Ketika Pengaruh Alexander Yang Agung Dianggap Berbobot Sama dengan Hitler
Senin, 23 Januari 2023 - 05:15 WIB
Ini merupakan cara yang penuh risiko dan dia sering terluka dalam pertempuran macam begini. Tetapi pasukannya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Alexander betul-betul tidak kepalang tanggung menghadapi bahaya dan tak mau membebankan risiko pada pundak orang lain. Hal ini membawa akibat langsung dalam hal peningkatan moral prajurit yang meyakinkan.
Pertama Alexander memimpin pasukannya menerjang Asia Kecil, menghajar habis pasukan kecil Persia yang ditempatkan di situ. Kemudian dia bergerak menuju utara Suriah, menggilas pasukan besar Persia di kota Issus.
Rampung ini dia balik badan menyerbu arah selatan, dan sesudah terlibat pertempuran berat dan sulit sepanjang tujuh bulan, dia berhasil menaklukkan kota pulau Phoenicia Tyre yang kini bernama Libanon.
Tatkala Alexander sedang bertempur di Tyre, dia terima pesan dari Raja Persia mengwarkan separo kerajaannya buat Alexander asal saja Alexander bersedia menyetujui perjanjian perdamaian. Salah seorang jendral Alexander, Parmenio, mengganggap tawaran bagus dan layak diterima. "Jika aku Alexander, tawaran itu kuterima." Apa jawab Alexander? "Begitu pula aku, andaikata aku ini bernama Parmenio."
Sesudah Tyre jatuh, Alexander meneruskan gerakannya ke selatan. Gaza jatuh sesudah bertempur selama dua bulan. Mesir menyerah tanpa pertempuran apa pun. Sesudah menduduki Mesir, Alexander menetap sebentar sekadar memberi waktu istirahat bagi prajurit-prajuritnya. Di negeri itu, kendati umurnya baru dua puluh empat tahun, dia diberi anugerah gelar Firaun dan dinobatkan sebagai dewa.
Sesudah dirasa cukup istirahat, Alexander dan pasukannya bergerak lagi kembali ke daratan Asia, dan dalam pertempuran hidup-mati yang menentukan di Arbela tahun 331 SM, dia sepenuhnya sudah melumpuhkan sebagian terbesar balatentara Persia.
Sesudah kemenangan gemilang itu Alexander memboyong tentaranya ke Babylon dan menerobos masuk ke kota-kota Persia, Suso dan Persepolis. Raja Persia Darius III (bukannya pendahulunya Darius Yang Agung) dibunuh oleh opsir-opsirnya di tahun 330 SM untuk mencegahnya menyerah kepada Alexander.
Walau begitu, Alexander mengalahkan dan membunuh pengganti Darius, dan dalam pertempuran selama tiga tahun, dia sudah menaklukkan semua belahan timur negeri Iran dan mendesak terus ke Asia Tengah.
Dengan segenap Kekaisaran Persia berada di bawah telapak kakinya, Alexander selayaknya ambil keputusan kembali pulang ke negerinya dan mengorganisir daerah kekuasaannya. Tetapi, haus penaklukannya tak tertahankan lagi, karena itu dia meneruskan labrakannya ke Afganistan. Dari situ dia pimpin tentaranya melintasi pegunungan Hindu Kush menuju India.
Dia peroleh serentetan kemenangan besar di bagian barat India dan bermaksud melanjutkan serangannya ke bagian timur India. Tetapi, pasukannya sudah lelah dan ngos-ngosan akibat bertempur bertahun-tahun, dan menolak meneruskan penyerbuan. Maka dengan ogah-ogahan Alexander kembali ke Persia.
Sesudah kembali ke Persia, Alexander menghabiskan waktu sekitar setahun mengorganisir tentara dan wilayah kekaisaran yang dikuasainya.
Alexander dibesarkan bersama keyakinan bahwa kebudayaan Yunani adalah satu-satunya kebudayaan yang unggul dan jempol dan semua bangsa yang bukan Yunani tak lain tak bukan adalah bangsa barbar.
Keyakinan itu sudah barang tentu tersebar meluas di seluruh alam pikiran dan dunia Yunani, bahkan Aristoteles sendiri berpendapat begitu. Tetapi, lepas dari keberhasilannya menumpas habis tentara Persia, Alexander sadar bangsa Persia sama sekali bukan bangsa barbar, dan orang-orang Persia bisa saja sama mampu dan sama pandai dengan orang Yunani.
Oleh karena itu Alexander mengandung niat untuk menggabung kedua kekaisaran itu jadi satu, dan dijelmakannya dengan pembentukan gabungan budaya dari kerajaan Graeco-Persia dengan dia sendiri tentu saja berada di atas tampuk pimpinan penguasa.
Sejauh yang dapat kita pastikan, dia betul-betul berkehendak agar bangsa Persia merupakan partner sederajat dengan bangsa Yunani dan Macedonia. Dalam rangka melaksanakan rencana ini, dia memasukkan banyak sekali orang Persia ke dalam Angkatan Bersenjatanya.
Dia juga mengadakan pesta apa yang disebutnya "Perkawinan Barat dan Timur" di mana ribuan tentara Macedonia secara resmi mengawini puteri-puteri Asia. Dia sendiri, walaupun sudah mempersunting istri seorang gadis bangsawan Asia sebelumnya, kawin lagi dengan puteri Darius.
Gamblang sekali, Alexander bermaksud melakukan tambahan penaklukan dengan Angkatan Bersenjata yang sudah diorganisir kembali ini. Kita tahu, dia bermaksud menaklukkan Arabia, dan mungkin juga wilayah-wilayah yang terletak di belahan utara Persia. Dan mungkin dia sudah punya rencana menduduki India atau menyerbu Roma, Carthago dan bagian-bagian Laut Tengah.
Pertama Alexander memimpin pasukannya menerjang Asia Kecil, menghajar habis pasukan kecil Persia yang ditempatkan di situ. Kemudian dia bergerak menuju utara Suriah, menggilas pasukan besar Persia di kota Issus.
Rampung ini dia balik badan menyerbu arah selatan, dan sesudah terlibat pertempuran berat dan sulit sepanjang tujuh bulan, dia berhasil menaklukkan kota pulau Phoenicia Tyre yang kini bernama Libanon.
Tatkala Alexander sedang bertempur di Tyre, dia terima pesan dari Raja Persia mengwarkan separo kerajaannya buat Alexander asal saja Alexander bersedia menyetujui perjanjian perdamaian. Salah seorang jendral Alexander, Parmenio, mengganggap tawaran bagus dan layak diterima. "Jika aku Alexander, tawaran itu kuterima." Apa jawab Alexander? "Begitu pula aku, andaikata aku ini bernama Parmenio."
Sesudah Tyre jatuh, Alexander meneruskan gerakannya ke selatan. Gaza jatuh sesudah bertempur selama dua bulan. Mesir menyerah tanpa pertempuran apa pun. Sesudah menduduki Mesir, Alexander menetap sebentar sekadar memberi waktu istirahat bagi prajurit-prajuritnya. Di negeri itu, kendati umurnya baru dua puluh empat tahun, dia diberi anugerah gelar Firaun dan dinobatkan sebagai dewa.
Sesudah dirasa cukup istirahat, Alexander dan pasukannya bergerak lagi kembali ke daratan Asia, dan dalam pertempuran hidup-mati yang menentukan di Arbela tahun 331 SM, dia sepenuhnya sudah melumpuhkan sebagian terbesar balatentara Persia.
Sesudah kemenangan gemilang itu Alexander memboyong tentaranya ke Babylon dan menerobos masuk ke kota-kota Persia, Suso dan Persepolis. Raja Persia Darius III (bukannya pendahulunya Darius Yang Agung) dibunuh oleh opsir-opsirnya di tahun 330 SM untuk mencegahnya menyerah kepada Alexander.
Walau begitu, Alexander mengalahkan dan membunuh pengganti Darius, dan dalam pertempuran selama tiga tahun, dia sudah menaklukkan semua belahan timur negeri Iran dan mendesak terus ke Asia Tengah.
Dengan segenap Kekaisaran Persia berada di bawah telapak kakinya, Alexander selayaknya ambil keputusan kembali pulang ke negerinya dan mengorganisir daerah kekuasaannya. Tetapi, haus penaklukannya tak tertahankan lagi, karena itu dia meneruskan labrakannya ke Afganistan. Dari situ dia pimpin tentaranya melintasi pegunungan Hindu Kush menuju India.
Dia peroleh serentetan kemenangan besar di bagian barat India dan bermaksud melanjutkan serangannya ke bagian timur India. Tetapi, pasukannya sudah lelah dan ngos-ngosan akibat bertempur bertahun-tahun, dan menolak meneruskan penyerbuan. Maka dengan ogah-ogahan Alexander kembali ke Persia.
Sesudah kembali ke Persia, Alexander menghabiskan waktu sekitar setahun mengorganisir tentara dan wilayah kekaisaran yang dikuasainya.
Alexander dibesarkan bersama keyakinan bahwa kebudayaan Yunani adalah satu-satunya kebudayaan yang unggul dan jempol dan semua bangsa yang bukan Yunani tak lain tak bukan adalah bangsa barbar.
Keyakinan itu sudah barang tentu tersebar meluas di seluruh alam pikiran dan dunia Yunani, bahkan Aristoteles sendiri berpendapat begitu. Tetapi, lepas dari keberhasilannya menumpas habis tentara Persia, Alexander sadar bangsa Persia sama sekali bukan bangsa barbar, dan orang-orang Persia bisa saja sama mampu dan sama pandai dengan orang Yunani.
Oleh karena itu Alexander mengandung niat untuk menggabung kedua kekaisaran itu jadi satu, dan dijelmakannya dengan pembentukan gabungan budaya dari kerajaan Graeco-Persia dengan dia sendiri tentu saja berada di atas tampuk pimpinan penguasa.
Sejauh yang dapat kita pastikan, dia betul-betul berkehendak agar bangsa Persia merupakan partner sederajat dengan bangsa Yunani dan Macedonia. Dalam rangka melaksanakan rencana ini, dia memasukkan banyak sekali orang Persia ke dalam Angkatan Bersenjatanya.
Dia juga mengadakan pesta apa yang disebutnya "Perkawinan Barat dan Timur" di mana ribuan tentara Macedonia secara resmi mengawini puteri-puteri Asia. Dia sendiri, walaupun sudah mempersunting istri seorang gadis bangsawan Asia sebelumnya, kawin lagi dengan puteri Darius.
Gamblang sekali, Alexander bermaksud melakukan tambahan penaklukan dengan Angkatan Bersenjata yang sudah diorganisir kembali ini. Kita tahu, dia bermaksud menaklukkan Arabia, dan mungkin juga wilayah-wilayah yang terletak di belahan utara Persia. Dan mungkin dia sudah punya rencana menduduki India atau menyerbu Roma, Carthago dan bagian-bagian Laut Tengah.