Batasan Aurat Wanita di Depan Mahramnya Menurut 4 Mazhab
Kamis, 09 Februari 2023 - 15:26 WIB
Batasan aurat wanita bagi mahramnya menurut 4 mazhab penting diketahui kaum muslimah. Apalagi wanita punya kebutuhan untuk bermuamalah dengan kaum lelaki dalam kehidupannya sehari-hari, seperti mengambil atau memberi sesuatu dengan tangannya.
Menurut mayoritas ulama, pada dasarnya batasan aurat antara wanita dan laki-laki (yang bukan mahram) adalah wajah dan telapak tangannya saja. Sedangkan ulama dari Mazhab Hambali mengatakan, aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, bahkan hingga kukunya.
Imam Ahmad bin Hambal dalam satu riwayat mengatakan, jika seorang suami mengajak istrinya keluar rumah, maka ia tidak boleh mengajak istrinya makan (di luar rumah), karena dengan itu telapak tangannya akan dapat terlihat oleh lelaki non-mahram. (Majmu' Fatawa Ibn Taimiyyah jilid 22 hal 110)
Aurat Wanita Bagi Mahramnya
Jika anggota tubuh wanita yang boleh dilihat oleh non- mahram begitu terbatas sebagaimana penjelasan di atas. Maka, seperti apa aurat wanita di hadapan mahramnya?
Berikut penjelasan Ustazah Aini Aryani, pengajar Rumah Fiqih Indonesia dikutip dari rumahfiqih. Yang dimaksud dengan 'Mahram' di sini adalah mahram mu'abbad atau laki-laki yang tidak boleh menikahi wanita selama-lamanya. Kemahraman ini terjadi karena sebab hubungan Nasab seperti ayahnya, anak laki-lakinya, abangnya, dan lain-lain.
Hubungan Mushaharah yaitu sebab terjadinya pernikahan (mushaharah), seperti bapak mertua, anak laki-laki dari suaminya, menantu laki-laki, dan lain-lain. Hubungan persusuan seperti saudara persusuan, suami dari ibu yang menyusui.
Pendapat 4 Mazhab mengenai batasan anggota tubuh yang boleh diperlihatkan wanita kepada mahramnya:
1. Mazhab Hanafi
Batasan aurat wanita dengan mahramnya menurut Mazhab Hanafi adalah anggota tubuh yang ada di antara pusar dan lutut, punggungnya, dan perutnya. Artinya, anggota tubuh wanita yang boleh terlihat mahramnya adalah yang selain dari anggota tubuh tersebut. Jika ada dalam keadaan aman dari fitnah dan tidak disertai syahwat.
Dalilnya adalah firman Allah berikut:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ…
Artinya: "...Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka...." (QS. An-Nur ayat 31)
Yang dimaksud dengan kalimat 'jangan menampakkan perhiasannya' dalam ayat di atas adalah bahwa larangan untuk menampakkan 'anggota tubuh' yang menjadi objek yang biasa dipakaikan perhiasan. Sebab, melihat perhiasan itu sendiri hukumnya mubah secara mutlak.
Maka kepala boleh dilihat oleh mahram, karena ia anggota tubuh untuk dipakaikan mahkota, leher dan dada untuk kalung, telinga untuk anting, pergelangan tangan untuk gelang, pergelangan kaki untuk gelang kaki, jari untuk cincin, punggungnya telapak kaki untuk dihiasi daun pacar, dll. Berbeda dengan perut, punggung dan paha yang lazimnya tidak untuk dipakaikan perhiasan. (Tabyinul Haqaiq jilid 6 hal 19)
2. Mazhab Maliki dan Hambali
Menurut ulama dari Mazhab Maliki dan pendapat resmi dari kalangan Mazhab Hambali, anggota tubuh wanita yang boleh terlihat oleh mahramnya hanya: wajah, kepala, dua tangan dan dua kaki. Maka haram baginya menampakkan dada, payudara, dan anggota tubuh lainnya di hadapan mahramnya. Dan haram pula bagi ayah, anak laki-lakinya dan mahramnya yang lain untuk melihat aurat dirinya selain pada empat anggota tersebut, walaupun tanpa syahwat. (As-Syarh As-Shaghir)
Pendapat ulama dari Mazhab Hambali menambahkan, mahram yang boleh melihat sebagian aurat si wanita itu maksudnya mahram yang muslim maupun yang kafir. Dalilnya adalah bahwa Abu Sufyan Bin Harb pernah masuk ke rumah putrinya yang bernama Ummu Habibah (salah satu istri Rasulullah SAW) dalam keadaan tidak berhijab, tidak menutupi seluruh auratnya. Saat itu Rasulullah SAW tidak menyuruh Ummu Habibah untuk menutupi auratnya di hadapan Abu Sufyan, ayahandanya yang masih kafir. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni jilid 7 hal 105)
3. Mazhab Syafi'i
Menurut mayoritas ulama, pada dasarnya batasan aurat antara wanita dan laki-laki (yang bukan mahram) adalah wajah dan telapak tangannya saja. Sedangkan ulama dari Mazhab Hambali mengatakan, aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, bahkan hingga kukunya.
Imam Ahmad bin Hambal dalam satu riwayat mengatakan, jika seorang suami mengajak istrinya keluar rumah, maka ia tidak boleh mengajak istrinya makan (di luar rumah), karena dengan itu telapak tangannya akan dapat terlihat oleh lelaki non-mahram. (Majmu' Fatawa Ibn Taimiyyah jilid 22 hal 110)
Aurat Wanita Bagi Mahramnya
Jika anggota tubuh wanita yang boleh dilihat oleh non- mahram begitu terbatas sebagaimana penjelasan di atas. Maka, seperti apa aurat wanita di hadapan mahramnya?
Berikut penjelasan Ustazah Aini Aryani, pengajar Rumah Fiqih Indonesia dikutip dari rumahfiqih. Yang dimaksud dengan 'Mahram' di sini adalah mahram mu'abbad atau laki-laki yang tidak boleh menikahi wanita selama-lamanya. Kemahraman ini terjadi karena sebab hubungan Nasab seperti ayahnya, anak laki-lakinya, abangnya, dan lain-lain.
Hubungan Mushaharah yaitu sebab terjadinya pernikahan (mushaharah), seperti bapak mertua, anak laki-laki dari suaminya, menantu laki-laki, dan lain-lain. Hubungan persusuan seperti saudara persusuan, suami dari ibu yang menyusui.
Pendapat 4 Mazhab mengenai batasan anggota tubuh yang boleh diperlihatkan wanita kepada mahramnya:
1. Mazhab Hanafi
Batasan aurat wanita dengan mahramnya menurut Mazhab Hanafi adalah anggota tubuh yang ada di antara pusar dan lutut, punggungnya, dan perutnya. Artinya, anggota tubuh wanita yang boleh terlihat mahramnya adalah yang selain dari anggota tubuh tersebut. Jika ada dalam keadaan aman dari fitnah dan tidak disertai syahwat.
Dalilnya adalah firman Allah berikut:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ…
Artinya: "...Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka...." (QS. An-Nur ayat 31)
Yang dimaksud dengan kalimat 'jangan menampakkan perhiasannya' dalam ayat di atas adalah bahwa larangan untuk menampakkan 'anggota tubuh' yang menjadi objek yang biasa dipakaikan perhiasan. Sebab, melihat perhiasan itu sendiri hukumnya mubah secara mutlak.
Maka kepala boleh dilihat oleh mahram, karena ia anggota tubuh untuk dipakaikan mahkota, leher dan dada untuk kalung, telinga untuk anting, pergelangan tangan untuk gelang, pergelangan kaki untuk gelang kaki, jari untuk cincin, punggungnya telapak kaki untuk dihiasi daun pacar, dll. Berbeda dengan perut, punggung dan paha yang lazimnya tidak untuk dipakaikan perhiasan. (Tabyinul Haqaiq jilid 6 hal 19)
2. Mazhab Maliki dan Hambali
Menurut ulama dari Mazhab Maliki dan pendapat resmi dari kalangan Mazhab Hambali, anggota tubuh wanita yang boleh terlihat oleh mahramnya hanya: wajah, kepala, dua tangan dan dua kaki. Maka haram baginya menampakkan dada, payudara, dan anggota tubuh lainnya di hadapan mahramnya. Dan haram pula bagi ayah, anak laki-lakinya dan mahramnya yang lain untuk melihat aurat dirinya selain pada empat anggota tersebut, walaupun tanpa syahwat. (As-Syarh As-Shaghir)
Pendapat ulama dari Mazhab Hambali menambahkan, mahram yang boleh melihat sebagian aurat si wanita itu maksudnya mahram yang muslim maupun yang kafir. Dalilnya adalah bahwa Abu Sufyan Bin Harb pernah masuk ke rumah putrinya yang bernama Ummu Habibah (salah satu istri Rasulullah SAW) dalam keadaan tidak berhijab, tidak menutupi seluruh auratnya. Saat itu Rasulullah SAW tidak menyuruh Ummu Habibah untuk menutupi auratnya di hadapan Abu Sufyan, ayahandanya yang masih kafir. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni jilid 7 hal 105)
3. Mazhab Syafi'i
Lihat Juga :