Keluarga miskin rayakan Ramadan di bekas markas militer Khadafi

Kamis, 02 Agustus 2012 - 14:33 WIB
Keluarga miskin rayakan...
Keluarga miskin rayakan Ramadan di bekas markas militer Khadafi
A A A
Puluhan warga miskin Libya merayakan Ramadan pertama sejak tergulingnya Muammar Khadafi dari kekuasaannya. Uniknya,mereka menjalani Ramadan kali ini di bekas kompleks militer Bab Al- Aziziya yang dulu merupakan pusat komando rezim Khadafi.

“Kami hampir tidak percaya memiliki sebuah rumah dan sedang merayakan Ramadan di sebuah tempat yang dulu sangat terkenal,” tutur Surur Rabti, salah satu penghuni kompleks tersebut, kepada AFP.

Bab Al-Aziziya merupakan basis utama operasi militer Khadafi hingga pemberontak yang dibantu NATO menyerbu kompleks tersebut pada 23 Agustus 2011. Perebutan kompleks militer ini terjadi dalam pertempuran sengit antara pemberontak dan pasukan rezim Khadafi.

Saat ini Bab Al-Aziziya merupakan sebuah kompleks bangunan dengan gedung- gedung yang hancur, bercampur puing dan sampah. Rabti dan keluarganya pindah ke kompleks itu pada Oktober, bulan yang sama saat pemberontak menangkap dan membunuh Khadafi, setelah orang kuat itu berkuasa selama lebih dari empat dekade.

Saat ini ada puluhan keluarga yang tinggal di bekas kompleks militer itu. Mereka berupaya membenahi sejumlah bagian gedung agar layak menjadi tempat tinggal. Beberapa struktur bangunan merupakan bentuk aslinya.

Namun, ada juga beberapa bagian yang diperbaiki, seperti untuk dapur dan ruang keluarga. Meski demikian, masih ada dinding yang tampak retak akibat ledakan selama pertempuran tahun lalu.

Lapisan plastik kuning menutupi jendela-jendela yang tidak lagi berkaca. Sebuah pintu kayu tampak dipasang di engsel yang sudah rapuh. Beberapa bagian pintu dibiarkan sedikit terbuka atau ditutupi dengan lapisan penambal kayu.

Tidak ada pengatur suhu udara atau pendingin udara di rumah tersebut, sehingga musim panas di Libya pun kian menyengat.
Suhu udara saat ini mencapai 40 derajat Celsius. “Kami telah berada di sini sekitar setahun, sejak 13 September 2011. Kami bertahan di musim dingin tanpa jendela dan kami sekarang tidak memiliki listrik untuk pendingin ruangan.

Kami menginginkan solusi, hanya sedikit kepedulian dari negara untuk tahu bahwa kami memiliki harapan,” ungkap para ibu rumah tangga yang tinggal di bekas kompleks militer tersebut. Meski demikian, keluarga itu mengaku bahagia. Senyum tetap ada di wajah mereka, walaupun pendapatan gabungan tetap tidak cukup untuk menutup biaya membeli bahan makanan yang layak.

Umm Seif menjelaskan, pendapatan suaminya yang bekerja sebagai pemadam kebakaran, hanya sebesar 400 dinar Libya atau sekitar Rp3 juta per bulan. Jumlah pendapatan sebesar itu masih kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mereka pun menikmati buka puasa dengan makanan seadanya.

“Kami senang karena darah syuhada tidak terbuang sia-sia,” tutur Rabti, yang meninggalkan kuliah kedokteran dua tahun silam demi membiayai keluarganya. Dia sekarang bekerja sebagai asisten administrasi. Ibunya,Zobra, mengungkapkan bahwa ini pertama kalinya mereka merayakan Ramadan dengan perasaan rileks dan tanpa ketakutan, meskipun hidup mereka sederhana.

Kesederhanaan hidup membuat mereka semakin kreatif. Untuk bertahan hidup mereka menanam tanaman mentol, tomat, dan cabai. Perjuangan untuk memulai hidup baru di bekas kompleks militer itu, juga dilakukan para penghuni 40 rumah di sana. Di tengah berbagai kesulitan yang ada, Ramadan kali ini tetap memberikan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
(ysw)
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0820 seconds (0.1#10.24)