemudaratan dibatasi sesuai dengan kadarnya.

الضرورة تقدر بقدرها

Kedelapan, mencegah mudarat lebih diutamakan daripada mendatangkan maslahat.

درء المفاسد أولى من جلب المصالح

Penyelenggaraan salat jenazah dapat diganti dengan salat gaib di rumah masing- masing. Adapun kegiatan takziah dilakukan secara terbatas dengan memperhatikan hal-hal yang terkait penanggulangan Covid-19 atau dilakukan secara daring.

Ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : نَعَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم النَّجَاشِيَّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ , خَرَجَ بِهِمْ إلَى الْمُصَلَّى , فَصَفَّ بِهِمْ , وَكَبَّرَ أَرْبَعا

Dari Abu Hurairah ra (ia meriwayatkan): Sesungguhnya Rasulullah saw pernah menyiarkan informasi kematian Raja an-Najāsyī, lalu beliau keluar ke tempat salat bersama para sahabat, beliau membariskan mereka (membentuk saf) dan beliau bertakbir sebanyak empat kali takbir (salat gaib atas kematian Raja al-Najasyi) [HR al-Bukhārī].
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3991 seconds (0.1#10.140)