Soal Pewarisan, Mengapa Bagian Perempuan Lebih Sedikit? Begini Penjelasan Syaikh Al-Qardhawi
Rabu, 13 September 2023 - 05:15 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan sebelum Islam datang, kebanyakan manusia mengingkari kemanusiaan perempuan dan sebagian yang lain meragukannya. Ada pula yang mengakui akan kemanusiaannya, tetapi mereka menganggap wanita itu sebagai makhluk yang diciptakan semata-mata untuk melayani kaum laki-laki.
"Maka merupakan 'izzah dan kemuliaan Islam, karena dia telah memuliakan wanita dan menegaskan eksistensi kemanusiaannya serta kelayakannya untuk menerima taklif (tugas) dan tanggung jawab, pembalasan, dan berhak pula masuk surga," ujar Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Islam menghargai wanita sebagai manusia yang terhormat. Sebagaimana kaum laki-laki, wanita juga mempunyai hak-hak kemanusiaan, karena keduanya berasal dari satu pohon dan keduanya merupakan dua bersaudara yang dilahirkan oleh satu ayah (bapak) yaitu Adam, dan satu ibu yaitu Hawa.
Menurutnya, di sini ada beberapa tuduhan kepada Islam yang disampaikan oleh sebagian orang dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
Apabila Islam itu telah memperhitungkan kemanusiaan kaum wanita itu sama dengan kemanusiaan kaum pria, lantas mengapa Islam masih melebihkan kaum laki-laki atas wanita di dalam beberapa masalah, seperti dalam persaksian, hukum waris, kepemimpinan rumah tangga dan sebagian hukum-hukum cabang yang lainnya?
Menurut al-Qardhawi, sebenarnya perbedaan kaum laki-laki dengan kaum wanita di dalam hukum tersebut bukan karena jenis laki-laki itu lebih mulia menurut Allah dan lebih dekat dengan-Nya daripada jenis wanita. Karena sesungguhnya manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa, baik laki-laki atau perempuan.
"Akan tetapi perbedaan itu disebabkan karena pembagian secara fungsional sesuai dengan fitrah yang sehat bagi masing-masing dari laki-laki dan wanita," ujarnya.
Pewarisan
Menurut al-Qardhawi, adapun perbedaan di dalam masalah waris antara laki-laki dan wanita, maka yang jelas ini akibat dari perbedaan antara keduanya dalam beban dan kewajiban yang berkaitan dengan harta, yang secara syar'i diwajibkan atas masing-masing dari keduanya.
Kalau seandainya ada seorang ayah meninggal, dan ia meninggalkan satu anak laki-laki dan satu anak perempuan, maka ketika anak laki-laki itu ingin menikah ia harus memberi mahar (maskawin). Ketika sudah menikah, ia wajib menanggung nafkah isterinya. Tetapi jika anak perempuan itu yang menikah, maka ia berhak mengambil maskawin. Kemudian setelah menikah, suaminya yang memberikan nafkah kepadanya dan ia tidak dibebani sepeser pun, meski dia tergolong orang yang kaya.
Jika seorang ayah meninggalkan untuk kedua anaknya seratus lima puluh ribu (150.000) umpamanya, maka anak lelakinya mengambil dari harta itu seratus ribu (100.000), sedangkan anak perempuannya mengambil lima puluh ribu (50.000). Tetapi ketika anak lelakinya itu ingin menikah, ia harus memberi maskawin dan hadiah-hadiah lainnya yang kita perkirakan kurang lebih dua puluh lima ribu (25.000), sehingga uangnya tinggal tujuh puluh lima ribu (75.000).
Sementara jika saudara perempuannya menikah ia menerima maskawin dan hadiah yang kita perkirakan seperti yang diberikan oleh saudara laki-lakinya kepada istrinya. "Di sini uangnya bertambah menjadi tujuh puluh lima ribu (75.000), sehingga menjadi sama," demikian al-Qardhawi.
"Maka merupakan 'izzah dan kemuliaan Islam, karena dia telah memuliakan wanita dan menegaskan eksistensi kemanusiaannya serta kelayakannya untuk menerima taklif (tugas) dan tanggung jawab, pembalasan, dan berhak pula masuk surga," ujar Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Islam menghargai wanita sebagai manusia yang terhormat. Sebagaimana kaum laki-laki, wanita juga mempunyai hak-hak kemanusiaan, karena keduanya berasal dari satu pohon dan keduanya merupakan dua bersaudara yang dilahirkan oleh satu ayah (bapak) yaitu Adam, dan satu ibu yaitu Hawa.
Menurutnya, di sini ada beberapa tuduhan kepada Islam yang disampaikan oleh sebagian orang dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
Apabila Islam itu telah memperhitungkan kemanusiaan kaum wanita itu sama dengan kemanusiaan kaum pria, lantas mengapa Islam masih melebihkan kaum laki-laki atas wanita di dalam beberapa masalah, seperti dalam persaksian, hukum waris, kepemimpinan rumah tangga dan sebagian hukum-hukum cabang yang lainnya?
Menurut al-Qardhawi, sebenarnya perbedaan kaum laki-laki dengan kaum wanita di dalam hukum tersebut bukan karena jenis laki-laki itu lebih mulia menurut Allah dan lebih dekat dengan-Nya daripada jenis wanita. Karena sesungguhnya manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa, baik laki-laki atau perempuan.
"Akan tetapi perbedaan itu disebabkan karena pembagian secara fungsional sesuai dengan fitrah yang sehat bagi masing-masing dari laki-laki dan wanita," ujarnya.
Pewarisan
Menurut al-Qardhawi, adapun perbedaan di dalam masalah waris antara laki-laki dan wanita, maka yang jelas ini akibat dari perbedaan antara keduanya dalam beban dan kewajiban yang berkaitan dengan harta, yang secara syar'i diwajibkan atas masing-masing dari keduanya.
Kalau seandainya ada seorang ayah meninggal, dan ia meninggalkan satu anak laki-laki dan satu anak perempuan, maka ketika anak laki-laki itu ingin menikah ia harus memberi mahar (maskawin). Ketika sudah menikah, ia wajib menanggung nafkah isterinya. Tetapi jika anak perempuan itu yang menikah, maka ia berhak mengambil maskawin. Kemudian setelah menikah, suaminya yang memberikan nafkah kepadanya dan ia tidak dibebani sepeser pun, meski dia tergolong orang yang kaya.
Jika seorang ayah meninggalkan untuk kedua anaknya seratus lima puluh ribu (150.000) umpamanya, maka anak lelakinya mengambil dari harta itu seratus ribu (100.000), sedangkan anak perempuannya mengambil lima puluh ribu (50.000). Tetapi ketika anak lelakinya itu ingin menikah, ia harus memberi maskawin dan hadiah-hadiah lainnya yang kita perkirakan kurang lebih dua puluh lima ribu (25.000), sehingga uangnya tinggal tujuh puluh lima ribu (75.000).
Sementara jika saudara perempuannya menikah ia menerima maskawin dan hadiah yang kita perkirakan seperti yang diberikan oleh saudara laki-lakinya kepada istrinya. "Di sini uangnya bertambah menjadi tujuh puluh lima ribu (75.000), sehingga menjadi sama," demikian al-Qardhawi.
Baca Juga
(mhy)