Salah melihat jam

Rabu, 17 Juli 2013 - 07:55 WIB
Salah melihat jam
Salah melihat jam
A A A
Tanya :

Ketika bangun untuk sahur saya melihat jam pukul 04.00, setelah memanaskan makanan sayapun makan sahur, tapi sesudah menunggu beberapa menit sesudah sahur saya belum dengar azan, di TV juga tidak ada azan, setelah saya perhatikan lagi jam dinding ternyata sudah hampir jam 06.

Rupanya saya salah melihat jam, sehingga saya sahur sudah jam 05 lebih. Sahkan puasa saya?

Jawab :
Batas waktu makan sahur memang waktu subuh, agar kita tidak lewat, para ulama kita mengajarkan imsak yakni kira-kira 10 menit sebelum subuh sahur mestinya sudah selesai agar konsentrasi kita untuk persiapan shalat subuh.

Ketidaksengajaan anda dengan salah melihat jam merupakan sesuatu yang bisa dimaklumi sehingga anda sahur justeru sesudah subuh. Karenanya puasa anda tidak batal atau sah-sah saja, makan minum yang tidak sengaja tidaklah membatalkan puasa, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ
Barangsiapa lupa bahwa ia puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah disempurnakan puasanya, sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian jawaban singkat pengasuh, semoga bermanfaat.

Keluarga dermawan
Bagi kita, Ali bin Abi Thalib sudah tidak asing lagi, begitu juga dengan isterinya Fatimah, anaknya Hasan, Husein dan Zainab. Nama-nama mereka memang sudah dikenal, tapi masih banyak sisi-sisi kehidupannya belum diketahui oleh umat Islam.

Diantara sebab terkenalnya Ali bin Abi Thalib adalah sejak kecil dia sudah menjadi muslim dan dibina oleh Rasulullah SAW, dia juga saudara sepupu Nabi bahkan kemudian menjadi menantu Nabi dan menjadi khalifah menggantikan Ustman bin Affan.

Ali telah berhasil membangun keluarga yang baik, isteri dan anak-anaknya adalah anggota keluarga yang shaleh dan shalehah, karena itu banyak sisi-sisi kehidupannya yang bisa diteladani, diantaranya adalah kedermawanan mereka.

Suatu sore menjelang magrib di bulan Ramadan, Ali bersama anggota keluarganya sedang siap-siap berbuka puasa dengan air putih dan masing-masing sepotong roti kering. Kondisi keluarga Ali memang lagi sulit sehingga tak ada lagi makanan yang bisa disantap untuk berbuka puasa.

Tiba-tiba terdengar suara orang memberi salam dan ketukan pintu. Setelah dijawab dan pintu dibuka, orang itu berkata: “Wahai kecintaan Rasulullah saw, aku seorang miskin yang tak punya apa-apa untuk berbuka, tolonglah aku dan bagilah rizki yang diberikan Allah kepada kalian, semoga Allah memuliakan kalian”.

Mendengar keluhan itu, Ali diam sejenak, mereka saling berpandangan lalu roti bagiannya diserahkan kepada orang miskin itu, tiba-tiba isteri dan anaknya juga melakukan hal yang sama, maka hari itu mereka hanya berbuka dengan air putih saja.

Ternyata hari berikutnya, kejadian semacam itu terulang kembali, saat berbuka puasa hampir tiba terdengar suara orang memberi salam dari luar rumah, setelah salam dijawab dan pintu dibuka orang itu menyatakan: “aku tidak tahu lagi harus pergi kemana, aku adalah seorang muslim yang baru saja dibebaskan orang kafir, aku ingin kebaikan kalian karena perutku lapar dan tubuhku sangat lemah karenanya”.

Ali segera mengambil sepotong roti bagiannya yang diikuti oleh anak dan isterinya. “Tak usahlah, makan saja bagian kalian”, kata Ali kepada keluarganya.

“Tidak, demi Allah, aku tak bisa merasa kenyang sementara aku tahu ada muslim lain yang kelaparan,” jawab Fatimah.

“Alhamdulillah, kalian adalah orang yang mulia semoga Allah membalas kemulian kalian,” kata Ali, bangga.

Dengan demikian hari kedua itupun keluarga Ali berbuka hanya dengan segelas air putih.

Hari ketiga, saat mereka menunggu magrib, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan ketukan pintu dan ucapan salam dari seorang bocah. “Ada apa nak?,” tanya Ali kepada anak itu.

“Aku seorang yatim, ayahku lama meninggal dunia, ibuku kerja sedirian, beberapa hari ini perutku kosong, tak ada makanan yang bisa dimakan”, kata anak itu, memelas.

Ali terkenal memang sangat menyayangi anak-anak, bahkan dia juga dikenal sebagai bapak anak yatim dan tiap anak yatim menganggap Ali sebagai pengganti ayah mereka. Tanpa pikir panjang roti yang menjadi bagiannya diberikan kepada anak itu, tapi anggota keluarganya juga mengikuti apa yang dilakukan Ali. “Sudahlah, biar aku saja yang memberikan bagianku, kalian makanlah bagian kalian”, pinta Ali.

“Bagaimana engkau merasa kenyang sementara aku tahu putraku menggigil karena lapar”, jawab Fatimah yang menganggap anak yatim sebagai anak sendiri.

“Baiklah kalau begitu, tapi engkau anakku, makanlah bagian kalian, biar ayah dan ibu yang mengurus anak ini”, pinta Ali kepada anak-anaknya.

“Tidak ayah, bagaimana mungkin aku akan makan sementara aku tahu seorang anak yang lebih muda usianya dari aku harus berjuang menahan lapar”, jawab Hasan.

“Baiklah kalau begitu, tapi engkau Husein dan Zainab, makanlah bagian kalian,” pinta Ali.

“Tidak ayah, bagaimana mungkin aku harus makan sementara aku tahu sahabatku harus menanggung lapar”, jawab Husein mengharukan.

“Baiklah kalau begitu, engkau masih sangat kecil Zainab, makanlah bagianmu”, pinta Ali kepada Zainab.

Sambil menangis terisak-isak, Zainab memeluk ibunya dan berkata: “tidak ayah, aku tak mau makan sendirian sementara kakakku tidak makan, aku tidak lapar ibu, berikan bagianku kepadanya, teman kakakku”, jawab Zainab.

Seisi rumah menjadi menangis, keharuan mereka memuncak dan mereka pun saling berpelukan, Ali dan Fatimah bangga sekali memiliki anak yang demikian.

Dengan demikian selama tiga hari keluarga Ali hanya berbuka dengan air putih yang tentu saja tidak mengenyangkan. Keadaan mereka kemudian diketahui oleh Rasulullah yang rumahnya berhadapan, sambil memeluk dan mencium cucu-cucunya, Hasan, Husein dan Zainab, Rasulullah SAW mengemukakan firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, ya ahlul bait (keluarga Rasul) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.

Begitulah Ali telah berhasil membentuk diri dan keluarganya menjadi orang-orang yang shaleh, sikap dan tingkah laku mereka merupakan teladan yang sangat berharga bagi kita.

Dari kisah di atas, pelajaran yang bisa kita ambil adalah:

1. Keteladanan yang baik dari orang tua merupakan penggerak jiwa bagi anak-anak untuk menjadi manusia yang baik.
2. Berderma harus dilakukan dalam situasi harta berlebih maupun berkurang, sehingga saat berlebih keluarga tidak lupa diri dan saat kurang tidak berkeluh kesah. Begitulah memang orang yang bertaqwa.

(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1152 seconds (0.1#10.140)