Hukum Menggabungkan Niat Puasa Ramadan dan Diet, Begini Penjelasannya

Rabu, 29 Maret 2023 - 11:36 WIB
Niat menggabungkan puasa Ramadan dan berdiet bagi kaum muslimah, masih diperdebatkan oleh kalangan ulama, karena ada 2 niat yang berbeda yakni niat ibadah akhirat dan niat dunia. Foto ilustrasi/ist
Bagaimana hukumnya menjalankan puasa Ramadan dengan niat sambil berdiet? Pasalnya, di kalangan muslimah ada anggapan bahwa puasa sangat tepat untuk menurunkan berat badan. Bolehkah dilakukan dan apa dalilnya?

Dalam Islam, hikmah pensyariatan puasa tidak hanya berkaitan dengan manfaat di akhirat, namun juga bisa dirasakan di dunia. Di antara manfaat di dunia adalah puasa dapat menjaga kesehatan tubuh dan menjauhkan orang yang melaksanakannya dari penyakit.



Sedangkan di antara manfaat di akhirat adalah puasa bisa menjadi tameng dari api neraka, pahala berpuasa dijamin secara khusus oleh Allah di antara sekian jenis ibadah yang lain, terlebih puasa Ramadan, pahalanya digandakan menjadi berlipat-lipat.

Namun, karena puasa juga memilik efek manfaat dari sisi medis, tidak jarang dalam puasanya seseorang menyertakan niat melakukan diet, yaitu mengatur pola makan untuk kesehatan atau menurunkan berat badan, biasanya atas petunjuk dokter. Bagaimana hukum berpuasa dengan niat diet ?

Tentang hal tersebut, Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, menjelaskan, puasa merupakan ibadah yang membutuhkan niat. Tidak sah berpuasa tanpa niat.

Hal ini berdasarkan hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam : “Keabsahan beberapa amal bergantung kepada niat-niatnya” (HR al-Bukhari).

Adapun batas minimal yang mencukupi dalam niat puasa adalah dengan menyebutkan qashdul fi‘li dan ta’yin. Maksud dari qashdul fi’li adalah menyengaja melakukan puasa, misalnya “aku niat berpuasa”. Ta’yin artinya menentukan jenis puasanya, sekira bisa dibedakan dengan jenis puasa yang lain, semisal puasa Ramadhan, puasa qadha Ramadan, puasa kafarat, dan lain sebagainya. Kewajiban menentukan jenis puasa berlandaskan hadis Nabi:

وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى


“Dan bagi tiap-tiap orang hanya mendapat pahala sesuai yang ia niatkan” (HR al-Bukhari).

Al-Imam al-Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu’: “Imam Syafi’i dan para muridnya berkata; tidak sah puasa Ramadhan, qadha, kafarat, nadzar, fidyah haji, dan puasa wajib lainnya kecuali dengan menentukan niat, karena hadits Nabi: Dan bagi tiap-tiap orang hanya mendapat pahala sesuai yang ia niatkan.

Hadis ini jelas dalam menyaratkan penentuan niat, karena dasar pensyaratan niat telah dipaham dari permulaan hadits; Keabsahan beberapa amal bergantung kepada niat-niatnya” (al-Imam al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz 6, hal. 294).

Penentuan jenis puasa (ta’yin) disyaratkan dalam puasa wajib. Sedangkan puasa sunnah sah dilakukan dengan niat yang mutlak, semisal “aku niat berpuasa” tanpa menentukan jenis puasanya.

Menurut Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’, pengecualian berlaku untuk jenis puasa sunnah rawatib, yaitu puasa yang rutin dilakukan yang memiliki waktu khusus seperti puasa Asyura, puasa Arafah, puasa enam hari Syawal dan lain sebagainya, maka wajib menentukan jenis puasa-puasa tersebut dalam pelaksanaan niatnya. Semisal “aku niat puasa Syawal”, “Aku niat puasa Asyura” dan lain sebagainya.

Al-Imam al-Nawawi menegaskan: “Adapun puasa sunnah, sah dengan niat mutlaknya berpuasa seperti di dalam kasus niat shalat. Hal ini sebagaimana dimutlakan oleh para muridnya Imam al-Syafi’i. Namun seyogianya disyaratkan menentukan niat di dalam puasa rutin seperti puasa Arafah, Asyura, hari-hari purnama, enam hari Syawal dan semisalnya, sebagaimana disyaratkan hal tersebut dalam shalat sunnah rawatib” (al-Imam al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz 6, hal. 295).

Adapun puasa Ramadan, contoh minimal niatnya adalah “aku niat berpuasa Ramadan”, dan contoh niatnya yang paling sempurna adalah “aku niat berpuasa di esok hari karena menjalankan kewajiban Ramadan tahun ini karena Allah”. Standar minimal niat puasa sebagaimana penjelasan di atas wajib dilakukan untuk jenis puasa apa pun, artinya tidak sah berpuasa tanpa tata cara niat sebagaimana penjelasan tersebut, misalnya orang berpuasa Ramadan niatnya “aku niat berpuasa karena diet”, yang demikian ini tidak sah, sebab tidak menyebutkan redaksi Ramadhan dalam pelaksanaan niat.

Lalu bagaimana jika sudah niat puasa sesuai standar fiqih, namun disertai motivasi lain di luar ibadah, semisal diet. Dalam hal ini diperinci menjadi dua kasus. Pertama, niat diet disertakan saat pelaksanaan niat puasa, semisal “aku niat berpuasa Ramadan dan diet”. Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat mengenai keabsahan puasanya. Menurut pendapat yang kuat, puasa Ramadannya tetap sah. Kasus yang demikian jarang sekali terlaku, bahkan hampir tidak ada.

Kedua, ada motivasi melakukan diet di luar pelaksanaan niat puasa. Kasus yang kedua ini banyak terjadi. Artinya, seseorang tetap niat puasa seperti aturan fiqih, namun ia memilki motivasi lain di luar puasa, yakni melakukan diet. Dalam hal ini, puasanya tetap dihukumi sah, sebab puasa telah dilakukan dengan niat sesuai standar fiqih.

Sedangkan untuk pahala, ulama berbeda pendapat. Menurut al-Imam al-Zarkasyi dan Izzuddin bin Abdissalam, tidak mendapat pahala puasa secara mutlak.

Menurut Syekh Ibnu Hajar, mendapat pahala secara mutlak, baik tujuan ibadah lebih dominan, berimbang atau bahkan dikalahkan oleh tujuan diet. Menurut Imam al-Ghazali diperinci, jika tujuan diet lebih dominan, maka pahala puasa tidak didapat, jika lebih dominan tujuan puasa, maka mendapat pahala. Jika keduanya berimbang, maka saling berguguran.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman, yakni:  Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya.  Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah.  Dan dia benci kembali kepada kekufuran, seperti dia benci bila dilempar ke neraka

(HR. Bukhari No. 15)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More