Dari pengajian lahirlah pemberdayaan
A
A
A
Sindonews.com - Dari pengajian ibu-ibu di Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang yang digelar setiap dua pekan sekali, Komunitas Angkringan Jamur Petruk ini berdiri.
Dari modal bantuan Rp3 juta, perkumpulan ini kini mampu memproduksi kue dari jamur tiram dengan omzet mencapai Rp8 juta, bahkan sebagian keuntungannya diberikan untuk pemberdayaan para kaum dhuafa. Komunitas yang beranggotakan 25 janda kaum dhuafa ini didirikan April 2012.
Difasilitasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Berdaya Indonesia (MBI) Jateng, komunitas ini juga mampu membagi-bagikan sembako kepada warga yang kurang mampu saat Ramadan ini.
Koordinator MBI Jateng Meike Fitrianingtyas menuturkan, MBI awalnya hanya memberikan modal Rp3 juta, uang itu digunakan untuk beli gerobak seharga Rp1,5 juta, peralatan Rp500.000, dan uang tunai Rp1 juta. “Uang itu kemudian dibelikan jamur tiram untuk menjadi kue,” paparnya kemarin. Kue-kue dari jamur tiram yang diproduksi, di antaranya kastengel jamur, nastar jamur, dan putri salju. Kue dari jamur ini dijual Rp15.000-Rp17.000 per stoples ukuran 250 gram.
Produk itu dipasarkan secara online,dijual langsung, dan melalui jaringan. Selama Ramadan ini saja sudah terjual setidaknya 300 stoples. Dalam menjalankan usaha itu, ibu-ibu kaum dhuafa itu menyisakan 10-20% keuntungan untuk dibagikan kepada orang yang lebih membutuhkan, seperti di Ramadan ini, kelompok ini membagikan sembako untuk tetangga yang membutuhkan.
Di luar itu, setiap ada pengajian juga ada kotak infak yang setiap bulannya bisa terkumpul dana antara Rp100.000-Rp200.000. Uang kotak infak itu juga diberdayakan untuk kegiatan pemberdayaan dan kesehatan, seperti tensi, cek gula darah, dan sebagainya. “Dari uang itu, ibu-ibu berencana juga ingin berziarah,” ujar Meike. Ditanya mengapa komunitasnya disebut angkringan jamur petruk, Meike menjelaskan petruk adalah singkatan dari pemberdayaan ekonomi terpadu untuk kemandirian.
“Harapan kami, ibu-ibu ini walaupun sudah janda tapi mampu mandiri dalam hal ekonomi dan tetap bisa memberikan manfaat kepada orang lain,” ucapnya. Usaha ini diharapkan terpadu karena bahan baku jamur tiram itu juga diambilkan dari warga binaan MBI yang menanam jamur di Banyumanik dan Karangrejo. Warga yang menanam jamur tiram ini bapak-bapak, sedangkan pemasarannya dari kaum ibu-ibu. “Jadi saling bersinergi,” pungkasnya.
Dari modal bantuan Rp3 juta, perkumpulan ini kini mampu memproduksi kue dari jamur tiram dengan omzet mencapai Rp8 juta, bahkan sebagian keuntungannya diberikan untuk pemberdayaan para kaum dhuafa. Komunitas yang beranggotakan 25 janda kaum dhuafa ini didirikan April 2012.
Difasilitasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Berdaya Indonesia (MBI) Jateng, komunitas ini juga mampu membagi-bagikan sembako kepada warga yang kurang mampu saat Ramadan ini.
Koordinator MBI Jateng Meike Fitrianingtyas menuturkan, MBI awalnya hanya memberikan modal Rp3 juta, uang itu digunakan untuk beli gerobak seharga Rp1,5 juta, peralatan Rp500.000, dan uang tunai Rp1 juta. “Uang itu kemudian dibelikan jamur tiram untuk menjadi kue,” paparnya kemarin. Kue-kue dari jamur tiram yang diproduksi, di antaranya kastengel jamur, nastar jamur, dan putri salju. Kue dari jamur ini dijual Rp15.000-Rp17.000 per stoples ukuran 250 gram.
Produk itu dipasarkan secara online,dijual langsung, dan melalui jaringan. Selama Ramadan ini saja sudah terjual setidaknya 300 stoples. Dalam menjalankan usaha itu, ibu-ibu kaum dhuafa itu menyisakan 10-20% keuntungan untuk dibagikan kepada orang yang lebih membutuhkan, seperti di Ramadan ini, kelompok ini membagikan sembako untuk tetangga yang membutuhkan.
Di luar itu, setiap ada pengajian juga ada kotak infak yang setiap bulannya bisa terkumpul dana antara Rp100.000-Rp200.000. Uang kotak infak itu juga diberdayakan untuk kegiatan pemberdayaan dan kesehatan, seperti tensi, cek gula darah, dan sebagainya. “Dari uang itu, ibu-ibu berencana juga ingin berziarah,” ujar Meike. Ditanya mengapa komunitasnya disebut angkringan jamur petruk, Meike menjelaskan petruk adalah singkatan dari pemberdayaan ekonomi terpadu untuk kemandirian.
“Harapan kami, ibu-ibu ini walaupun sudah janda tapi mampu mandiri dalam hal ekonomi dan tetap bisa memberikan manfaat kepada orang lain,” ucapnya. Usaha ini diharapkan terpadu karena bahan baku jamur tiram itu juga diambilkan dari warga binaan MBI yang menanam jamur di Banyumanik dan Karangrejo. Warga yang menanam jamur tiram ini bapak-bapak, sedangkan pemasarannya dari kaum ibu-ibu. “Jadi saling bersinergi,” pungkasnya.
(nfl)