Sifat dan Karakteristik Ibad ar-Rahman (4): Selalu Berkasih Sayang kepada Sesama
Sabtu, 26 Agustus 2023 - 13:27 WIB
Imam Shamsi Ali
Direktur Jamaica Muslim Center,
Presiden Nusantara Foundation USA
Ketika Allah mengaitkan kata ibaad dengan sifat mulia-Nya yang Maha Rahman وعباد الحمن, sesungguhnya tanpa kita sadari Allah mengingatkan bahwa hamba-hambaNya itu memiliki karakter tersebut. Yaitu karakter kasih sayang yang menjadi jantung ajaran Islam.
Dalam sebuah Haditsnya Rasulullah ﷺ mengingatkan umat ini untuk mencontoh akhlak Allah. تخلقوا باخلاق الله ( berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah). Tentu pada kapasitas kita sebagai makkhluk (manusia). Semua sifat-sifat Allah itu mulia. Karenanya kita sebagai hamba-hambaNya harus berusaha terus untuk mencontoh sifat-sifat mulia itu.
Bedanya tentu ada pada perbedaan tabiat yang mendasar antara sang Khaliq dan makhluk. Sifat-sifat Allah pastinya tidak memiliki keterbatasan karena tabiat Allah SWT yang tiada batas. Sedangkan sifat-sifat makhluk (manusia) terbatasi oleh keterbatasannya.
Salah satu karakter terpenting yang harus ditauladani dari Allah adalah bersifat kasih sayang (ar-Rahmah). Ibaad ar-Rahman (Hamba-hamba Yang Rahman) diharapkan memiliki karakter rahmah itu. Bahkan inilah sesungguhnya inti atau jantung ajaran Islam: "Dan tidaklah Kami (Allah) mengutusmu wahai Muhammad kecuali sebagai rahmah bagi seluruh alam."
Rasulullah ﷺ sendiri sebagai personifikasi dari karakter kasih sayang itu telah membuktikan dan mencontohkan kepada para sahabat dan umatnya. Bahkan pada hal-hal yang bersifat personal beliau mengekspresikan itu sebagai bagian dari kasih sayangnya.
Ketika Ibrahim, anak laki satu-satunya, meninggal dunia beliau sangat sedih dan menangis. Sebagian sahabat terheran-heran. Sebab beliau adalah ornag yang paling sabar dan kuat menghadapi cobaan. Tapi Kenapa beliau menangis karena kematian anaknya? Beliau merespons: "ar-Rahmah, ar-Rahmah!"
Bahkan ketika seorang Arab Badui terkejut melihat beliau mencium cucunya, sementara sebagian orang Arab menganggap jika seorang ayah tidak seharusnya memperlihatkan karakter lembut (dipahaminya sebagaj kelemahan) kepada anaknya. Rasulullah ﷺ merespons dengan respons yang tegas: "من لا يرحم لا يرحم (barangsiapa yang tidak punya kasih sayang, tidak akan mendapatkan kasih sayang."
Lebih jauh bahkan beliau menyerukan: "Sayangi siapa yang ada di bumi, niscaya Dia (Allah) yang di langit akan menyayangimu."
Sifat kasih sayang Rasulullah ﷺ ini terabadikan dalam Al-Qur'an:
لَـقَدْ جَآءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِ يْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِ يْصٌ عَلَيْكُمْ بِا لْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: "Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman." (At-Taubah: Ayat 128)
Kasih sayang itu yang beliau senantiasa ekspresikan kepada para sahabat, bahkan kepada semua orang dan makhluk lain di sekelilingnya, termasuk alam hewani dan nabati, bahkan lingkungan (environment) secara umum.
Mungkin kita masih teringat seorang sahabat muda yang melanggar aturan puasa Ramadan dengan melakukan hubungan suami istri. Beliau tidak memarahi apalagi mencaci atau berkata kasar. Tapi beliau memberikan kepadanya solusi Al-Qur'an. Bahkan ketika sang pemuda itu merasa tidak mampu melaksanakan salah satu dari tiga pilihan yang ditawarkan Al-Qur'an, beliau dengan kasih sayang memberikan solusi kepadanya. Diberikannya korma kepadanya untuk diberikan kepada isterinya.
Demikian seterusnya, bahkan di saat-saat dalam keadaan kritis sekalipun, rahmah (kasih sayang) beliau selalu menghiasi karakter dan prilakunya. Termasuk di saat perang beliau selalu mengedepankan sifat kasih sayang ini. Dan semua itu beliau lakukan bukan karena lemah apalagi takut. Tapi memang itulah karakter dasar beliau sebagai hamba Allah Yang Maha Rahman.
Poin yang ingin saya sampaikan kali ini adalah bahwa pengaitan hamba-hamba Allah dengan sifat-Nya Yang Rahman (وعبد الرحمن) bukan tanpa makna. Bukankah boleh saja Allah menyebut dirinya di ayat ini dengan Allah sehingga menjadi عباد الله (hamba-hamba Allah). Atau hamba Yang Maha Kuat (عباد القهار), dan seterusnya. Karenanya sekali lagi pengaitan ini dengan sendirinya sekaligus penggambaran salah satu karakter hamba-hamba-Nya.
Semoga Allah menumbuhkan rasa kasih sayang dalam hati kita. Yang dengannya kita bisa saling menyayangi (رحماء بينهم) dan menjaga hubungan kasih sayang (silaturrahim) di antara kita.
(Bersambung)!
Manhattan City,25Agustus2023
Direktur Jamaica Muslim Center,
Presiden Nusantara Foundation USA
Ketika Allah mengaitkan kata ibaad dengan sifat mulia-Nya yang Maha Rahman وعباد الحمن, sesungguhnya tanpa kita sadari Allah mengingatkan bahwa hamba-hambaNya itu memiliki karakter tersebut. Yaitu karakter kasih sayang yang menjadi jantung ajaran Islam.
Dalam sebuah Haditsnya Rasulullah ﷺ mengingatkan umat ini untuk mencontoh akhlak Allah. تخلقوا باخلاق الله ( berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah). Tentu pada kapasitas kita sebagai makkhluk (manusia). Semua sifat-sifat Allah itu mulia. Karenanya kita sebagai hamba-hambaNya harus berusaha terus untuk mencontoh sifat-sifat mulia itu.
Bedanya tentu ada pada perbedaan tabiat yang mendasar antara sang Khaliq dan makhluk. Sifat-sifat Allah pastinya tidak memiliki keterbatasan karena tabiat Allah SWT yang tiada batas. Sedangkan sifat-sifat makhluk (manusia) terbatasi oleh keterbatasannya.
Salah satu karakter terpenting yang harus ditauladani dari Allah adalah bersifat kasih sayang (ar-Rahmah). Ibaad ar-Rahman (Hamba-hamba Yang Rahman) diharapkan memiliki karakter rahmah itu. Bahkan inilah sesungguhnya inti atau jantung ajaran Islam: "Dan tidaklah Kami (Allah) mengutusmu wahai Muhammad kecuali sebagai rahmah bagi seluruh alam."
Rasulullah ﷺ sendiri sebagai personifikasi dari karakter kasih sayang itu telah membuktikan dan mencontohkan kepada para sahabat dan umatnya. Bahkan pada hal-hal yang bersifat personal beliau mengekspresikan itu sebagai bagian dari kasih sayangnya.
Ketika Ibrahim, anak laki satu-satunya, meninggal dunia beliau sangat sedih dan menangis. Sebagian sahabat terheran-heran. Sebab beliau adalah ornag yang paling sabar dan kuat menghadapi cobaan. Tapi Kenapa beliau menangis karena kematian anaknya? Beliau merespons: "ar-Rahmah, ar-Rahmah!"
Bahkan ketika seorang Arab Badui terkejut melihat beliau mencium cucunya, sementara sebagian orang Arab menganggap jika seorang ayah tidak seharusnya memperlihatkan karakter lembut (dipahaminya sebagaj kelemahan) kepada anaknya. Rasulullah ﷺ merespons dengan respons yang tegas: "من لا يرحم لا يرحم (barangsiapa yang tidak punya kasih sayang, tidak akan mendapatkan kasih sayang."
Lebih jauh bahkan beliau menyerukan: "Sayangi siapa yang ada di bumi, niscaya Dia (Allah) yang di langit akan menyayangimu."
Sifat kasih sayang Rasulullah ﷺ ini terabadikan dalam Al-Qur'an:
لَـقَدْ جَآءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِ يْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِ يْصٌ عَلَيْكُمْ بِا لْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: "Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman." (At-Taubah: Ayat 128)
Kasih sayang itu yang beliau senantiasa ekspresikan kepada para sahabat, bahkan kepada semua orang dan makhluk lain di sekelilingnya, termasuk alam hewani dan nabati, bahkan lingkungan (environment) secara umum.
Mungkin kita masih teringat seorang sahabat muda yang melanggar aturan puasa Ramadan dengan melakukan hubungan suami istri. Beliau tidak memarahi apalagi mencaci atau berkata kasar. Tapi beliau memberikan kepadanya solusi Al-Qur'an. Bahkan ketika sang pemuda itu merasa tidak mampu melaksanakan salah satu dari tiga pilihan yang ditawarkan Al-Qur'an, beliau dengan kasih sayang memberikan solusi kepadanya. Diberikannya korma kepadanya untuk diberikan kepada isterinya.
Demikian seterusnya, bahkan di saat-saat dalam keadaan kritis sekalipun, rahmah (kasih sayang) beliau selalu menghiasi karakter dan prilakunya. Termasuk di saat perang beliau selalu mengedepankan sifat kasih sayang ini. Dan semua itu beliau lakukan bukan karena lemah apalagi takut. Tapi memang itulah karakter dasar beliau sebagai hamba Allah Yang Maha Rahman.
Poin yang ingin saya sampaikan kali ini adalah bahwa pengaitan hamba-hamba Allah dengan sifat-Nya Yang Rahman (وعبد الرحمن) bukan tanpa makna. Bukankah boleh saja Allah menyebut dirinya di ayat ini dengan Allah sehingga menjadi عباد الله (hamba-hamba Allah). Atau hamba Yang Maha Kuat (عباد القهار), dan seterusnya. Karenanya sekali lagi pengaitan ini dengan sendirinya sekaligus penggambaran salah satu karakter hamba-hamba-Nya.
Semoga Allah menumbuhkan rasa kasih sayang dalam hati kita. Yang dengannya kita bisa saling menyayangi (رحماء بينهم) dan menjaga hubungan kasih sayang (silaturrahim) di antara kita.
(Bersambung)!
Manhattan City,25Agustus2023
Baca Juga
(rhs)